Jo berjalan mengikuti Vio dengan pikiran kalut. Astaga, kenapa sih, cewek itu harus keliatan persis banget kayak dia?
Kalau dia berumur 16 tahun, pasti kelakuannya bakal kayak Vio. Berandalan, nggak mau taat aturan, dan keliatan kayak nggak punya beban. Jelas beda dengan image yang susah payah Jo bangun hanya biar nggak teringat lagi akan kejadian hari itu.
Sial, menerima perintah Pak Har untuk mengajari Vio jelas-jelas bakal jadi mimpi buruk buat Jo. Tapi apa boleh buat. Dia udah terlanjur mengiyakan, jadi harus bertanggung jawab dengan segala konsekuensinya. Termasuk kenangan yang mungkin muncul soal Re.
Oke, oke, sudah cukup. Jo harus fokus pada masa kini. Bisa gila kalau dia nggak bisa menjaga fokusnya. Selama ini dia udah berhasil, jangan sampai gagal hanya gara-gara Vio.
"Heh, Kamus berjalan, lo mau di situ terus atau mau ikutan balik?"
Perhatian Jo kembali pada cewek yang berdiri di hadapannya. Vio cukup tinggi, kira-kira 160 cm lebih dikit. Matanya hitam dan agak sipit, dengan hidung mancung dan mulut kecil tapi tebal. Rambutnya hanya sebahu dan sedikit mengembang. Kalau diperhatikan, Vio agak mirip Re, membuat Jo makin sebal saja.
Setelah lima tahun, kenapa sekarang Re muncul lagi?
"Maaf, saya terdistraksi," sahut Jo akhirnya. "Tentu saya ikut kembali ke kelas."
"Good, udah sono pergi." Vio berjalan mendahului Jo, setengah berlari.
Jo hanya tersenyum. Iya, dia juga selalu kabur kalau ada Jo. Sebagai kakak, meski cuma beda setahun, Jo tentu harus jadi kakak yang baik dengan membantu Re, bagaimana pun caranya. Bukannya Jo itu galak atau apa, tapi Jo taat banget pada perintah orang tuanya, sementara Re selalu cari cara buat ngelanggar. Jelas-jelas Re bakal kabur kalau dia ngelihat Jo mendekatinya.
Ah, sungguh menyebalkan. Jo memutuskan balik ke kelas aja buat melanjutkan tugas dari Bu Ami. Setidaknya, tugas bikin otaknya memikiran sesuatu yang lain. Mikirin matematika sekarang lebih nikmat daripada mikirin kenangan buruk yang minta dihapus.
Billy menoleh saat Jo masuk kelas. Kayaknya dia heran salah satu anggota kelasnya yang paling serius tiba-tiba kelihatan kayak orang kesasar. Jo mengabaikannya dan kembali membuka soal, tapi seberapa keras pun dia berusaha, memori itu datang lagi.
Suara ban berdecit menggesek aspal. Tabrakan yang langsung membuat telinganya berdenging, bukan karena keras tapi karena bulu kuduk Jo meremang. Takut. Dia takut. Separah apa pun dia bertengkar dengan Re, hasilnya tidak pernah begini.
Astaga, Jo, kalian ngapain?
Teriakan panik ibunya dari rumah. Langkah-langkah gelisah ayahnya yang langsung mengangkut Re pergi. Tubuh Jo yang rasanya kayak papan lemari. Nggak, nggak, kejadian ini hanya bayangannya saja. Kejadian ini bukan kenyataan. Ini nggak mungkin terjadi.
Jo, Re kenapa? Jo, jawab Mama, Nak. Adikmu kenapa? Kenapa?
Jo menggeleng. Dia tidak tahu kenapa.
Jo, kenapa bisa jadi begini?
Nggak, Jo nggak tahu apa-apa....
Jo, ini kenapa?
Jo menggeleng kuat-kuat. Jangan lagi....
Jo, kenapa adikmu bisa sampai ketabrak mobil Papa?
BRAK! Tanpa sadar, Jo menggebrak meja keras-keras. Suara-suara di kepalanya hilang bersamaan dengan munculnya teriakan latah dari teman-temannya.
"Ayam saos lada hitam!"
"HAVANA OH NANAAAA! Astaga, jantungan gue, apa sih Jo?"
"LOG SERATUS SAMA DENGAN DUA, SIN 30 SAMA DENGAN SETENGAH, PI ADALAH TIGA KOMA SATU EMPAT SATU LIMA SEMBILAN...."
"Berisik ah lo, latahnya santai aja bisa nggak sih?"
Beberapa siswa kelasnya langsung berteriak kaget, sisanya memandang ke arah Jo dengan ekspresi horor. Billy mengambil alih, langsung menyuruh semua orang diam dan mengerjakan tugas. Dia menatap Jo dengan tatapan tajam tapi ikutan heran.
"Saya keluar dulu," ujar Jo sebelum Billy sempat mengatakan apa-apa. "Maafkan saya."
Jo berjalan keluar. Sambil mengepalkan tangan, dia memaksa diri sendiri untuk menggembok kenangan itu kuat-kuat. Jangan sampai palu bernama Vio merusaknya lagi. Jangan pernah sampai.
Karena kalau sampai Jo kehilangan kendali, maka sudah pasti, dia akan langsung gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vio: Don't Mess Up [sudah terbit]
Подростковая литература[Banyak part sudah di-unpublish, yang sisa juga masih kasar. Mending beli aja, atau tetap tambahkan ke perpustakaanmu untuk info terkait giveaway! ❤️] Viola Hadiwinata sepertinya menyandang gelar siswi paling bermasalah sepanjang sejarah Mayapada. D...