AUTHOR POV - JULI 2017
Seminggu sudah berlalu semenjak keempat remaja itu terdaftar di Yogyakarta Hospice sebagai pasien yang bersiap menunggu ajal menjemput nyawa mereka.
Drady dan Furqon sudah seperti sahabat yang kenal sejak lama rasanya.
Mungkin, karena mereka kini sama-sama tinggal menghitung hari, menunggu kapan nafas mereka terakhir kali akan berhembus. Jadi, di sisa-sisa akhir hayat mereka, mereka bisa saling memberikan kekuatan.
Begitu juga dengan Rara yang ditempatkan satu kamar dengan Yasmin.
Walaupun dua hari pertama mereka sama-sama diam karena sama-sama merasa canggung memulai percakapan, namun setelah seminggu bersama, mereka mulai bisa saling berkomunikasi dengan cukup baik.
Sabtu pagi itu, matahari bersinar sangat terik.
"Huft... Kenapa kita harus masuk ke hospice ini pas lagi musim panas?" sahut Furqon pagi itu ketika ia sedang berjalan-jalan di taman hospice bersama Drady.
"Kenapa emangnya?" tanya Drady.
"Aku tuh sering lihat di drama-drama, mereka berada di rumah sakit waktu musim salju, jadi mereka bisa sambil bermain salju di taman rumah sakit sambil menghabiskan waktu mereka. Bukankah itu akan menyenangkan?" sahut Furqon.
"Ini kan di Indonesia, mana ada salju? Tapi, benar juga katamu.. Coba kalau kita ada di hospice ini ketika musim hujan, mungkin akan sedikit menyenangkan karena udaranya akan sejuk.. Di udara sepanas ini, aku ngerasa semakin gampang kelelahan dan menjadi sangat tidak produktif.." sahut Drady.
"Itu maksudku! Udara panas begini membuat kepalaku semakin sakit rasanya kalau nyeriku sedang kambuh.." sahut Furqon.
Ketika Drady sedang berjalan-jalan sambil mengobrol dengan Furqon, tatapan Drady tiba-tiba mengarah ke sebuah sosok di lantai tiga.
Dari taman itu, Drady bisa melihat jelas ke arah jendela kaca besar di lantai tiga. Dan sosok itu tengah berdiri tepat di depan jendela kaca itu, tengah menatap ke arah taman dengan tatapan kosong.
Rambut panjang hitam milik wanita itu terlihat berkilauan terkena sinar matahari.
Dan wajah cantik wanita itu terlihat sangat jelas di mata Drady.
"Widihhhh.... Apakah itu dewi kematian? Kenapa wanita secantik itu ada disini?" gumam Drady.
Drady bisa melihat dengan jelas, pakaian yang dikenakan wanita itu adalah pakaian yang sama dengan pakaian yang dipakainya.
"Dia.. Pasien juga disini?" gumam Drady lagi.
Tiba-tiba saja.
TUK!
Sebuah jari telunjuk mengetuk pelan kening Drady.
"Ouch!" Drady terkejut.
"Kamu sedang melihat apa sampai pertanyaanku ga kamu dengerin?" tanya Furqon sambil menatap ke arah wanita di lantai tiga itu.
"Hah? Kamu bertanya padaku?" Drady menatap Furqon.
"Tiga kali aku bertanya, dan kamu bukannya menjawab justru asik terpaku ke atas sana." sahut Furqon.
"Ahhhh.. Maaf, hehehe.." sahut Drady sambil tersenyum kecil.
"Kamu.. Terpukau dengan wanita berambut hitam panjang itu?" tanya Furqon.
"Ga kok!" Drady berbohong. Ia merasa malu karena ketahuan oleh Furqon ketika ia tengah asik menatap wanita cantik itu.
"Dia sepertiku kalau aku tidak salah dengar." sahut Furqon.
YOU ARE READING
Cinta Terakhir Di Yogyakarta
Dla nastolatkówYogyakarta Hospice, tempat dimana cinta terakhir berkembang diantara Drady, Rara, Furqon, dan Yasmin, ketika ajal dalam perjalanannya menjemput nyawa keempat remaja itu.