Seperti biasa, saat istirahat tiba, aku selalu menghabiskan jam istirahat di perpustakaan, bersama Nilam. Kita punya satu tempat favorit di perpus sana. Meja 3, barisan ke 3, tepat dibawah kipas angin. Sepertinya bukan hanya kami yang meiliki tempat favorit di perpustakaan. Tapi juga seorang laki-laki yang selalu duduk di meja pojok belakang, tapi belum pernah aku lihat dia baca buku satu pun. Mungkin dia cuma numpang ngadem.
"Lam, keknya cowo yang duduk dipojok sana suka sama kamu deh. Perasaan dia sering banget ngikutin kita" aku setengah berbisik.
"Gak mungkin, kebetulan aja kita ketemu terus" bantah Nilam.
Aku menganggkat bahu, tanda tak peduli.
Jam istirahat sebentar lagi selesai, aku dan Nilam pergi ke kantin untuk membeli minuman dan makanan ringan.
"Rain, tunggu!" Kak Indra memanggil dari belakang.
"Iya" aku menoleh dan berhenti sejenak.
"Aku duluan ke kelas, ya, Rain" Nilam pamit.
Aku hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Syukurlah, dia peka apa yang aku inginkan. Kak Indra berjalan menuju arahku.
"Buru-buru, gak?"
"Enggak, kenapa, kak?"
"Nanti malem aku boleh ke rumah kamu gak?"
Huwah, dia mau ke rumah. Gimana ini. Apa yang harus aku jawab?
"Ada perlu apa, ya?" jawabku berusaha tenang.
"Gak, mau main aja. Boleh gak?" dia bertanya lagi
"Boleh" jawabku malu. Kupastikan dia menyadari nada bicaraku tak bisa ku kontrol lagi, mungkin kelewat seneng. Dan dia pasti melihat wajahku memerah saat itu.
"Kalo gitu, nanti aku ke rumah, ya" dan ku jawab dengan anggukan. Lalu aku membalikan badan dan menyusul Nilam yang tak terlalu jauh disana. Aku berlari kecil. Bodoh! Itu membuat salah tingkahku semakin nyata.
"Lam, tunggu" aku berusaha menyejajarkan langkah dengannya.
"Ngapain tadi?"
"Gak, mau tau aja. Ntar kapan-kapan aku ceritain"
Nilam mengangkat bahu. Sepertinya dia juga gak terlalu tertarik. Dan kembali menyusuri koridor menuju kelas. Aku ingat, sekarang ada kelas Fisika. Dan aku belum mengerjakan tugas minggu kemarin. Nilam yang sangat peka dengan keadaan memberikan buku tugasnya sebelum pak Iwan –guru Fisika- datang. Terimakasih Nilam.
***
Sekarang sudah jam 7 malam. Aku memakai dres berwarna coklat dan bando yang senada juga. Aku tahu, penampilanku terlalu berbeda malam ini. Tapi, kak Indra mau datang. Jadi aku harus dandan. Dia gak nyuruh dandan sih, tapi aku ingin terlihat berbeda.
Diluar sana terdengar suara motor yang mulai aku hafal. Suara motor kak Indra. Dia sudah datang. Terdengar percakapan kecil di depan rumah sana.
"Selamat pacaran" tiba-tiba Ardi masuk dan ngeloyor sambil membawa 2 dus martabak. Bisa ku pastikan itu dari kak Indra. Dan benar kak Indra sudah ada di teras depan sekarang.
"Eh, kak, silakan masuk"
Kak Indra tampak agak canggung dan kemudian duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Tak lama, Ibuku datang untuk menemui tamu spesialku.
"Nak Indra, maaf ya, jadi ngerepotin. Bawain Ardi makanan segala" ibu terlihat senang padahal saat itu, bukan gak enak.
"Gak apa bu, sekalian mampir" aja tadi.
"Rain, masa tamunya gak dibikinin minum. Bikinin dulu, gih!" Astaga. Untung ibu ingetin, hampir aku lupa nawarin minum. Langsung aku pergi ke dapur menyiapkan teh dan kue seadanya. Disana ternyata ada Ardi yang melahap martabak kesukaannya.
"Kak, bilangin sama pacar kakak, sering-sering aja dia kesini bawa makanan" godanya sambil menyuapkan martabak manis ke mulutnya.
"Dia bukan, pacar kakak" jawabku. Padahal, dalam hatiaku ingin sekali dia jadi pacarku dan sering datang kesini. Gak apa biar gak bawa martabak, asal datang kesini aja udah seneng.
Aku segera menuju ruang tamu untuk mengantar minum dan kue seadanya. Terdengar suara kak Indra tertawa dengan Ibu. Entah apa yang mereka bicarakan.
"Sttttt, orangnya dateng" Ibu setengah berbisik ketika aku sampai di ruang tamu dan menata gelas juga kue diatas meja.
"Lagi pada ngomongin aku, ya" tanyaku penuh selidik.
Ibu dan kak Indra hanya tertawa ditahan. Setelah itu, Ibu pamit kembali keruang tengah untuk menonton acara teve kegemarannya.
"Diluar aja, ya" kak Indra memohon.
"Eh, kenapa?" aku terlihat kikuk sepertinya.
"Pengen diluar aja, sambil lihat bintang. Langitnya lagi cerah" jelasnya.
Aku hanya mengangguk dan mengikuti kak Indra dari belakang. Kita duduk dibawah pohon cempaka yang kebetulan sedang berbunga saat itu. Wangi. Ditambah, pemandangan langit yang begitu indah dengan taburan bintang-bintang menambah suasana romantis saat itu.
"Gimana, enak gak sekolah di SMA Kartini?" tanyanta tiba-tiba.
"Enak, apalagi sekolahnya bagus" jawabku.
"Tau gak, kak. Di SMA Kartini itu aku bisa dapet temen banyak, aku juga udah punya sahabat. Namanya Nilam" aku tiba-tiba nyerocos, padahal kak Indra gak nanya sejauh itu. Untungnya dia terlihat menyimak dan tak begitu merasa terganggu dengan ceritaku.
"Nilam yang waktu tadi kamu kenalin" tanyanya memastikan.
Aku mengangguk mantap.
"Tau gak, dia itu pinter banget. Aku juga baru tahu dia juara olimpiade Fisika tingkat provinsi waktu dia di SMP" aku semakin bersemangat menceritakan Nilam.
"Oh, ya. Kamu sendiri gimana?" tanya kak Indra sambil mencubit hidungku.
OMG, dia mencubit hidungku. Seorang kak Indra mencubit hidungku.
"Jangan ngeledek, ya. Waktu SMP nilai Fisika aku jeblok banget" aku jujur.
"Jadi, kamu unggul di bidang apa?" tanyanya.
Aku bingung.
"Memasak" jawabku sekenanya.
"Wah, iya. Boleh dong kapan-kapan aku cobain masakan kamu" pintanya sepertimemohon dengan sangat.
"Iya, boleh.mau dimasakin apa?" saat itu nada bicaraku sseperti menantang.
"Apa aja, asal dibuat dengan cinta" jawabnya malu-malu.
Yap,aku seperti tersambar aliran listrik 75000 volt saat itu. Kaget. Seneng. Bingung jadi satu. Persaan apa ya itu. Yang pasti aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya bisa memandang wajah tampan di depanku dengan senyuman yang semanis mungkin yang bisa kubuat.
Malam semakin larut. Bintang di langit masih tetap memancarkan sinarnya. Kau tahu mereka seolah menjadi saksi dari semua cerita yang kucurahkan tadi.
"Udah malem. Kakak pulang dulu, ya" dia pamit.
Hah?! Pulang? Dia belom nembak aku.
"Oh, iya" jawabku. Tapi lebih seperti nada pertanyaan.
Kak Indra berdiri sambil membersihkan celananya yang kurasa kotor. Kita tadi memang duduk dibawah pohon tanpa alas. Hanya beberapa rumput liar yang menjadi alas duduk kami saat itu.
Kemudin dia melangkah menuju motornya. Dia memarkir motornya di disamping kolam yang ada di halaman. Dia pamit, dan mulai menghidupkan motornya.
"Pulang dulu ya" dia pamit lagi.
"Nanti kesini lagi, ya" teriak Ardi dari depan pintu.
Astaga. Anak itu. Bikin malu aja.
Kak Indra menoleh dan mengacungkan jempol tanda setuju.
Kak Indra mulai melajukan motornyadengan kecepatan sedang. Saat sudah tak lagi kulihat motornya. Aku berbalik dan ingin aku menghajar anak yang gak tau malu itu, Ardi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rain dan Hujan
Teen FictionNamaku Rain. Aku suka hujan hingga suatu saat aku membencinya, mungkin.