Seorang gadis keluar dari ruangan berwarna serba putih. Ia berjalan kearah kantin, karena sekarang sedang jamnya istirahat. Sebenarnya ia terbiasa bawa bekal kekantor, hanya saja, tadi ia tidak sempat memasak karena terlambat bangun dari biasanya ia bangun.
Ia sudah terbiasa hidup sehat sebagai mana pekerjaannya. Yap, ia adalah seorang dokter, dokter anak lebih tepatnya. Dia mengambil dokter anak karena dia memang suka dengan anak-anak.
Dia bekerja sebagai dokter sudah 2 tahun setelah kelulusannya dari bangku perkuliahan. Namun, keahliannya sudah tidak diragukan lagi. Banyak orangtua yang suka dengan cara kerjanya. Bahkan tidak jarang juga orangtua ingin anaknya dirawat olehnya, padahal masih ada dokter anak yang lain yang bekerja di Rumah Sakit yang sama tempat ia bekerja.
Lain dari itu juga, ia mudah berbaur dengan anak-anak sehingga ia dengan mudah mengobati anak-anak tersebut.
"Dokter?!" panggil Fio, sahabat Anya yang juga bekerja sebagai dokter. Hanya saja, mereka berbeda bidang. Kalau Anya dibidang anak-anak maka lain halnya dengan Fio yang berprofesi sebagai dokter spesialis. Lebih tepatnya dokter spesial kesehatan gigi dan mulut.
Mereka berteman sudah lama. Bahkan mereka menganggap satu sama lain adalah saudara. Mereka ibarat saudara kembar yang tak bisa dipisahkan.
Namun karena pekerjaan mereka yang sebagai dokter, mereka jadi jarang bareng-bareng lagi. Walaupun mereka satu rumah, itu tidak membuat mereka bisa seperti dulu. Karena kalau mereka pulang itu sudah larut malam, dan mereka kelelahan. Akibatnya mereka langsung tertidur dikamar mereka masing-masing.
Mereka hanya menghabiskan waktu mereka disaat weekend. Itu pun terkadang terganggu juga, karena adanya panggilan pekerjaan yang mengharuskan mereka jalani.
Dan Fio sama seperti Anya. Sama-sama dokter favorit di Rumah Sakit tempat mereka bekerja.
"Iya?!." jawab Anya dengan menaikkan alisnya.
"Dokter mau kekantin yah?." tanya Fio.
"Iya, kenapa dok?." tanya Anya balik.
Mereka memang memanggil diri mereka dokter kalau lagi di Rumah Sakit. Katanya sebagai ke-profesional-lan aja.
"Gak apa-apa dok. Saya juga mau kekantin, gimana kalau bareng aja dok?!." usul Fio.
"Ya sudah gak apa-apa dok. Saya juga kesepian kalau makan sendirian." jawabnya sambil tersenyum tapi seperti tertawa.
Setelahnya Anya dan Fio berjalan beriringan menuju kantin yang ada di Rumah Sakit, karena perut mereka sudah protes untuk segera diisi.
Mereka tiba dikantin dan langsung memesan makanan. Mereka makan dengan sesekali bercengkrama. Namun, tetap tidak mengganggu makan mereka.
Selesai makan, mereka langsung kembali kepekerjaan mereka masing-masing.
*****
Malam yang gelap sudah datang. Anya tidak menyadarinya, karena ia terlalu fokus dengan pekerjaannya.
Dia melirik pergelangan tangan kirinya. Melihat waktu sudah jam berapa. Dan ia menghela nafas kala melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul 9 kurang lebih malam.
Bergegas merapikan segala peralatan kerjanya, dan mengambil tasnya keluar dari ruangan kerjanya. Wajahnya terlihat gurat kelelahan.
Tapi sebelum pulang, dia terlebih dahulu menelfon sahabatnya Fio. Agar mereka pulang bersama-sama. Kebetulan Ara tidak membawa kendaraan karena mobil nya lagi di service dibengkel.
Panggilan ketiga, telfon itu sudah tersambung ke Fio.
"Halo." sapa Anya dengan raut lelahnya.
"Iya?!."
"Kamu udah siap belum? Pulang yuk."
"Bentar yah, Nya."
"5 menit. Tidak lebih. Aku nunggu di lobby." ucapnya tak terbantahkan.
"Iya iya." selesai mengucapkan itu, Anya langsung mematikan telfon sepihak tanpa membalas perkataan sahabatnya itu.
Anya memilih memainkan ponselnya guna menghilangkan rasa lelah nya sambil menunggu sahabatnya itu.
5 menit berlalu, namun yang ditunggu tidak datang. Anya mencoba bersabar menunggu lagi.
Dan 10 menit juga sudah berlalu, Anya sudah mulai kesal dengan sahabatnya itu. Dia sudah kelelahan dan ingin tidur. Tapi yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang juga.
Baru saja dia akan menelfon Fio, tapi yang ingin ditelfon sudah ada didepan matanya berdiri dengan senyum tanpa dosa.
Dan baru saja juga Anya akan mengomel tapi langsung dipotong oleh Fio.
"Sudah, mending kita langsung pulang yuk." ajaknya dengan senyuman nya. Yang dibalas dengusan oleh Anya.
'Huh, untung aja sahabat. Kalau tidak, mungkin nih anak udah aku golok.' dengusnya.
*****
Sebelumnya maaf kan aku atas kelabilanku 😲, aku gatau lagi udah berapa kali aku revisi ini, unpub - publish unpub - publish. Aku selalu merasa kurang atau gak pas gitu isinya 😦 kadang juga otak mumet, gatau gimana harus ngelanjutin nya lagi, tiba-tiba blank aja gitu 😢 pengen diseriusin, tapi gak bisa bisa terus, ntah gatau kenapa.
But, intinya sebisa mungkin aku gak akan ngerevisi ini lagi sampe ceritanya betul-betul kelar. Dan aku juga bakal ngebaca ulang sebelum di publish, biar yang baca juga gak sakit mata.
Oh yah satu lagi, buat nama pemainnya tetap yg awal. Gatau kenapa udah nyaman aja sama yg awal walau udah aku coba berulang kali pake yg baru.
Dan buat alur ceritanya, aku memang sengaja buat bertele-tele dulu diawal, konflik nya nanti akan muncul di pertengahan atau pun diakhir. Pokoknya awalnya memang enggak enak buat dibaca lah 😅😂tapi gak menutup kemungkinan alur bisa berubah 😄 tergantung otakku yg gimana, soalnya rada sedikit heng otakku 😂 maklumin aja 😂 kebanyakan ngejomblo ginilah 😬 jadi feelnya sedikit kurang dapat 😲 udah gitu aja 😊 maaf curhat 😬😂
And last, don't forget to give vomment and share for this story. Thanks for reading 😘😊
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire Bastard
RomanceSebagai manusia, terkadang kita berharap hidup sesuai apa yang kita inginkan, kita harapkan, dan wujudkan. Tapi apa yang selalu ada dipikiran kita tidak selalu berpihak kepada kita. Hidup punya jalan ceritanya sendiri yang memang mungkin bisa kita u...