3. Tristan Brengsek

52 5 1
                                    


Selama meeting berlangsung. Tristan tidak melirikku sama sekali. Mungkin dia masih dendam padaku karena kejadian delapan tahun yang lalu. Tapi tetap saja, apa-apaan dia itu. Dulu kita sama-sama brengsek. Meskipun sampai sekarang aku masih brengsek sih. Lagian itu kan dulu. Delapan tahun yang lalu. Tidak profesional sekali dia jika masih mengungkit yang dulu-dulu.

Namun sebenarnya akulah yang tidak profesional di sini. Karena di saat semua karyawan Malvin Adv makan siang bersama dalam rangka menyambut Tristan, aku malah bersembunyi di ruang divisi kreatif untuk menghidari bertemu denganya. Aku belum siap jika harus berhadapan secara langsung dengan Tristan.

Dulu saat kami masih SMA, aku dan Tristan pernah menjalin hubungan asmara namun kami putus dengan cara yang sangat tidak baik. Setelah kami lulus SMA, Tristan melanjutkan pendidikan di London

Semenjak kami putus, aku tidak pernah lagi mendengar kabar tentang dirinya. Bahkan aku pikir dia tidak akan pernah balik ke Indonesia dan kami tidak akan pernah berjumpa lagi. Namun sepertinya semesta mencoba mempermainkan takdir kami

Entah kenapa aku harus bertemu Tristan di saat-saat seperti ini? Sungguh, aku tidak pernah tahu bahwa perusahaan tempat aku bekerja saat ini merupakan salah satu anak perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Tristan. Lagian kenapa Tristan memilih jadi pemimpin Malvin Adv sih? Padahalkaan masih banyak perusahaan keluarga Tristan yang lebih besar dari pada ini.

Argh! Hidupku sudah kacau tanpa adanya dia. Aku tidak tahu apalagi yang akan terjadi jika dia ada di dekatku. Demi apapun Tristan adalah salah satu orang yang paling aku hindari hingga detik ini.

"Lo kenapa nggak ikut makan bareng yang lain?" Aku tidak sadar Nick sudah duduk di sebelahku dengan dua buah kantong plastik.

Aku tidak menghiraukan pertanyaan Nick.

"Lo sakit?" tanyanya sambil menepuk-nepuk jidatku tanpa perasaan.

"Singkirkan nggak tangan lo yang najis itu!"

Nick tergelak kecil. Tangannya meraih air mineral dingin dari dalam kantung plastik. Membuka segel dan tutupnya lalu memberikannya kepadaku. Aku menerimanya dan langsung meminum airnya hingga setengah botol. Di saat seperti ini aku memang membutuhkan air untuk menjernihkan otakku.

"Lo kenapa sih Kei? Aneh banget sejak rapat tadi?"

"Mungkin efek mabok semalam nih kayaknya" jawabku berbohong.

"Makanya kurang-kurangin deh maboknya." Kemudian dia mengulurkan kotak styrofoam berisi nasi pecal kepadaku."Nih makan biar mabok lo ilang. Lo kan belum makan dari pagi! Entar asam lambung lo kambuh lagi. Kan gue yang repot." Nick bercerocos panjang lebar.

Aku sudah pernah bilang bahwa Nick adalah satu-satunya sahabat pria yang aku miliki. Aku mengenal Nick semenjak aku kuliah di semester pertama. Nick orang yang simpel, supel dan perhatian. Dia tempatku mencurahkan seluruh peliknya permasalahan hidupku. Nick tahu semua rahasia hidupku kecuali soal Tristan.

Nicholas Admadri, jangan bayangkan tampangnya mirip Nicholas Saputra. Jauh pakai banget! Tapi Herannya sih banyak yang bilang dia manis. Huek! Aku mendadak mual jadinya. Dan masih aja ada cewek-cewek yang termakan sama gombalan mautnya dia yang demi apa receh banget. Memang sih Nick itu baik. Makanya banyak yang baper sama perhatiannya dia. Apalagi dedek-dedek gemes yang magang di kantor ini.

"Lo emang sohib gue paling baik! Gue sayang banget sama lo."ucapku sambil membentuk tanganku menyerupai bentuk hati.

"Ihh.." Nick bergidik ngeri."Gue mending dengar cacian dan hinaan lo ke gue dibanding lo muji-muji gue kayak gini. Horor tahu gak!"

Red LipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang