Part 3 : Apakah salah jika aku tak menyangkanya?

47 9 0
                                    

"Aku juga mau pesan itu," Suara itu berada tepat di belakang kepalaku, berdesir tipis diantara daun telingaku.

Sejak kapan dia disini, duduk berjongkok di belakang kami. Wajahnya sayu seolah mengatakan aku tak pernah ingin hidup.

"Nis, Dia juga bukan manusia," Hendra seolah tak mempedulikannya dia berkata padaku sambil menyantap mie ayam pesananya.

"Ijinkan aku memesannya juga Bala," Rengek pria yang tampangnya mayan keren walau wajahnya lempeng, mengingatkanku pada anak kucing yang di telantarkan majikannya di sebuah kotak kardus bertuliskan adopsi saya.

Bentar, aku melewatkan perkataan Hendra, wajah polos pria di belakangku ini hampir membuatku tak konsen sama sekali. Tadi Hendra bilang dia juga bukan manusia.

"Kau siapa?" Aku memberanikan diri bertanya.

"Ah... kenalin, aku sahabat Bala namaku Wira," nama yang berbanding terbalik dengan tampangnya, namanya nampak gagah.

"Dan aku bukan manusia loh," Dia berkata seolah kata-kata itu meluncur halus tanpa harus di risaukan.

Aku terdiam, setelah hampir tak kuasa mengunyah suapan mie di mulutku hingga aku berhasil menelannya.

"Dia Maung, manusia harimau," tanpa kusadari Hendra telah menghabiskan hidangannya.

"Salam kenal," Wira menjulurkan tangannya aku berniat membalasnya sambil tersenyum, namun alangkah kagetnya diriku setelah tau dia menjulurkan tangannya untuk meraih mangkuk mie pesananku.

"Maaf yah aku ambil, lagian Bala juga kan yang bayar," wajahnya yang innocent telah membutakan kenyataan. Ternyata nih anak ngeselin juga, batinku.

"Mengenai apa yang dikatakan vampir tadi," Hendra berdiri mengusap mulutnya menggunakan tisu kemudian membalikkan badan.

"Kita bahas di kelas," dia bergegas berjalan keluar kantin.

Aku mengikutinya dan mengabaikan makhluk yang dengan asyiknya makan sambil berjongkok di belakang kursiku tadi.

. . .

Setelah berada di lorong kelas kepalaku terasa penuh, vampir... manusia harimau... wanara. Seluruh situasi ini terlalu cepat menurutku.

Kami berjalan cukup cepat namun sebelum aku masuk ke kelas ternyata Wira sudah berada di belakang kami. Kupikir pergerakan yang cepat ini salah satu kemampuan manusia harimau.

"Baiklah jadi begini situasi sebenarnya," Hendra kelihatan serius, kami duduk berseberangan di antara meja dia dan kursiku yang aku posisikan berbalik.

Wira menarik kursi lain, dan tanpa aku sadari dia sudah menjadi bagian kelompok dadakan ini.

"Tanpa basa basi aku akan menjelaskannya, apa kau sadar selama ini dirimu itu spesial," Kata hendra sambil menunjukku.

"Spesial gimana? Aku gapake telur kok," candaku.

Namun Hendra tak menyingkirkan wajah seriusnya, tatapanya seolah mengatakan berhentilah bercanda. Jadi aku pikir ini hal yang benar-benar penting.

"Darah ratu siluman mengalir di tubuhmu," Kata Hendra.

Aku terdiam, tak mampu berkata apapun mengenai hal ini. Aku hanya menganggap selama ini aku gadis normal dan hidup biasa saja.

"Dan mungkin, tak cuma vampir yang akan mengincarmu, mungkin siluman lain akan ikut campur tangan," Lanjutnya.

Astaga, batinku berteriak. Tak mampu lagi aku membayangkan hari-hari damai menonton anime romansa di benakku.

Kata-kata Hendra menampar keras diriku bahwa aku akan kembali ke kenyataan, bahkan kenyataan yang mungkin akan merubah seluruh hidupku.

"Memangnya apa yang mereka inginkan dariku," tanyaku ragu.

"Yah kau tau, menikahi ratu menjadi raja bla...bla...bla... semacam itu." Hendra berbicara dengan santainya, mengingat yang mengalami hal ini bukan dirinya.

"Dan aku disini bukan tanpa alasan, kakekku menyuruhku untuk tinggal sendirian agar bisa mengawasimu," Dia mengatakan hal yang membuatku berubah pikiran ternyata Hendra juga akan ikut ambil bagian dalam masalah ini.

"Kami bangsa wanara adalah bangsa yang paling dekat dengan dewa, kami di beri kekuatan untuk bisa melihat atau mengidentifikasi siluman lain. Wanara memiliki bentuk siluman monyet dan beberapa leluhurku cukup terkenal, sun wukong, hanuman dan lain-lain," Hendra nampak bangga dengan dirinya, dia tersenyum sambil membusungkan dada.

"Dan sampai saat ini bangsa Wanara mulai berkurang, mungkin hanya tersisa beberapa di dunia," Wajahnya yang tadi bangga sedikit meredup.

"Gara-gara mereka...cih," Kudengar Hendra menggumamkan sesuatu seraya memalingkan wajahnya ke arah jendela.

Hingga beberapa saat suasana menjadi hening, hanya tatapan bodoh si maung yang sedang asyik berjongkok di kursi sambil memperhatikan semut berjalan di meja.

"Eh maaf aku sedikit melamun," Hendra kembali menoleh ke arahku, memotong lamunannya dan kembali bercerita.

"Kami hidup selalu mengabdi pada satu tuan, tahu cerita sun wukong yang menjadi murid biksu tong atau Subali yang menjadi sahabat Rama?, jalan hidup itulah yang kami pegang sampai saat ini,"

"Berarti tuanmu saat ini... diriku dong?", ujarku tak kalah bangga seperti Hendra tadi.

Hendra terdiam, wajahnya nampak malu-malu mengakui aku adalah tuannya. Lalu dengan menahan rasa malunya itu dia membuka sedikit bibirnya.

"Yah bisa dibilang seperti itu," ekspresi yang sama sekali tak terfikirkan bisa di buat oleh anak yang di kenal berandalan sekolah, nampak imut sekali saat dia merasa tersipu.

"Lalu makhluk sebelah kita ini?" dengan tujuan merubah arah pembicaraan aku menunjuk Wira.

"Sebenarnya para manusia harimau adalah makhluk yang bebas berkeliaran dimanapun, mereka akan tertarik dengan adanya aktifitas magis dan kurasa disini aktifitas magisnya terasa lebih besar di banding tempat lain," jelas Hendra.

Wira yang saat itu di bicarakan tak memberikan ekspresi apapun, wajahnya benar-benar nampak tak bersalah, namun karena sikapnya entah kenapa ingin sekali aku mencakar wajahnya yang dilihat bagaimanapun tetap saja nampak rupawan.

"Untung ganteng, kalo ga udh aku cabik2 itu muka tak berdosamu," umpatku dalam hati.

Dan sekali lagi aku berpikir mungkin karena darah siluman yang aku miliki membuat banyak siluman tertarik padaku, tak terkecuali manusia harimau yang nampak bodoh di sebelahku ini. Jika dibiarkan aku mulai cemas dengan masa depanku, walau sebenarnya tanpa masalah ini masa depanku tetap terlihat suram karena hobi anehku.

. . .

Sepulang sekolah akhirnya untuk kali pertama sejak 5 tahun kami bersama aku bisa pulang bareng sama Hendra. Dia berkata lebih aman bersamanya dan dia memang nampak tak bisa di andalkan, namun perlahan aku sadari mungkin dia benar-benar mampu melindungiku.

Bukan tuk manusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang