Kringgg kringg
"Sial! Gue telat lagi!"
Rere berlari terbirit-birit di koridor sekolahnya. Dan ya, dia memang terlambat lagi hari ini. Ini juga karena salahnya, ketiduran di saat mengerjakan proposal rapat ekstrakulikuler. Terpaksa, Rere bergadang semalaman mengerjakan itu.
Brukk!
Dia menabrak seseorang, di saat yang tidak tepat. Disaat pelajaran dari buk Erni, guru Kimianya yang super kiler akan berlansung!
"Auu! Maaf ya, gue lagi buru-buru. Kalo lo ada yang luka, cari aja gue, Renandia kelas XII IPA 1. Oke! Bye bye." Rere meninggalkan seseorang yang ditabraknya tadi begitu saja, karena yang lebih penting sekarang adalah kelas buk Erni.
Gadis itu berlari secepat mungkin, menaiki tangga untuk ke kelas tiga IPA. Yang sialnya ada di lantai tiga. Tapi tak masalah, semua rintangan yang menghadang dilalui dengan semangat. Ya, satu lantai lagi dan berhasil.
Dia sampai di kelasnya tepat sebelum buk Erni masuk, dan langsung duduk di samping Dhea dengan napas yang ngos-ngosan.
"Ini nih, minum dulu," ucap Dhea sambil menyodorkan air mineral botol padanya.
Rere sedikit tenang, setelah menerima air mineral yang diberikan Dhea kepadanya tadi. Napasnya lebih teratur, keringatnya pun sudah mulai beransur hilang.
Setelah keadaanya membaik, dia menatap temannya. Dhea, Tasya, dan Zia atau yang biasa mereka panggil dengan sebutan 'Jia' sekarang. Yang menatap Rere dengan pandangan aneh. Karena Rere yang tadi itu seperti orang dikejar setan. Tampang acak-acakan dengan keringat membasahi badan. Udah deh, kayak olahraga pagi.
"Lo dikejar setan ya, Re?" Apalagi mendengar suara Jia yang tidak berdosanya menyebut gadis itu dijekar setan. Emang parah! Kalau temanan sama Jia emang gini, harus tebel hati, mungka, dan perasaan. Yaa alasannya gampang, orang udah nyampe Amerika lah Jia baru nyampe Jakarta. Dan kadang kala, oonnya emang kebangetan.
"Iya, hantu buk Erni. Udah deh, jangan ingat-ingat lagi."
Rere mengambil tasnya, mengeluarkan buku cetak dan catatan kimianya. Kini, dia lebih siap menghadapi buk Erni. Gadis itu terus mengali-gali tas nya. Rasanya, ada yang hilang di sini.
"I hate this day!" sontak, Dhea, Tasya, Jia melihat ke arah Rere. Menatap Rere bingung dengan tatapan tak mengerti.
"Lo kenapa lagi Re? Kayaknya hari ini sial banget ya, buat lo."
"Banget! Masa proposal yang gue kerjain semalam tiba-tiba gak ada? Sumpah! Gara-gara kelarin tu proposal gue jadi telat kayak gini."
Gadis itu masih sibuk membongkar-bongkar tasnya. Berharap lembaran kertas yang dijilid dengan cover merah itu muncul di sela-sela buku pelajarannya, tapi hasilnya nol besar. Proposal itu sama sekali tidak ada di sana.
Rere masih mengingat-ingat, kapan tepatnya dia kehilangan proposal itu atau apakah proposal itu ketinggalan di rumahnya? Atau ketinggalan di mobil yang dikendarai pak Ujang yang bekerja sebagai sopir keluarganya? Atau ....
"Sial! Pasti gara-gara tabrakan tadi, deh!" Gadis itu memukul jidatnya, mengingat sesuatu akan proposal tersebut.
Dhea masih menatap Rere bingung, semua tampak kacau bagi nya. Meja berantakan serta penampilan Rere yang lumayan aut-autan itu membuatnya berpikir bahwa hari ini memang hari yang sial bagi sahabatnya itu. Dan tabrakan? Jangan bilang kalo sahabatnya ini mengalami kecelakaan juga tadi. "Jadi, lo? Juga kecelakaan?" Dia masih menatap Rere bingung.
Rere menggeleng, "No, bukan kecelakaan juga sih Dhe, hm, apa ya lebih tepat nya? Ah, insiden kecil."
"Insiden kecil?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Abu-abu In Love
Novela JuvenilPersahabatan, perselisihan, permusuhan, dan cinta adalah kata-kata yang menggambarkan masa-masa SMA. Tapi, kata yang terakhir menggelitik di telinga Rere. Cinta? Bahkan, dia sendiri tidak pernah merasakan perasaan aneh itu. Atau mungkin belum? Kare...