BGM 2

176 31 66
                                    

Ah, mungkin aku salah
Mengapa menyembunyikannya?
Cahaya yang terpancar
Di balik wajah yang tersenyum
Membawakanku dalam kha―

(Twenty Nine Teens - Zona Semu)

Klik!

"Bisa enggak sih kalian berhenti ngeliatin gitu. Malu guenya!" Serin memekik seraya menekan tombol berhenti pada rekaman di ponselnya.

Sementara dua orang yang dimaksud oleh Serin malah bersikap seolah sedang tersedak sesuatu. Sedetik kemudian mereka tertawa, membuat Serin memasang tatapan tajam sekaligus kesal.

"Plis, lah!" ujar Serin. "Lagian cuma sebentar doang. Tega banget sih, tau suara gue pas-pasan. Ditambah digangguin kalian makin parah. Deadline-nya besok."

Serin merengut, kemudian menghapus rekaman terakhir yang ada di dalam ponselnya dengan kasar. Rasanya ingin menyerah karena sejak tadi rekamannya gagal mulu. Iya, ini rekaman yang akan ia kirim lomba sing cover itu.

Tadi malam, Fian menghubungi dan mengirimkan instrumennya. Tentu saja waktu yang mepet ini tak akan Serin sia-siakan. Ini pun terhitung cepat mengingat Fian mengirimnya begitu cepat.

"Cup, cup, udah dong ngambeknya!" ujar Regi setengah menggoda Serin. "Tadi kan udah seneng-seneng gitu meski gak jelas. Sekarang gak boleh cemberut dong."

Sayangnya mood Serin sudah anjlok. Terlebih, ini sudah rekaman yang ke sekian kalinya. Ditambah, sebelumnya ia sudah rekaman di dalam toilet. Iya, itu benar-benar terjadi. Sayangnya Serin tidak puas karena ada suara gemericik air yang mengalir.

Padahal, nanti jam 4 mereka ada kelas lagi dan sekarang Serin belum menyelesaikan ini? Ya Tuhan, ia benar-benar kehabisan akal sekarang.

Kosan milik Regi yang Serin kira akan jadi studio rekaman terbaik karena sepi malah sebaliknya. Ia lupa kalau sang pemilik kosan dan temannya yang satu lagi adalah setan utama yang menjadi pengacau segalanya.

Oke, Serin menyerah sekarang. Ia memilih untuk diam sejenak. Membiarkan tenggorokannya lebih segar dahulu dengan meminum air putih. Untungnya ia sudah makan, kalau tidak suaranya bisa lebih kacau dari saat ini.

"Lah, kok malah diem sih?" tanya Regi.

“Ngambek gue,” balas Serin.

Regi dan Laila refleks tertawa mendengar balasan dari Serin.

Di saat yang sama pula, Serin langsung mendelik, terlebih ke arah Laila. “Halah, lo juga diem-diem sama aja, Lay. Rese!”

Lagi, hanya tawa yang dapat terdengar oleh Serin. Ah, ia benar-benar menyerah sekarang. Buktinya ia sudah menyumbat telinganya pakai pelantang, mendengarkan petikan-petikan gitar yang sudah tak asing lagi di telinganya sejak semalam.

Baik, ia tidak benar-benar menyerah, yang didengarkannya adalah instrumen yang dikirimkan oleh Fian. Juga, membuka pesan milik Fian semalam.

Tanpa sadar, suara-suara dan pesan-pesan itu terpatri dalam pikirannya, dan membuat Serin teringat kejadian semalam. Iya, saat Fian tiba-tiba mengirimkan pesan padanya. Padahal itu sudah lewat tengah malam.

Kala itu Serin masih mengotak-atik isi ponselnya. Tiba-tiba, sebuah pesan dan file berupa audio masuk ke dalam ponselnya. Itu Fian.

Coba dicek

Refleks, Serin langsung membuka file yang telah Fian kirimkan. Dan begitu nada pertama masuk, nada kedua, dan seterusnya, rasanya tak bisa diungkapkan pakai kata-kata.

Jujur saja, hati Serin langsung terbang saking bahagianya—oke, itu memang berlebihan. Tapi rasanya demikian, ia bersumpah.

Serin bahkan sampai lupa diri mengirimkan balasan berupa pesan dengan huruf kapital saking senangnya. Ya, itu memang kebiasaannya kalau senang sekali.

Background MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang