"Maka--"
Belum selesai Rere mengucapkan terima kasih, Raffa sudah duluan pergi."Ih! Jutek amat, sih!" gerutu Jia saat Raffa sudah menjauh.
"Iya, nih. Dia siapa, ya?" Dhea pun ikut menimpali.
Tasya mengangkat bahunya. "Anak baru mungkin."
"Heh, lo bengong, Re?" tanya Jia karena gadis itu hanya berdiri mematung sedari tadi.
Rere pun mengibaskan tangannya. "Ah, enggak. Gue cuma heran aja."
"Tapi, nih, ya," ucap Tasya sambil menatap ketiga temannya, "emangnya masih bisa pindah semester ini? Kan kita udah kelas tiga."
Ketiga gadis itu pun mengangguk bersamaan.
"Iya juga, ya. Emangnya di kelas mana dia masuk?" tanya Dhea sambil merapikan ikat rambutnya.
Rere menaikkan bahu. "Entah."
"Cari tahu, yuk?" ajak Tasya sambil menaikkan kedua alisnya.
Jia pun menggeleng mantap. "Kita kan udah makan tadi. Kok mau beli tahu lagi?"
Ketiga temannya serentak menepuk jidat masing-masing. Lemotnya Jia masih belum bisa hilang ternyata.
"Lo lama-lama ngeselin, ya, Ji," ucap Rere. Ia pun menepuk pundak Jia dengan proposal di tangannya.
"Gue salah, ya?" tanya Jia dengan polosnya diiringi sengiran lebar.
****
Bel pulang menjerit dengan kerasnya. Seluruh siswa pun berhamburan keluar kelas masing-masing. Halaman sekolah kini dipenuhi lautan manusia.
Empat sekawan alias Rere, Tasya, Jia, dan Dhea masih duduk manis di kelasnya. Hari ini jadwal mereka untuk piket. Namun, mereka belum mulai karena menunggu Jia menyelesaikan pekerjaannya dulu.
Prinsip mereka adalah satu kerja, semua kerja. Jadi, mereka takkan memulai sebelum Jia selesai.
Sembari menunggu Jia menyalin materi dari papan tulis, mereka pun ngobrol sejenak.
"Gue masih penasaran," ucap Tasya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Lo naksir, ya?" tanya Dhea iseng.
Tasya pun menggeleng cepat. "Enggaklah. Gue cuma kepo doang. "
"Kepo apa kepo?" timpal Jia dengan senyuman jahil.
Tepukan penggaris pun mendarat di lengan Jia.
"Sakit, Tasya!" rintih Jia. Ia mengangkat dua jarinya sebagai bentuk permintaan maaf.
"Kalian ngapain ngurusin dia? Kurang kerjaan, tahu!" Rere yang sedari diam kini angkat bicara.
"Ini sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama, Re," ucap Tasya sambil mengangkat tangannya.
"Iya, nih. Ngapain kita ngurusin dia? Belum tentu dia mau kurus, kali." Jia pun ikut menimpali.
Dhea yang geram pun menjitak keras jidat gadis yang sedang menulis itu.
"Aduh," rintih Jia. Entah sudah berapa kali ia menjadi bulan-bulanan ketiga temannya.
"Udah. Udah. Mending kita kerja aja sekarang. Ntar keburu sore," ucap Rere sambil berjalan menuju lemari kelasnya. Di sanalah letak alat-alat kebersihan yang akan mereka gunakan untuk piket.
Dhea pun ikut menyusul Rere.
"Lo udah selesai?" tanya Tasya karena Jia sudah menutup buku dan meletakkan penanya.
"Udah." Jia mengangguk mantap. Ia pun merapikan bukunya terlebih dahulu.
Keduanya kemudian menyusul Rere dan Dhea.
![](https://img.wattpad.com/cover/68738615-288-k170026.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Abu-abu In Love
Teen FictionPersahabatan, perselisihan, permusuhan, dan cinta adalah kata-kata yang menggambarkan masa-masa SMA. Tapi, kata yang terakhir menggelitik di telinga Rere. Cinta? Bahkan, dia sendiri tidak pernah merasakan perasaan aneh itu. Atau mungkin belum? Kare...