Lengkara

341 35 1
                                    

(bagian I)

Rangga, aku rindu...

Kamu juga?

Tapi, aku tak tahu.

Katanya, kau pulang ketika purnama bertahta di penghujung malam

Nyatanya sekarang...

Kau belum di sampingku

Jangan-jangan kau tersangkut di jaring cemara bersama rembulan?

Hehehe, bercanda.

Rangga, tahu tidak?

Jawabmu pasti tidak,

Di sana.

Di sini,

Senyumku terkembang, selalu

Tiap dewi benderang itu datang di langit obsidian

Lalu pudar setelah tenggelam

Rangga, menunggu itu berat

Aku baru tahu

Rindu pun sama

Kalau kau tanya seberapa

Mungkin sekarang sudah seberat bulan

Nggak tahu kalau subuh besok,

Jangan-jangan sudah sebesar bumi

Atau sang bintang pagi?

Tapi tak apa,

Aku kuat,

Sampai nanti,

Karena aku tak mau ingkar janji,

Akan jadi orang terakhir di hatimu

Dan menyambut pulang kamu,

Rangga, aku rindu...

Kusampaikan ini lewat sejumput huruf-huruf yang kutemukan di bongkahan hatiku,

Semoga terbang selamat ke tempatmu.

Dilan, si Panglima Tempur yang sudah tobat berantem.

28 Januari 2xxx

Dilan menggigiti daging kenyal pembungkus giginya. Dikulum sampai merah. Ia terbiasa begitu jika kecanggunggan melanda diri. Padahal, ini buka kali pertama dia bertukar surat kepada seseorang. Sepasang mata coklat tua memindai kata per kata dengan cermat dan gesit. Mengintip jeli bila ada kesalahan yang dia cipta di sana.

Satu menit terlewat dalam keheningan. Nafas pun ia keluarkan setelah keyakinan sudah menguasai diri. Barulah dia bisa lega turunkan pena dari tangan. Ia sisihkan di sebelah amplop biru yang telah disiapkan sedari awal, sewaktu kertas masih kosong di meja belajar.

Oh, dia belum mencantumkan tanda tangannya.

Sampai goresan terukir di tepian, pemuda ber poni berantakan tinggal melipat rapi dan membungkusnya. Bubuhkan alamat yang dituju. Kemudian ia harus bersabar selama tiga puluh hari dikali dua untuk mendapatkan balasan. Bila terlambat datang, maka Dilan harus rela menguadratkan sabarnya tiga lipat.

Tidak apa.

Demi Rangga. Asal dia bisa baca.

Siapakah dia? Kalau ada pelajaran mengarang, Dilan sanggup gambarkan dia dalam beribu kata hingga menghabiskan lembar-lembar buku.

R A D I U STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang