How It Begins

3.3K 452 163
                                    

"Menunggak gorengan Bu Atmo selama enam bulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Menunggak gorengan Bu Atmo selama enam bulan. Berkelahi dengan siswa-siswa cowok. Membolos setiap pelajaran Pak Ginanjar. Kamu jangan-jangan anggota baru KPR ya?"

Viola Hadiwinata mendengus. Dia tahu lidah kepala sekolah sinting satu itu suka kepeleset, tapi kenapa juga nama geng sekolah mereka bisa tiba-tiba berubah jadi kredit rumah? Dia melengos selagi Pak Har menutup buku pelanggarannya yang penuh coretan merah, merasa malas menjawab.

"Kamu punya mulut kan? Jawab!"

"Saya bukan anggota KPR Pak, ngapain saya mau kredit rumah?"

Pak Har menggertakkan gigi, menahan emosi. "Kok kredit rumah sih. Itu lho, geng sekolah. KVR, KBR, KLR, KRL, atau apalah itu namanya, ribet banget. Kamu anggota geng kan?"

"Kavaleri, Pak. Ka-ve-el-er!" Vio menegakkan posisi duduknya. "Dan nggak, saya nggak gabung KVLR. Bapak suka nuduh-nuduh ya."

"Jangan kurang ajar kamu sama kepala sekolah," gerutu Pak Har, lalu membuka lagi buku pelanggaran Vio. "Ya terserah. Mau gabung, mau nggak, yang jelas, buku kamu udah kayak hutan di Kalimantan sana. Kebakaran! Mau saya panggil orang tua kamu?"

"Panggil aja Pak, mereka nggak akan peduli."

Pak Har memicingkan mata, menatap siswi bengal di hadapannya. Vio balas menatap Pak Har. Memang kok, Tuan Hadiwinata nggak akan peduli pada anak bungsunya, begitu juga dengan nyonyanya. Sudah lama Vio tahu itu, dan sudah lama dia menerima kenyataan kalau dia nggak diinginkan.

"Ya sudah, saya panggil kakak kamu saja ya," ujar Pak Har. Tangannya mengangkat gagang telepon.

"Eh, eh, Pak, tunggu dulu!"

Iya, Tuan dan "Nyonya" Hadiwinata nggak akan peduli pada Vio, tapi jangan sampai Marcello Hadiwinata tahu! Dia adalah satu-satunya anggota keluarga yang cukup peduli pada Vio, bahkan mau datang jauh-jauh dari Belanda hanya untuk mengambil rapor Vio yang kebakaran. Jelas, Vio nggak mau mengecewakan Cello lagi.

"Kamu tuh ya, nyuruh-nyuruh kepala sekolah!" Di mata Vio, derajat tinggi Pak Har memang sepertinya nggak penting.

"Bapak mau hukum saya apa aja, saya mau, tapi jangan panggil Cello, Pak! Ya, Pak? Saya jalanin deh, hukuman dari Bapak. Bersihin toilet yang baunya kayak kandang sapi itu juga saya mau."

Pak Har tersenyum penuh kemenangan. Vio sudah khawatir saja dia beneran harus ngebersihin toilet sekolah yang menjijikkan itu saat Pak Har malah mengeluarkan buku pelanggaran lain dari lemari besar di belakangnya. Dari gelapnya warna tulisan di dalamnya, pemilik buku itu pasti siswa baik-baik.

"Joshua Dewangga, kelas 11 MIPA-1." Pak Har membuka halaman pertama, menunjukkan foto cowok berkacamata tebal. "Kamu cari dia dan kalian balik ke sini, sekarang juga."

"Siapa nih Pak?" Vio mengernyit melihat cowok yang menjadi kakak kelasnya itu. "Saya kenal juga enggak."

"Justru ini, nanti saya kenalin kalian."

"Ngapain Pak? Kayak biro jodoh aja."

Pak Har tersenyum puas, mengabaikan sindiran siswi bermulut kurang ajar itu. "Dia adalah mentor belajarmu yang baru."    

[]

Halo, mungkin kaget yah Vio mendadak di-unpublish XD.

Karena mau kubenerin tentang keterlibatan Rio di cerita ini, jadi menurutku, lebih baik kalau di-unpublish sekalian. Aku akan double update sampai bagian Rio mulai masuk dengan peran barunya, setelah itu aku akan update biasa kok hihi.

Vio: Don't Mess Up [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang