Vio menendang batu kerikil di depan ruangan Pak Har sambil menggerutu. Lagi kenapa sih Pak Har keluar dari kantornya pagi ini? Merupakan sebuah keajaiban dunia kalau Kepala Sekolah tersinting yang pernah dimiliki Mayapada itu muncul tiba-tiba di kantin sekolah pagi-pagi begini.
Biasanya, kalau dia laper atau haus, Bu Atmo—ibu kantin yang sudah rabun itu—akan tergopoh-gopoh membawakan makanan dan kopi ke kantornya. Atau seringnya sih, Soma—anak Bu Atmo yang sering flirting sama Vio—yang bakal lari kilat ke ruangan Pak Har. Jadi jelas, tadi Vio santai-santai aja duduk di kantin sambil menikmati gorengan kelima yang dia ambil diam-diam.
"Eh, Neng Vio, pagi-pagi udah nongkrong di kantin aja," ujar Soma sambil menyugar rambutnya—mungkin berharap bakal keliatan sekeren artis-artis Korea. Sayang dia malah memamerkan dahinya yang lebar dan berkilat kalau kena cahaya. "Mau nyamperin Abang ya? Kangen ya?"
"Bang, tau nggak persamaan dahi lo sama gorengan?"
Merasa bakal digodain balik, Soma pura-pura berpikir, lalu menggeleng, "Wah, nggak tau Neng. Apa tuh?"
"Sama-sama berminyak." Vio mencomot gorengan dua. "Jangan gangguin gue, ah."
Lalu Vio duduk di pojok favoritnya—di sana, tembok yang lumayan tinggi menghalangi sinar matahari dan sorot mata orang di lapangan darinya. Aman, setidaknya sampai pelajaran guru paling killer di sini, Pak Ginanjar, selesai. Heran deh, kayaknya hidup Pak Ginanjar pahit banget. Kerjaannya marah-marah mulu. Bikin suasana makin suram saja, padahal matematika peminatan kan udah cukup bikin senewen.
Dia duduk di situ, scrolling explore Instagram pakai wi-fi sekolah sampai Pak Har datang dan memergokinya. Dan sekarang, dia harus pergi ke kelas 11 MIPA-1 untuk mencari Joshua Dewangga. Sepanjang perjalanan, mulutnya cuma bisa mengeluarkan sumpah serapah ke berbagai benda mati di sekitarnya.
Sekarang aja, dia udah pengin banget kabur, tapi ancaman Pak Har tadi membuat Vio langsung membatalkan niatnya. Nggak, apa pun yang terjadi, Marcello nggak boleh sampai tahu kenakalan Vio.
Sebenernya sih, Cello udah tahu. Di rapor semester satu kemarin kan, sudah tertulis jelas bagaimana kelakuan Vio selama ini. Tapi Cello sudah membuat Vio janji nggak akan mengulangi kelakuannya itu, dan Vio pantang mengecewakan kakaknya, satu-satunya orang yang peduli padanya, jadi dia harus menjalankan hukuman menyebalkan dari Pak Har.
Dari pintu kelas 11 MIPA-1 yang terbuka, Vio dapat melihat kalau tidak ada guru di sana. Tapi para siswa tetap tekun menuliskan sesuatu di buku mereka dengan tenang. Sungguh kelas teladan. Kelas ini diisi siswa-siswi andalan Mayapada yang berhasil mengharumkan nama sekolah, dan berhubung satu-satunya yang Vio harumkan adalah ketiaknya yang berkeringat, dia nggak mungkin bisa ditempatkan di sini.
Dia melongok ke dalam dan langsung menerima lemparan tatapan dari seisi kelas. Billy Silalahi, cowok sok berkuasa yang sering mengusir Vio dari kantin, langsung berdiri dan berjalan ke arah pintu. Vio mendengus. Billy sudah pasti akan mengusirnya lagi.
"Lo nggak sehar—"
"Gue ke sini bukan pengin ketemu lo," Vio langsung mendelik pada cowok itu, "tapi karena misi khusus dari Pak Har. Nggak usah ngusir-ngusir gue deh, dasar badak bercula satu."
Hidung Billy yang agak mencuat ke atas membuat Vio sering mengejek cowok itu bercula. Dia memang kurang ajar bahkan pada Ketua OSIS Mayapada yang baru. "Terus," Billy berdeham, "lo ngapain ke sini?"
"Gue cari Joshua Dewangga. Dia dipanggil Pak Har."
Meski dari matanya, Billy nggak percaya sama sekali pada Vio, dia tetap saja memanggil Jo. Seorang cowok dengan kacamata paling tebal di antara semua penghuni kelas itu bangkit berdiri, menghampiri mereka berdua. Mukanya sama persis dengan foto yang ditunjukkan Pak Har tadi. Tipe cowok yang kalau pulang sekolah pasti langsung belajar dan semua tugasnya udah kelar di hari tugas itu diberikan.
"Ada apa?" tanya cowok itu.
"Lo dicari Pak Har," jawab Vio sebelum Billy sempat bersuara. "Penting. Urgent. Nasib seorang siswi sedang dipertaruhkan di sini."
"Alay lo," cibir Billy. "Paling-paling nasib lo kan, yang dipertaruhkan? Berandalan sih lo."
"Sudahlah," potong Jo sambil melangkah keluar kelas. Dia lalu menoleh pada Billy, "Saya keluar sebentar."
Vio hanya melongo mendengar cowok itu berbicara lebih panjang. Dia bahkan tidak bereaksi saat Jo melewatinya dan berjalan ke ruangan Pak Har. Baru kali ini dia mendengar ada seorang remaja yang berbicara pakai bahasa formal seolah-olah ada di forum resmi.
"Lo ngapain masih di sini? Balik ke kelas lo sana," Billy menjentikkan jari di telinga Vio. "Dan, yah, Jo emang ngomong pakai bahasa formal banget gitu. Kayaknya bacaan sehari-harinya KBBI dan tesaurus."
"Saya masih bisa mendengar kalian," seru Jo dari jauh.
Vio mendengus. Dia memutar bola matanya, lalu balas berteriak pada Jo, "Hei, kamus berjalan, tungguin gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vio: Don't Mess Up [sudah terbit]
Teen Fiction[Banyak part sudah di-unpublish, yang sisa juga masih kasar. Mending beli aja, atau tetap tambahkan ke perpustakaanmu untuk info terkait giveaway! ❤️] Viola Hadiwinata sepertinya menyandang gelar siswi paling bermasalah sepanjang sejarah Mayapada. D...