Surat Part 16

46 7 0
                                    

"Dia mengetahui semuanya?" Tanya Devi sembari menyesap tehnya yang sudah mulai dingin.

"Iya, dia mengetahui semuanya. Aku pernah pergi ke Jerman tiga tahun yang lalu bersama komunitas fotografer Panji. Di Jerman aku bertemu pacar Lint-" perkataan Tiara terhenti oleh Devi yang tersedak minuman bersama suara buku yang terdengar jatuh dari balik lemari buku di belakang Tiara.

"Apa kamu baik-baik saja Devi?" Tanya Tiara cemas. Tiara sempat menoleh melihat kebelakang. Sekilas ia melihat pria pemakai penutup hoodie tersebut menunduk.

"Iya, aku baik-baik saja." Devi mengambil tisu dari tasnya. Saat ia ingin mengeluarkan tisu sebuah gantungan bunga matahari jatuh dari tasnya.

Tiara menunduk mengambil gantungan bunga matahari yang jatuh dari tas Devi.

"Ini gantungan yang sama yang aku berikan pada Lintang," seru Tiara mengernyit melihat gantungan tersebut.

Devi mengambil gantungan tersebut dari tangan Tiara.

"Gantungan seperti ini banyak di jual di luar sana. Mungkin hanya kebetulan saja," ucap Devi.

"Iya, mungkin itu sebuah kebetulan." Ucap Tiara terlihat melamun.

"Siapa nama pacar pria tersebut di Jerman?

Bertanya Devi memecahkan lamunan Tiara.

"Bella. Nama gadis tersebut Bella."

Devi menautkan kedua alisnya.

"Bella?" Tanya Devi kembali.

...

Dunia terlalu luas untuk sebuah kata kebetulan yang sangat menyakitkan

Tiara yang baru saja bangun dari tidur nyenyak melangkahkan kaki di balkon kamar. Ia mengedarkan pandangannya ke bawah, melihat kesibukan orang-orang yang sedang berlalulalang bersama berbagai kendaraan yang memadati jalan.

"Hari yang sibuk." Seru Tiara.

Ponsel Tiara yang ada di atas kasur berbunyi. Tertulis nama Panji yang sedang menelepon di layar ponsel Tiara. Tiara berbalik pergi mengambil ponselnya yang ada di atas kasur. Begitu melihat nama Panji di layar ponselnya, Tiara langsung menerima telepon tersebut.

"Selamat Pagi, Cantik." Kata Panji begitu Tiara menerima teleponnya.

"Pagi-pagi sudah gombal. Yang dibutuh kalau pagi hari itu sarapan, bukan gombalan," cibir Tiara.

"Iya, Tiara. Aku tahu. Aku sudah pesan makanan untuk diantar di kamar kamu,"

"Lo nggak ikut makan?"

"Nggak Tiara. Nanti aku makan sama teman-teman,"

"Koh gue nggak di ajak?" Tanya Tiara. Menduga bahwa dirinya sudah dikucilkan karena ia bukan termasuk anggota komunitas fotografer.

"Aku bukannya nggak mau ngajak kamu. Aku mau kamu lebih banyak istirahat. Aku dan beberapa teman lainnya mau mempersiapkan pameran untuk besok. Entar sore aku akan ngajak kamu jalan-jalan."

"Padahal aku mau ikut bantu-bantu." kata Tiara lirih.

"Besok aja kamu bantu. Bantu lihat foto-foto yang di pamerkan," ujar Panji.
"Itu bukan bantu namanya," sahut Tiara.

Panji terkekeh mendengar perkataan Tiara.

Suara pel kamar Tiara berbunyi. Terdengar hingga ke telinga Panji yang ada di sebrang telepon.

"Mungkin itu makanannya udah datang."

"Sudah dulu kalau gitu. Aku mau makan dulu." Tiara memutuskan teleponnya.

Hujan Pembawa Rindu ✔ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang