2. Pria Brengsek itu..

76 5 2
                                    


Suara ponselku yang berdering nyaring sungguh menganggu tidurku saat ini. Aku memilih untuk mengabaikannya saja, namun ponselku terus saja berderring seolah tidak rela aku tidur dengan nyaman. Dengan malas-malasan aku meraih ponselku dan menjawab panggilan tersebut.

"Sial kepala gue sakit!"

"Kei.. Lo dimana sih? Masih hidup kan?" Nick berteriak-teriak diujung telepon sana.

"Heh mulut lo," hardiku kesal."Ganggu orang tidur aja."

"Tidur pala lo peak! Lo ingat nggak sih kita ada meeting dengan klien jam 8?"

"Hah?"

Demi apapun aku lupa kalau pagi ini ada meeting dengan klien. Aku melirik jam diatas nakas yang menunjukan jam setengah delapan. Mati aku!

"Nggak usah Hah Hi Hah hi! Buruan lo siap-siap sana! Gue nggak mahu tahu dalam lima belas menit lo udah harus disini."

Gila kali lima belas menit aku udah nyampe sana. Cewek bisa dandan dalam waktu dua puluh menit itu aja sudah luar biasa, namun dari pada panjang urusanya dengan Nick. Mending aku iya-in aja dulu.

"Iya. Mana tahu ntar gue telat. Lo ulur waktu sama tuh klien ya. Kedip-kedip manjah aja mbaknya." kataku mencoba merayu Nick.

"BURUAN KEIRA!"

Setelah menutup telepon dari Nick. Aku langsung bersip-siap. Memilih dengan asal pakaian dalam lemari dan memoles makeup seadanya. Bodoh amat! Nanti habis meeting aku touch up lagi di mobil Nick sebelum ke kantor.

Jam delapan lebih lima belas menit aku tiba di kantor klien salah satu produk ponsel. Tadi kata Nick meetingnya di lantai lima. Langsung saja aku masuk ke dalam lift. Untung lift ini tidak ada orang jadi aku bisa membenarkan penampilaan dan dandananku lewat kaca lift. Sebenarnya aku tidak terlalu pandai memadupadakan pakaian. Aku tipikal orang yang memakai apa saja asalkan aku nyaman memakainya. Nick pernah bilang padaku karena memang dasarnya aku cantik jadi pakai apa saja aku tetap cantik asalkan aku percaya diri memakainya. Entah Nick tulus mengatakanya atau hanya sekedar membuat hatiku senang tetapi tetap saja aku selalu percaya ucapannya itu hingga saat ini.

Ting!

Lift tiba dilantai lima. Aku langsung berjalan terburu-buru menuju ruang meeting. Dengan nafas tersengal-sengal akhirnya aku tiba di ruangan. Aku bisa melihat tatapan Nick yang ingin menelanku hidup-hidup.. Setelah meminta maaf dan berbasa-basi sebentar akhirnya kamipun memulai rapatnya.

Hari sudah menunjukan pukul 10 lewat saat aku dan Nick keluar dari ruang meeting yang cukup alot dan memakan waktu hampir dua jam untuk mencapai kesepakatan dengan klien yang super ribet itu. Menghadapi klien yang banyak mau seperti ini memang menguji kesabaran. Untung saja tadi aku masih bisa menahan sumpah serapahku kepada klien yang keras kepala itu.

"Lo kebiasan ya.." akhirnya Nick mengeluarkan segala macam unek-uneknya saat kami berada di mobil Nick dalam perjalanan menuju ke kantor."Udah gue bilangin jangan mabok kalo besoknya lo ada meeting."

"Sorry gue khilaf semalam. Suntuk banget gue habisnya!" jawabku sambil memoles lipstik merahku. Aku tidak mau terlihat pucat ketika tiba dikantor nanti.

"Untung gue tadi bisa alihin itu klien."

"Gue tahu lo bisa diandalkan kok Nick." kataku kalem.

"Lo nggak bisa selamanya andalin gue Kei.."

"Iya gue tahu. Ya.. Maaf."

Nick memandang lurus ke arah depan. Tangannya menggenggam stir dengan keras seolah menahan emosi dalam dirinya."Sampai kapan sih Kei?" lirihnya dengan nada dalam.

***

Saat kami menginjakan kaki di gedung kantor, tidak seperti biasanya, hari ini suasana kantor terlihat lengang dan sepi.

"Sepi amat. Kayak kuburan." Komentar Nick.

"Yang lain pada kemana?" Aku bertanya kepada Dinda yang kebetulan lewat. Dinda merupakan staf administrasi di kantor ini.

"Lagi pada rapat mbak," jawab Dinda.

"Rapat mendadak?" Tanyaku heran. "Ada apa?"

"Itu loh mbak, bos baru yang gantiin Pak Bambang tadi datang-datang langsung nyuruh semua karyawan ngumpul di ruang rapat utama."

"Semua karyawaan. Ruang rapat utama. Kok perasaan gue mendadak nggak enak ya Kei?"

Aku memutar bola mataku mendengar kelebayan Nick.

"Bukannya dua hari lagi ya dia masuk kantor ini?" tanyaku penasaran.

Dinda mengedikan bahu."Tapi dengar-dengar dari gosip anak kantor nih ya mbak. Si bos baru ini masih muda, ganteng, hawt dan masih available lagi." Ucap Dinda cekikikan.

"Gue juga masih muda, ganteng, dan masih available juga kok Din.." balas Nick tidak penting membuat Dinda senyum malu-malu.

"Ganteng dari hongkong. Tampang bikin enek gitu." Cibirku sadis.

Nick menepuk dadanya pura-pura terluka dengan ucapan ku."Mulut lo ya Kei. Jahat banget!"

"Memang!" Jawabku singkat padat dan nyelekit. Berhasil membuat Nick manyun-manyun nggak jelas.

Kami bertiga beriringan menuju lift untuk ke lantai tiga. Langsung ke ruang rapat utama. Di dalam ruangan sudah penuh dengan karyawan dari berbagai divisi yang sudah duduk manis di kursinya masing-masing. Sepertinya rapat akan segera dimulai. Aku celingungakan mencari anak-anak dari divisiku, divisi kreatif. Tanpa-aba-aba Nick menarik tanganku dan menggiringku ke barisan nomor dua dari depan tempat dimana anak-anak divisi kreatif berada.

Entah perasaanku saja, aku merasa semua orang di ruangan ini menatap ke arah ku. Mungkin karena aku cantik atau mungkin karena kami yang datang terlambat. Sungguh! Aku tidak peduli. Aku sudah biasa menjadi pusat perhatian begini. Lalu saat aku sudah tiba di kursiku. Entah dorongan dari mana, tanpa sadar aku menoleh ke arah depan. Mataku lurus menatap kursi yang biasa diduduki Pak Bambang saat kami rapat di ruangan ini. Tetapi bukan Pak Bambang yang duduk di sana.

Tristan?!

Dia! Orang itu ada disana. Aku tidak salah lihatkan? Tapi mataku tidak minus atau karena efek alkohol semalam masih terasa? Aku bersumpah tidak akan pernah minum-minum kalau besoknya ada rapat seperti ini. Ah, kurasa aku mulai gila siang-siang begini membayangkan pria yang bahkan sudah delapan tahun ini tidak pernah aku tahu kabarnya.

"Kei.." Aku merasa Nick menyikutku."cepetan duduk." Aku langsung tersadar dari khayalan gilaku dan tersenyum bodoh menatap Nick.

"Ehem.. Apa kita sudah bisa mulai rapatnya, nona?"

Aku yakin kali ini aku tidak sedang berkhayal. Itu suara miliknya! Suara yang masih sama seperti delapan tahun yang lalu.

Kembali aku mendongakan kepalaku menatap ke arah tadi. Kali ini aku yakin dengan penglihatanki. Dia benar-benar ada di sana, duduk dengan mata menatap tajam ke arahku dengan alis terangkat. Jantungku berdetak kencang akibat tatapannya yang mengintimidasiku. Seketika aku merasa tubuhku lemah.

"Kei.. are you okay?" Nick menggenggam tanganku.

Ucapan Nick barusan berhasil menyadarkan aku dari kebodohanku. Dengan cepat aku memperbaiki ekspresi wajahku. Duduk di kursi sebelah Nick. Aku duduk dengan posisi tubuh tegak serta menaikan dagu dengan angkuh seperti biasanya. Tidak ada seorang pun yang bisa mengintimidasi seorang Keira Andini. Termasuk pria yang duduk di depan sana. Pria yang paling aku rindukan dan aku benci dalam waktu bersamaan dan sialnya pria itu adalah bosku sekarang.

"Maaf.. Silakan Bapak lanjutkan rapat ini." Kataku dengan nada tegas dan dalam.

***

Red LipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang