Tiga, Dia Berbicara

1.3K 107 35
                                    

Adam menoleh ke belakang dan didapatinya seorang pria yang seumuran dengannya memasuki ruangan itu. Dengan mata menyipit seolah tak percaya dengan apa yang ditatapnya, ia berdiri. Dirinya tak menyadari jika Mala di belakangnya tengah melakukan hal yang sama.

"Dion?"

*

20 menit sudah waktu yang Adam habiskan untuk menunggui Dion yang masih bicara dengan Mala di dalam. Bukan hal yang wajib sebenarnya bagi Adam untuk melakukan itu, tapi ia merasa ada sesuatu yang salah sejak Mala berteriak terakhir kalinya. Bukan, bukan itu. Bagaimana bisa Mala memprediksi dengan tepat jika seseorang akan memasuki ruangannya?

Sejauh yang ia paham, halusinasi hanyalah sebuah kesalahan otak dalam mempersepsikan informasi yang datangnya dari sumber yang sebenarnya tidak pernah ditangkap oleh panca indera manusia, dan harusnya hal itu tidak nyata. Maksudnya, bagaimana seseorang bisa mengetahui secara pasti jika ada orang lain yang tengah mendekatinya.

Otaknya berpacu berusaha mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan membingungkan itu. Banyak sekali jawaban yang muncul, namun entah mengapa dirinya terus membantah dan mengatakan bahwa itu tidak mungkin.

Lamunannya buyar ketika pintu ruangan isolasi terbuka dan keluarlah Dion menyapa Adam dengan tatapan hangat. Adam kikuk dan hanya bisa membalasnya dengan tatapan yang sama.

Setelah pria tegap dengan jambang itu pergi, Adam kembali masuk untuk segera memastikan keadaan Mala di dalam. Apa yang kedua matanya dapatkan, melegakan hatinya. Mala tampak sangat baik-baik saja. Dalam artian sesungguhnya.

Benar-benar baik-baik saja. Setidaknya pria tadi tidak melakukan hal apapun terhadap Mala seperti yang ia takutkan.

*

Jam menunjukkan pukul sembilan malam dan itu menandakan waktu jaganya telah habis. Ada sekelebat pikiran aneh yang menyeruak di dalam kepalanya yang membuatnya gelisah. Dia merasa bahwa tidak seharusnya dia meninggalkan rumah sakit malam itu. Ada sesuatu yang harus di cek sebelum dia benar-benar pergi, sesuatu yang mengganjal, sesuatu yang harus dipastikan saat itu juga.

Dia harus menemui Mala malam itu juga.

*

"Mala sedang tidur." Pengasuh wanita ruangan tampak keberatan melihat Adam yang terus muncul dengan frekuensi berkunjungnya melebihi batas wajar. Namun Adam tidak peduli.

"Aku hanya ingin melihatnya sebentar saja, sebentar, tolong." Pinta Adam memohon. Pengasuh itu tetap keberatan. Raut mukanya menyiratkan sesuatu yang tidak enak.

"Ada apa denganmu? Selama ini kukira kau tidak terlalu peduli dengan pasien-pasienmu sampai sejauh ini?"

"Aku kan perawat khususnya Mala? Bukannya kau sudah tahu kalau aku masuk dalam daftar anggota tim?" Adam tampak membela diri. Dia seperti tahu jika pengasuh itu mulai muncul kecurigaan dalam dirinya. "Jangan sampai kau punya waham curiga terhadapku." Adam menambahkan.

Pengasuh itu tertawa lantas memutar matanya malas, kemudian bergerak minggir, membuka lebar jalan masuk yang sedari tadi di blok oleh badannya yang besar. Adam hanya tersenyum lebar sembari menepuk pundak pengasuh itu dua kali, memperlihatkan ekspresi kebahagiaan yang hanya semakin menambah kecurigaan di hati wanita itu saja.

Adam berlari kecil hingga langkah kakinya membawanya tepat di hadapan pintu ruangan Mala berada. Agak ragu ketika dia berniat mengetuk pintu itu. Jangan-jangan Mala memang sudah tidur. Entah mengapa jantungnya berdegup kencang, apa karena hembusan angin malam yang dingin, atau karena ada pohon mangga besar di belakangnya yang memicu bulu kuduknya meremang, atau mungkin karena ia gugup.

Psychosis: The Terror Of The Screaming LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang