"Halo, bisa bicara dengan Rangga?"
Tidak ada yang tahu bahwa digelap buta ruang, ia akan kedatangan pengunjung. Asalnya bukan dari sesosok rupa, melainkan familier suara yang begitu ditunggu kurang lebih dua puluh empat jam ini.
Pemuda puitis tertegun. Cukup pongah dan tak menyangka.
Tengah malam.
Tiga puluh menit lagi waktu akan bergerak ke arah dua belas untuk mengganti hari. Dia terima telepon dari sosok yang jadi tanda tanya di kepala. Sudah hampir seminggu ini tak muncul batang hidungnya.
"Halo, maaf apabila mengganggu waktunya, tapi ini dengan Rangga, kan?" Suara sapa begitu dikenali. Ia pastikan itu dia ketika berbicara kembali. Pudarkan seutas kecewa dan rasa khawatir yang dililit dalam benaknya.
"Iya. Ini Rangga, yang sendirian di rumah dan menunggu kabar dari seseorang di seberang sana."
"Eeeh? Kamu tungguin?" suara si penelepon terdengar goyah. Gugup memberi balas beberapa ketuk. "Mengapa begitu?"Di lintas imaji, Rangga seolah saksikan sang adik kelas menangkup muka dengan telapak tangan. Entah tengah bersemu jengah atau marah karena belum semenit sudah dibuatnya merah. Sama saja kali.
Biarlah.
Niat usil Rangga sudah refleks kalau indera miliknya menangkap makhluk unik satu ini. Bukan salahnya, lho. Dia saja tiap bertemu muka dengan sang kakak kelas, tak ada hormat dan santun. Tingkah semau dia. Seperti barusan. Manggil dia tanpa embel-embel kakak, mas, atau abang.
Tak apalah. Rangga sudah biasa. Terbiasa juga dia mengerjai dirinya. "Kamu kenapa telepon jam segini?"
Di ruang tamu Dilan berdiri. Sambil memegang gagang telepon, ia berdehem. "Hehehe, nggak kok. Mau tanya boleh?"
"Tanya apa?"
"Jam dinding di rumahmu pukul berapa?"Alis Rangga terangkat heran. Namun, ia lirik juga jam dinding di kiri muka. Samar, ia temukan arah jarum panjang jam bergerak hampir di angka sepuluh mendekati sebelas.
"Pukul 23:53, kenapa tanya itu?"
"Buat ngucapin selamat ulang tahun ke kamu, lah. Hehehe... "
Tuh, kan. Sekali pun ditutupi kekehan pelan di akhir kalimat, nada Dilan masih terdengar canggung di telingannya. "belum telat, kan...?"Pertanyaan retorik di sana jadi bukti yang merambat ke bibir Rangga. Pemuda itu mengulas seringai. Tetapi balasan yang diberi justru terdengar tak peduli--hampir datar monoton. "Oh, gitu aja. Iya, terima kasih. Udah malem, tidur sana."
"Eh, bentaar Rangga. Jangan diputusin dulu teleponnya." Dilan buru-buru mencegah sebelum yang ditelepon benar-benar melakukan pemutusan sambungan sepihak. Ah, susah juga kalau punya pujangga tak bisa tertebak ekspresinya ini.
"Ada apa? Kalau masih ada yang mau diomongin, buruan! Saya mau tidur, Dilan."
"Emm... janji deh nggak akan lama."
"Terus?"
"Rangga, kamu nggak mau tanya mengapa aku telat ngucapin selamat ulang tahun ke kamu?"
Yah, sebenarnya tanya itu sudah mengganjak sejak dia bangun pagi tadi--ah, tepatnya pagi kemarin?
"Buat apa? Nggak perlu deh." suara Rangga semakin datar di gagang yang didengarnya. Dilan mengira jika remaja lelaki itu sedang kecewa. "Kamu cuma mau bilang itu aja?"
"Iya. Kamu--"
"Ya, sudah. Saya tutup tele--"
"Tungguin, ah! Jangan tutup dulu." selaan Dilan mengangkat sebelah alisnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
R A D I U S
FanficRadius--Rangga and Dilan Universe. Semesta kecil untuk tempat mereka berdua. Untuk Radial. Kumpulan Drabble. Pendek. Boys Love. AADC © Rudy Soedjarwo Dilan 1990 © Pidi Baiq