Gerimis kecil telah berhenti sejak beberapa waktu yang lalu. Tapi Serin belum beranjak sedikit pun dari atas kasurnya. Matanya masih saja memandangi benda kotak yang terbuat dari besi di tangannya. Iya, ponselnya.
"Aaaaah, gue harus gimana ngomongnya?!" Tiba-tiba ia berteriak frustrasi sambil mengacak-acak rambutnya. Sementara ponselnya dibiarkan jatuh ke atas kasur.
"Ya ampun, mau ikut begituan aja ribet," gumamnya. "Lagian ya, kenapa pake deg-degan segala sih, Rin?! Lo cuma minta bikinin instrumen doang."
Oke, gadis itu menyerah. Ia memang tidak pandai dalam menghubungi seseorang―terlebih cowok. Ia bisa grogi setengah mati lantas menganggap kalau dirinya punya perasaan pada cowok itu―
"Tapi sebenernya enggak!"
Great, ia memang tahu itu. Tapi tetap saja jantungnya kocar-kacir tak karuan. Juga, kenapa dugaannya saat ospek dulu benar?! Cowok itu punya hobi melenceng sama sepertinya.
Sama-sama suka jejepangan.
Demi apapun Serin malu mengakuinya. Tapi entah kenapa, seumur hidupnya ia selalu bisa menduga siapa saja orang-orang yang punya kebiasaan sama dengannya plus biasanya bakal bikin hidupnya―
Semuanya enggak lagi sama, Rin.
Serin baru menyadari hal itu, ia semuanya tak akan lagi sama. Meski kebiasaannya tidak berubah, tapi yang sekarang hanya sebatas rekaan saja. Jadi ... itu tak akan berpengaruh banyak.
Semua udah berubah.
Dan suasana gaduh yang ia ciptakan seketika berubah menjadi sendu. Tepat saat itu, rintik hujan di luar jendela kembali turun.
***
Fian, sibuk gak? Kalo bisa boleh minta tolong?
Hati Serin menjerit melihat tanda ceklis satu begitu pesannya terkirim. Pada akhirnya, ia memberanikan diri untuk minta tolong pada cowok yang satu itu.
Habisnya, kalau tidak sekarang. Mana sempat ia mengikuti lomba itu. Bagaimanapun juga, ia harus ikut! Ya, Serin sudah bertekad dalam hati.
Tak kunjung berubah, Serin memilih menutup aplikasi itu. Biarlah, lagi pula ia hanya mencoba saja. Kalau nanti Fian tak menyanggupi, biar ia rekaman acapella saja. Lagi pula tidak adakewajiban untuk pakai instrumen.
Meski begitu....
Ya Tuhan, pikiran Serin tak kunjung teralihkan. Ia masih saja kepikiran. Bagaimana nanti Fian membalasnya? Bisa atau tidak? Ah, banyak sekali pertanyaan dalam benaknya.
Dan akhirnya ia kembali membuka aplikasi yang logonya tak jauh berbeda dengan logo panggilan telepon itu.
Pesannya dibalas.
Deg
"Dibales," gumam Serin tanpa sadar. Dan hal itu membuat Serin segera membuka pesan masuk dari Fian.
Isinya....
Ga sibuk sih, ada apa Sei?
Serin termangu membaca balasan itu. Ini ... apa Fian salah ketik? Atau memang dia memanggilnya pakai nama sebelah? Iya, Serin punya nama samaran yang sebenarnya gak jauh beda sama nama aslinya―Seira.
Oke, Serin tak boleh berpikir terlalu lama. Mumpung Fian sedang aktif ia harus segera membalas.
Dengan cepat gadis itu keluar aplikasi dan membuka aplikasi lainnya yang bertuliskan 'Note'. Kemudian membuka salah satu isinya yang ternyata sudah ada tulisan untuk membalas pesan dari Fian. Iya, Serin memang sudah menyiapkan itu sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Background Music
Teen Fiction*** Semua berawal dari keinginan Serin untuk mengikuti lomba sing cover di instagram. Karena tak mempunyai instrumennya, Serin nekad menghubungi Fian―mantan teman ospeknya yang kebetulan pandai bermain gitar. Tak disangka, Fian menyanggupi perminta...