Bag. 5 "Aku, Perubahan Kedua"

51 7 2
                                    

                                ***
   Citt..citt.. bunyi decitan pintu ini rasanya mau membunuhku. Buruk sekali engselnya, jelas terlihat engsel baru, tapi bunyinya? Oh ya ampun, sepertinya barang baru tidak menjamin kualitas akhir-akhir ini marak sekali. Benar-benar tidak bertanggung jawab.

   Aku ber-huh pelan. Fokus, Dinar, fokus. Ini misi rahasia pertamamu. Bagaimana mungkin aku akan menemukan skossel jika ruangan-ruangan sebelumnya saja sudah begini. Hampir membuatku ketahuan berkali-kali. Belum lagi penjaganya. Tadi saja aku harus membuat mereka sakit perut dengan parfum bau busuk ciptaan terbaruku yang aku semprot saat mereka tidak sengaja lewat di depanku. Jebakan bagus.

   Apa aku harus kembali? Ah, tidak. Beranilah, Dinar. Sudah sejauh ini.

   "Oi!" Aku menggigit bibir. Astaga, ada yang memergokiku sekarang.

   Dia menarikku ke pojok ruangan. Disana gelap dan dingin. Dia membungkam mulutku, menyuruhku diam. Aku tidak mengerti kenapa dia melakukannya.

   Dari ujung pintu ruang berikutnya terdengar langkah kaki. Banyak, mungkin sekitar empat sampai lima orang yang membawa senter-senter besar. Itu penjaga keamanan.

   Jantungku hampir meledak melihat mereka melewati kami. 5 detik. Belum. 10 detik. Oh, ya Tuhan, aku hampir kehabisan napas, mereka lambat sekali. 12 detik, huh.

   Dia melepas tangannya dari mulutku setelah orang-orang itu pergi. "Bodoh!" Katanya memaki. Aku menyalakan senter kecil dari jam tangan tangan buatanku, menyorot ke wajahnya, aku takut dia bagian dari mereka. Keliru. Astaga, dia putri Profesor Monte. Untuk apa menolongku?

   "Jangan salah sangka, aku hanya lewat."

   "Memang, siapa yang salah sangka," kataku membalas sebal.

   "Masih untung aku selamatkan. Dan kau? Bodoh! Lihat baik-baik!" Dia menarikku keluar, menunjuk pintu yang besar-besar bertuliskan, "Dilarang Masuk Selain Dosen dan Karyawan"

   "Ya, aku tahu" kataku menatapnya tajam.

   "Oh, berarti benar," wajah masamnya menyelidik. "Apanya?" Kataku menimpali.

   "Ya, benar. Kau bodoh," ketiga kalinya dia menyebutku bodoh. Dia pergi begitu saja setelahnya. Wajahnya terlihat puas.

   "Gadis sialan!" Kataku setengah berteriak. Kenapa juga dia kembali setelah hampir setahun menghilang? Kupikir dia sama gilanya denganku pada politik sampai dia kabur dan menyerah. Sudah lama sekali aku tidak melihat dia dan ayahnya sejak pertengkaran hari itu.

   Setelah dia mengejek jam buatanku dulu, aku mengikutinya. Dia bertemu Profesor Monte, melempar jam miliknya yang kuhina juga waktu itu. Dia berkata sinis, katanya dia tidak membutuhkan jam itu.

   Profesor Monte memungutnya, berkata sama sinisnya, katanya jangan menemuinya lagi, jika perlu pergilah dari rumah.

   Gadis itu tidak menjawab lagi, pergi sambil mengomel, "Dasar Ayah bodoh!" Dia tidak memperhatikan sekitar, jadi dia terkejut saat melihatku ada di depannya. Dia mengomel lagi, mengatakan bahwa aku juga sama bodoh dengan ayahnya.

   Sejak saat itu aku tahu dia anak Profesor Monte, sejak saat itu pula aku tidak pernah bertemu mereka lagi.

   Sudah, aku sudah menepati janji untuk menceritakan bagaimana aku tahu dia anak Profesor Monte.

   Tapi, hari ini aku gagal menemukan skossel dan rahasia di dalamnya. Ternyata tidak semudah itu. Aku perlu banyak rencana utama dan cadangan kalau-kalau aku ketahuan lagi. Tentu gadis itu tidak akan selalu menolongku seperti itu kan? Aku akan kembali lain kali dengan persiapan lebih.

                                  ***

   Ruangan itu ada di ujung-ujung bangunan ini. Pentagon. Aku yakin satu dari ruang paling ujung itu adalah skossel. Tapi bagaimana aku bisa mencapainya? Ruangan itu tidak punya pintu keluar atau darurat. Jika ingin kesana hanya bisa melalui ruangan sebelumnya. Dan lorong-lorong yang menghubungkan ruangan itu benar-benar terjaga privasinya. Pasti ada alasan untuk itu.

   Astaga, ini lebih sulit dari yang kubayangkan. Juga lebih menyenangkan sepertinya.

   Pagi tadi aku pergi ke perpustakaan, menyelundup ke bagian paling privasi dari ruangan ini. Buku-buku tua yang ada disana mungkin bisa membantu. Dan lumayan juga. Aku merobek salah satu buku yang di dalamnya berisikan denah seluruh unit dan bagian dari universitas ini. Aku sudah pernah melewati bagian di arah jam 6 itu. Dan hasilnya nihil, aku malah bertemu gadis sialan itu.

   Braaggg!! Dosen gendut itu memukul mejaku dengan penggaris, membuyarkan lamunanku. Dia mengernyitkan alis.

   "Heh, siapa yang mengijinkanmu melamun di kelasku? Pergi ke ruanganku setelah ini!" Dia pergi sambil terus mengomel.

   "Wah, Dinar, wah." Aku menoleh kearah suara itu. Gadis sialan itu ada disana dengan wajah jahatnya yang sama. Oi, sejak kapan dia tahu namaku? Dan, apa? Dia masuk kelas ini lagi?

   "Tidak usah menatapku begitu. Aku tahu aku mempesona," katanya sambil melirik jam tangan barunya yang bukan montepetra lagi.

   "Oi, ini siang hari. Jangan bermimpi," aku membalas ketus. Huh, dia menyebalkan sekali, pantas saja ayahnya mengusirnya.

   "Kurasa kau berhutang jam tangan padaku. Gara-gara kau mengejeknya, aku jadi harus mengembalikannya pada si tua itu," katanya sambil membaca buku besar bertuliskan materi ujian politik.

   Aku ber-hah pelan, benar-benar tidak sopan. Dia memanggil ayahnya dengan sebutan si tua? Kemudian aku melempar kartu nama ke mejanya yang disana tercantum alamat rumah dan nomor teleponku.

   "Datang saja. Kau boleh ambil apapun yang bisa melunasinya," aku segera pergi ke ruang dosen gendut setelahnya. Dasar.

                                 ***

Happy reading❤

Dinar [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang