Dream House

17.5K 745 59
                                    

"Apa yang kamu inginkan di tahun ini?"

"Sebuah rumah."

Baratha atau yang biasa dipanggil Bara menoleh pada Drea. "Kamu mau pindah rumah lagi?"

Drea yang sejak tadi masih asyik dengan buku sketsanya, berpaling pada Bara dan tersenyum. "Nggak kok. Aku cuma ingin punya rumah--lengkap dengan kamu dan anak kita di masa depan nanti."

Bara tersenyum lalu meraih Drea ke dalam dekapannya. Senyum itu sehangat mentari sore yang menemani mereka menghabiskan Minggu sore di balkon apartemen Drea. "Kalau begitu aku tau apa yang akan kuberikan padamu saat ulang tahunmu bulan depan."

Drea langsung melonggarkan dekapan Bara. Bibirnya mengerucut dan matanya menatap Bara dengan marah. "Jangan bilang kamu mau beliin aku rumah?" tudingnya seakan tau apa yang ada di otak Bara.

Bara menggaruk kepalanya grogi. Drea memang tidak suka diberikan hadiah yang terlalu wah. "Oke, rumahnya aku bayar secara angsuran," ujarnya sambil meringis. "tapi kamu mau ya? Ya? Ya?"

Sebenarnya wajah memelas Bara adalah hal paling konyol di muka bumi ini. Namun ada hal lain yang membuatnya urung tertawa--bukan hanya sekarang, tapi juga akhir-akhir ini.

"Kamu kan tau, bulan depan aku tunangan sama Troy."

Bara langsung memalingkan wajahnya. Ia tak sanggup mendengar kenyataan pahit itu sekaligus menatap wajah terluka kekasihnya. Bara menghela napas. Mencintai itu sulit, pun dengan dicintai. Setelah lama ia berkubang akibat rasa sakit hatinya karena ditinggal pergi ayah sejak kecil dan meninggalkan sejumput ketakutan akan perasaam bernama cinta, akhirnya Bara mau mencintai dan dicintai lagi sejak bertemu dengan Drea.

Isakan itu lolos begitu saja dari bibir Drea. Dia tau, bukan hanya dirinya yang tersakiti dengan perjodohan yang sudah diatur oleh keluarganya. Bara juga sakit. Mungkin lebih sakit--mengingat bahwa Bara sangat mencintainya.

Bara akhirnya meraih Drea kembali ke dalam dekapannya. Kali ini dekapan itu terasa meremukkan, membuat seluruh sendi tubuh Drea sakit karenanya. Bukan karena Bara memeluknya teramat kencang, tapi karena Bara memeluknya sepenuh hati, sepenuh jiwanya.

Apa Tuhan memberikan perasaan berbentuk cinta pada orang yang hanya berada pada satu lingkaran?

***

Tak ada cinta yang salah. Tak ada istilahnya mencintai orang yang salah maupun mencintai di saat yang salah.

Selama ini Drea percaya, bahwa cinta akan selalu hadir pada orang dan waktu yang tepat.

Perasaan Drea pada Bara begitu tulus--sejak pertama kali Drea melihat Bara keluar dari mesjid kampus. Drea pun percaya, saat ia memalingkan wajahnya setelah bertatapan beberapa detik lamanya dengan Bara kala itu, Tuhan benar-benar mengirimkan pemilik tulang rusuk yang selama ini ada padanya.

Namun harusnya Drea sadar pada saat itu juga. Tak ada cinta yang lebih besar dibanding cinta ibu pada anaknya dan cinta Tuhan pada manusia. Harusnya ia tau, harusnya ia tidak senaif itu hingga percaya bahwa cinta selalu datang pada orang yang benar.

Drea menikmati menunggui Bara mengaji atau beribadah di mesjid. Drea menikmati ketika ia mengingatkan Bara untuk bangun sahur saat bulan Ramadhan. Drea menikmati semua waktunya bersama Bara.

Drea menikmati semua perbedaan yang ada di antara mereka. Drea menikmatinya, sungguh. Harus berapa kali ia katakan hal itu?

Ia mencintai Bara, namun, akankah mereka tetap dicintai-Nya?

***

Bara tak tau lagi harus melakukan apa. Drea makin pendiam.

Jelas, tiga hari lagi pertunangan Drea dan Troy akan diadakan bertepatan dengan ulang tahun Drea.

Dream HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang