Surat Part 16 (lanjutan)

38 7 0
                                    

Tiara dengan air mata yang berlinang bersama langkah lemahnya keluar dari dalam rumah sakit. Ia berusaha menenangkan dirinya agar tak menangis lagi. Tak mau orang lain memandangnya aneh.

Ia kembali menaikki taksi untuk kembali ke hotel. Air mata terus menerus jatuh saat Tiara bersandar di kaca mobil melihat pemandangan yang ia lewati. Semuanya terasa sepi. Seakan gelap sudah menyelimuti hatinya yang hampa. Bayangan tawa Lintang bersama wanita lain terus menerus berputar bagaikan kaset di kepalanya. Meskipun ia sudah berusaha sebisa mungkin untuk mengatakan pada dirinya, bahwa tawa Lintang tadi sudah sangat membuatnya bersyukur. Ia tak mengharapkan Lintang untuk kembali menemuinya, yang ia harapkan adalah kesembuhan Lintang. Terserah kalau Lintang memang bersama wanita lain. Tetapi, kini hatinya terasa sangat sakit melihat Lintang bersama wanita lain.

Sesampai di hotel. Tiara masih di temani oleh air matanya yang terus menerus jatuh. Ia memegangi dada kirinya. Hatinya terlalu sakit hingga membuat nafasnya menjadi sesak. Tiara jongkok di depan pintu kamar hotelnya. Ia menangis tersendu-sendu memegang dada kirinya. Setiap hari Lintang lah orang yang sangat ia rindukan. Meskipun ia pernah berkata tak jadi masalah Lintang tak menemuinya, tetapi hatinya kecilnya selalu berharap agar Lintang datang untuk menemuinya.

Panji berlari ke kamar Tiara. Langkahnya terhenti melihat Tiara yang sedang menangis tersendu-sendu. Ayah Tiara menyusuli langkah Panji dari belakang dengan nafas tersegal-segal. Panji mengangkat kakinya untuk melangkah mendekati Tiara tetapi tangan Ayah Tiara menghenti langkah kaki Panji yang sudah terangkat. Melihat putri semata wayangnya menangis, Ayah Tiara dengan langkah pelan mendekati putrinya.

"Tiara, putri kesayangan Ayah," Kata Ayah Tiara lembut. Kehangatan sosok seorang Ayah terdengar jelas dari nada suara Ayah Tiara.

Tiara mengadah melihat Ayahnya. Seketika itu Tiara bangkit, berlari memeluk Ayahnya. Tangis Tiara semakin menjadi-jadi. Ayah Tiara mendekap putrinya. Mencium puncak kepala Tiara lembut.

...

Tiara tertidur dengan matanya yang sebab, ia merasa lelah menangis tanpa henti. Ayah Tiara terus menerus mengelus rambut Tiara lembut hingga putri kesayangannya benar-benar tertidur nyenyak.

Panji menatap sendu Tiara yang sedang tertidur. Saat tertidur pun wajah sedih Tiara masih terlihat sangat jelas.

"Dia sudah lebih tenang. Lebih baik kita keluar. Biarkan dia tertidur dengan nyenyak." Ajak Ayah Tiara, melangkah keluar.

Panji masih tak mengalihkan pandangannya dari Tiara. Ia tak beranjak dari tempatnya.

"Apa yang sebenarnya yang terjadi Tiara? Kamu membuatku sangat khawatir," kata batin Panji.

"Panji!" Panggil Ayah Tiara pelan.

Panji langsung menoleh ke asal suara. Ayah Tiara melambaikan tangannya meminta Panji keluar.

Panji dengan terpaksa mengikuti perintah Ayah Tiara.

"Sampai nanti, Ra."

Panji melambaikan tangannya pada Tiara yang sedang terlelap.

Panji bersama Ayah Tiara duduk mengobrol di restoran yang terdapat di hotel. Memesan beberapa makanan dan minuman.

"Maaf Om, Panji nggak bisa jaga Tiara," kata Panji dengan nada menyesal.

Ayah Tiata datang ke Jerman, menyusul Tiara tanpah memberikan kabar. Ayah Tiara terus menerus menghubungi nomor Tiara tetapi tak diangkat, membuat Ayah Tiara khawatir, lalu kemudian Ayah Tiara menghubungi Panji. Panji sempat kaget mengetahui Ayah Tiara di Jerman tetapi saat mengetahui Ayah Tiara tak bisa menghungi Tiara, membuat Panji khawatir. Saat Panji mencoba menelepon Tiara, Tiara tak kunjung mengangkat ponselnya. Panji bersama  Ayah Tiara pergi ke hotel, keduanya berlari ke kamar Tiara. Di saat itulah Tiara ditemukan dalam keadaan menangis tersendu-sendu.

Hujan Pembawa Rindu ✔ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang