5. Gue benci lo

50 4 0
                                    

Kehadiran Tristan dengan segala kegilaanya di kantor membuatku benar-benar stres. Sepulang kantor, tanpa sepengetahuan Nick tentunya, aku menghubungi Sarah untuk mengajaknya ke club. Tepat jam delapan malam aku sudah meluncur menuju club dengan menggunakan taksi online. Aku malas membawa mobil karena aku tidak yakin tidak akan mabuk malam ini. Tingkat stres ku sudah mencapai stadium akhir karena si brengsek Tristan.

Sesampainya di club aku langsung memesan segelas minuman. Tora, bartender club ini yang sudah kukenal menatapku heran. Dia bilang tidak biasanya aku datang secara berturut-turut seperti ini. Karena memang paling banyak hanya sekali seminggu aku ke sini itupun kalau tidak sibuk. Saat sedang mengobrol dengan Tora, sebuah pesan dari Sarah masuk ke ponselku. Dia mengatakan bahwa dia tidak bisa menemaniku. Sarah harus ke bandung malam ini, karena adiknya sakit.

Merasa bosan, aku memilih turun ke lantai dansa. Aku mulai menari-nari dengan perasaan lepas mengikuti irama musik. Aku bisa merasakan tatapan menggoda para pria yang ada di disekitarku.

Aku terus meliukliukan badanku tanpa peduli dengan siapa orang yang menari bersamaku saat ini. Musik yang semakin berdetum membuatku semakin berani menggoyangkan pinggulku

"Kamu sexy." Orang yang menari di depanku tadi berusaha menggodaku yang kubalas dengan senyumanku yang tidak kalah menggoda.

Karena respon yang aku berikan, dia semakin berani mendekatkan tubuhnya kepadaku dan berusaha untuk merengkuh pinggulku. Namun tiba-tiba sebuah tangan menariku dengan paksa hingga membuatku berpaling kepelukan pria yang menarik tanganku tadi. Wajahku saat ini tepat di depan dadanya yang bidang. Membuatku dengan leluasa menyium aroma parfum maskulinya yang tidak asing. Seketika aku reflek mendongakan kepalaku untuk memastikan siapa pria ini.

"Tristan?"

Dia hanya menatapku dingin dengan ekspresi tidak suka.

"Hei apa-apan ini? Dia bersama gue malam ini!" ucap pria yang menari denganku tadi.

"Dia wanita saya!" ucap Tristan tegas.

Aku mendorong tubuh Tristan agar menjauh dariku."Lo apa-apaan sih?" Aku kembali menoleh ke pria itu."Enggak.. aku nggak kenal sama dia. Nggak usah dipeduliin." kataku kemudian mengajaknya kembali mulai menari lagi.

"Aku rasa kamu mulai mabuk!" Tristan kembali menarik tanganku. 

Keributan kecil yang dibuat Tristan, berhasil membuat kami menjadi tontonan orang-orang di club ini. Dan aku rasa ada di antara mereka yg merekam kejadian ini.

Dengan tanganya yang mengenggam tanganku erat Tristan menyeretku keluar dari lantai dansa menuju meja bartender.

"Lo..apaan sih?!" teriaku.

"Kamu tidak ingat kata saya kemarin jangan mabok kalau besoknya kita ada meeting."

Aku tertawa sinis. " Dengar ya Tuan Tristan Pradira Malvin yang terhormat. Di kantor lo memang bos gue. Tapi diluar jam kantor, lo bukan siapa-siapa gue!" kataku tidak peduli. Aku memberi kode kepada Tora untuk membuatkan minuman padaku.

"Jangan. Dia sudah cukup mabuk" ucap Tristan kepada Tora.

"Nggak usah peduliin dia Tor."

"Cukup Keira!"

Tora menatap kami berdua dengan wajah bingung.

"Shit!" makiku kemudian melangkah meninggalkannya.

Dia mengejarku. Menarik tanganku dan menyeretku dengan paksa keluar dari club ini. Cengkramannya di tanganku sangat kencang membuatku hampir tersandung beberapa kali.

"Lepasin.. brengsek!" aku terus memaki Tristan sampai kami tiba di parkiran club aku berusaha melepaskan diri darinya. Namun Tristan semakin mempererat cengkramannya.

Red LipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang