Part 9 : Salahkah Jika Dia Dianggap Wanita?

32 6 0
                                    


Setelah peristiwa paling ga jelas terjadi dalam hidup kami berenam, akhirnya kami berkumpul di ruangan itu.

Luis nampak sedikit emosi mengetahui rahasianya sedikit terbongkar oleh kami. Mau tak mau Luis menyuruh kami berkumpul di tengah apartemenya dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi padanya.

Dia menceritakan tentang ayahnya, seorang keturunan bangsawan yang menikahi empat orang wanita. Dia adalah sebelas bersaudara dan dia anak ke tujuh. Ibunya merupakan istri ketiga ayahnya.

Namun, perebutan ahli waris kerap terjadi tatkala setiap istri mempunyai seorang anak lelaki.

Sedangkan, ibu Luis sendiri menikahi ayahnya karena cinta dan bukan haus akan kekuasaan. Dan dengan sebuah ide konyol, menjadikan Luis sebagai anak perempuan dari kecil. Ayahnya setuju mengenai hal itu, dan dia ikut menganggap Putra keempatnya itu sebagai Putrinya.

Dengan begitu, Luis kecil tak pernah di ganggu oleh saudara-saudaranya. Dia hidup bak putri raja, tak perlu saling bersaing memperebutkan tahta.

Namun tak sampai di situ, rupanya hal itu berlangsung hingga Luis dewasa, mungkin itulah alasan kenapa rambut Luis bahkan lebih indah dari rambutku.

Luis yang sebenarnya merasa malu dengan apa yang di lakukan ibunya, dia ingin menunjukkan bahwa dia sebenarnya laki-laki. Dia berencana mendapatkan seorang calon istri untuk membuktikannya pada Ibu dan Ayahnya.

Bahkan sampai sekarang Ibu dan Ayahnya tetap menganggapnya sebagai putri mereka. Semua boneka, hiasan kamar dan lain sebagainya adalah desain Ibunya.

"Mohon maaf nona Luise, Ibu anda mengirimkan boneka lagi di depan lorong," sebuah suara menggema di ruangan itu.

"Itu pelayanku, Wimbli..." Kata Luis sambil memegangi wajahnya.

Kami berempat menahan tawa tatkala mendengar cerita konyol itu. Ternyata ada hal lucu terjadi pada pria yang menurutku sedingin es ini.

"Biarkan saja bonekanya di luar, ambilkan kami minuman dan camilan," perintah Luis.

Seorang pria terlihat keluar dari dapur, membawa satu teko the dan beberapa kotak kue kering, kami semua terkejut karena ketika kami masuk tak terlihat seorang pun di ruangan ini.

"Panggil aku tuan... Wimbli, kau tak lihat teman-temanku ada disini," Cetus Luis.

"Maaf tuan, tapi Nyonya menyuruh saya memanggil anda begitu," jawab pria yang terlihat tua, rambutnya nampak rapi berwarna hampir seluruhnya putih, pakaian pelayan hitam lengkap dengan dasi merah menyembul di dadanya. Serta kumis yang menutup seluruh bibir atasnya.

"Itu kan jika ada Ibu," rengek Luis.

Akhirnya setelah perdebatan itu kami berempat tertawa, Aku, Hana, Doni, dan Hendra.

"Kau konyol juga yah," ucap Hendra yang tertawa, setelah seharian ini nampak terdiam.

"Jadi kalian kesini Cuma mau menertawaiku," dia nampak cemberut, wajahnya yang terlihat serius sedikit berubah, seakan tembok besar yang selalu menghalangi kami dengannya hancur.

Kami memberitahu alasan kami menjenguknya, dia mengatakan akan mulai masuk sekolah esok hari. Dia beralasan terkena kecelakaan sewaktu pulang sekolah, aku pun tak menyalahkannya mengingat kecelakaan itu di sebabkan Hendra.

Bukan tuk manusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang