Bab Delapan

35 3 0
                                    

Ia berhenti di sebuah taman, tepat sesaat setelah itu, hujan lebat turun.

Dengan kedingin hujan yang lebat dan suasana hati yang tidak baik, Raffa benar-benar membutuhkan Queen-nya saat ini.

"Aku butuh kamu," ucapnya pelan. Dengan memejamkan mata, ia berharap Queen ada di depannya saat ini.

"Butuh siapa?"

Seketika, matanya langsung terbuka. Menampilkan seorang perempuan berpakaian rumah dengan payung di tangan kanan dan kantong kresek hitam di sebelah kiri.

'Re-Rere?'

"Lo? Ngapain hujan-hujan di sini?"

Rere memandang Raffa dari atas sampai bawah. Ia hanya bingung. Kenapa Raffa berada di lingkungan rumahnya dengan basah kuyup begini? Itu membuat Rere memandang Raffa dengan tatapan aneh.

Sedangkan pemuda yang di pandanginya itu hanya diam, tidak menjawab Rere sama sekali. Ia segera menaiki motor dan melaju dengan kencang. Ia menghilang di ujung jalan yang masih dihiasi hujan.

"Dasar aneh!" teriak Rere pada ujung jalan yang dilalui Raffa.

Rere menggeleng dalam perjalanan menuju rumah. Anak baru itu memang benar-benar tidak dimengerti oleh dirinya.

Kenapa tiba-tiba ada di sini? Apa sebenarnya pemuda itu tahu komplek ini?

Tapi, kenapa tadi siang malah tak tahu arah? Lagi pula, rumahnya dimana, sih?

****

Suasan siang yang ramai ini memang familiar bagi empat sahabat yang duduk di kantin. Menikmati waktu istirahat sambil menghabiskan sisa-sia cemilan mereka dan merehatkan diri dari kepenatan pikiran dan fisik dalam pembelajaran.

Mereka sibuk dengan pribadi masing-masing. Tasya, sejak tadi selalu fokus ke layar datar yang ada di gengamannya. Jia, sibuk menghabiskan semangkuk bakso dengan segelas es jeruk yang segar. Dan, Dhea, hanya Dhea yang menyadari sejak tadi ada keanehan pada sikap Rere.

Sejak memasuki kantin, Dhea sudah memerhatikan gadis itu. Tampaknya, ia sedang mencari sesuatu atau menunggu seseorang, mungkin. Tapi, Dhea sendiri tidak tahu itu apa dan siapa. Rere tidak bercerita sama sekali sejak pagi tadi.

"Lo kenapa, sih, Re? Kok bingung kayak gitu?" tanyanya sambil mengambil keripik yang ada di atas meja.

"Hah? Ini, kemaren itu-- Iyan! Sini!" Rere tidak melanjutkan perkataannya.

Ia malah memanggil Briyan yang berjarak beberapa meter jarak dari mereka dengan suara keras sambil melambai.

Dhea menatap Rere dengan sedikit kesal, bukan menjawab pertanyaan, malah memanggil Briyan ke tempat mereka. Alhasil, Briyan berjalan ke arah tempat duduk mereka sambil cengar-cengir di depan adik kelas.

Ketos mau lewat, euy. Ups, mantan lebih tepatnya.

"Ngapain lo manggil gue, Re?" Lelaki itu mengambil tempat duduk disamping Dhea dan sedikit menjulurkan tangan untuk mengambil keripik yang ada di atas meja.

Tapi, sesaat sebelum itu, Dhea langsung memukul tangannya yang membuat ia sedikit meringis.

"Auu! Pelit lo!" Briyan mengelus tangannya dengan menatap Dhea jengkel.

"Biarin! Lagian lo, sih, salah tempat duduk. Tuh, duduk di sana." Dhea menujuk tempat di samping Tasya yang membuat perhatian Tasya teralihkan dan melotot menatapnya.

Briyan lansung menggeleng. "Ogah!"

"Yee.. gue juga gak mau kali duduk deket lo!"  timpal Tasya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Putih Abu-abu In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang