CHAPTER 6 SEBUAH NAMA (PART 2)

1.5K 109 3
                                    

Langkah kaki pria itu sangat cepat, hingga membuatku hampir tidak sanggup untuk mengejarnya.

"Kenapa kau terus mengikutiku?"

Aku menghentikan langkah kakiku, ketika pria itu menanyakan hal itu dengan tatapan matanya yang tajam menatapku.

"Aku mohon izinkan aku ikut denganmu."

"Aku ini seorang pengembara. Aku tidak memiliki tujuan, jadi sebaiknya kau tidak perlu mengikuti aku."

"Kita ini sama, aku juga tidak memiliki tujuan."

Pria itu kembali melanjutkan langkah kakinya, begitu pun dengan aku. Aku terus berjalan di belakang pria itu.

Sedikit demi sedikit langit mulai menghitam yang menandakan malam akan segera tiba. Tapi pria itu tidak menunjukkan tanda bahwa dia akan menghentikan langkah kakinya.

"Hei ... Bisa kita istirahat sebentar. Apa kau tidak merasa lelah?"

Seakan-akan tidak mendengarkan suaraku, dia tetap berjalan tanpa sedikit pun menoleh ke arahku yang jelas-jelas sedang mengajaknya berbicara.

Rasa lelah yang aku rasakan membuatku tidak mampu untuk mengendalikan langkah kakiku. Sesuatu yang tajam tanpa sengaja aku injak. Seketika itu juga rasa sakit yang amat sangat aku rasakan tepat di telapak kakiku.

"Aduuuh ..."

Aku berjongkok dan menatap telapak kakiku yang tengah mengeluarkan suatu cairan berwarna merah yang tidak lain adalah darah.

"Kau menginjak duri ... "

Entah sejak kapan pria itu berjongkok di depanku. Dia menyentuh kakiku dan menatap luka di kakiku tanpa berkedip.

"Ini akan sedikit sakit, kau harus menahannya ..."

"Hmmm ... Apa maksu ... "

Sebelum aku menyelesaikan perkataanku, rasa sakit dan perih yang tidak terkira ku rasakan tepat di telapak kakiku.

"Kyaaaaaaaaaaaaa ..."

Suara jeritan itu ... Tanpa mampu aku kendalikan terlontar dengan sendirinya dari mulutku.

"A ... Apa yang kau lakukan ?"

"Duri ... Aku hanya mencabut durinya. Jika tidak dicabut, lukamu akan semakin parah."

"Breek ..."

Terdengar suara robekan, pria itu dengan lancangnya telah merobek rokku.

"Apa yang kau lakukan?"

"Ssstttttt ... Diamlah ... Ini demi kebaikanmu ..."

Kain yang berasal dari rokku, dia ikatkan pada luka di kakiku. Dia cukup cekatan membalut lukaku, seakan-akan dia sudah sering melakukannya.

"Lukamu akan segera sembuh ..."

"Te ... Terima kasih ..."

Pria itu menumpuk beberapa ranting kering dan mengambil dua buah batu. Hanya dengan sekali menggesek kedua batu itu, ranting-ranting kering itu tiba-tiba terbakar dilahap api.

"Sudah hangat kan?"

"I ... Iya ..."

Pria itu duduk berhadap-hadapan denganku. Dilihat dari arah mana pun, dia terlihat sangat tampan. Hidungnya yang mancung dan bibirnya yang berwarna merah membuat wajahnya terlihat mempesona. Meskipun dia seorang pria tapi dia memiliki kulit yang putih bersih. Bola matanya yang besar yang memiliki sebuah cahaya yang entah kenapa selalu membuatku tidak bosan untuk menatapnya. Dia sedang menunduk menatap api yang tengah berkobar. Tatapannya terlihat kosong, mungkinkah ada yang sedang dia pikirkan?

Eternal Kindness (Princess Giania And The Witch From The Past) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang