"Sc-hat-zyyy... Tu-ngg--tunggu akuuu... Schatzy. Tungguuu..."
"Pedrooo... Ya, Tuhan! Apa yang kau lakukan! Bertahanlah, Pedro! Ku mohon jangan buat aku semakin bersalah. Bertahanlahhh..." pekik Lusia Morgan yang mulai melakukan pertolongan pertamanya kembali.
Ia tak tahu apakah harus berusaha mencari pertolongan lagi diluar sana. Rasa takut masih menyelimuti diri, akan tetapi ketika matanya menatap ke telapak arah ponsel miliknya yang tergeletak tak jauh dari sana? Ia pun segera menelpon emergency call. Ia seorang Dokter dan kerap berlibur ke Manchester. Maka ia sangat paham bagaimana seluk beluk kota tersebut. Di antara rasa cemas ia mulai berbicara dengan operator layanan emergency dan sekitar sepuluh menit kemudian? Sebuah ambulance pun sudah datang dan menangani kondisi Pedro Davinci yang menyedihkan. Lusia Morgan dengan perutnya yang menonjol pun tetap berusaha kuat untuk ikut bersama para medis di dalam mobil ambulance dan ia berharap tubuhnya tidak drop karena sejak bangun tidur? Setetes air pun belum membasahi kerongkongannya.
"Anda seharusnya tidak perlu naik dibagian belakang, Nyonya. Anda sedang mengandung dan keadaannya sedang kritis se--"
"AKU SEORANG DOKTER, TUAN PERAWAT DAN YANG KALIAN BAWA INI ADALAH SUAMI KU. APA KAU GILA MENYURUH AKU DIAM TANPA KHAWATIR!" teriak Lusia Morgan sekenanya.
Sedikit kebohongan coba ia buat lagi disana karena rasa kesal datang menderanya. Ingin sekali ia memukul mulut perawat pria yang nampak lebih muda jauh darinya itu, akan tetapi Lucy masih bisa sedikit bersabar dan mengantinya dengan omelan saja. Tak berapa lama kemudian? Mobil ambulance itu pun sampai dipelataran parkir sebuah rumah sakit swasta terbesar di kota Manchester. Hati seorang Dokter kecantikan bernama Lusia Morgan itu pun sedikit tercubit, mana kala ia memikirkan biaya yang harus ia bayar nanti. Ringisan kecil lalu keluar dari pita suaranya, di liputi rasa khawatir yang juga ikut datang tiba-tiba.
"Ya, Tuhannn... Harus aku bayar pakai apa biaya rumah sakit ini nanti? Aku kan sudah tidak bekerja lagi? Oh, my God! Apa harus aku menelpon Raymon dan meminta uang padanya? Huuuffttt... Apa dia akan memberikannya untuk ku? Hahhh... Kita lihat nanti sajalah."
Lusia pun akhirnya melangkah cepat mengikuti arah roda brangkar besi yang di dorong oleh beberapa perawat, namun isi kepalanya masih terus berpikir keras tentang biaya rumah sakit Pedro Davinci. Akan tetapi langkahnya tiba-tiba saja terhenti. Ketika dari ia mendengar suara teriakan seorang lelaki yang memanggilnya.
"LUUUCYYYY... LUUUSIAAA... MORGANNNN... TUNGGUUUU...!"
Wanita hamil itu pun segera berbalik ke sumber suara, lalu membiarkan tubuh Pedro Davinci digiring terus menuju ke ICU (Intensive Care Unit). Ia menyipitkan mata, memperhatikan ke arah seorang pria yang berlari ke arahnya dan setelah itu? Dengan cepat matanya terbelalak ketika melihat Lee Dhae Jhong berada ditempat yang sama sepertinya.
"Dh-Dhae Jhong? K-kau?" pekik Lucy mengucek kedua kelopak matanya.
Lelaki berwajah oriental dan berkebangsaan Korea Selatan tersebut pun berniat memeluk Lusia Morgan, namun ia terpaku ditempat ketika melihat perut sang Dokter kecantikan itu membesar.
"Lucy? K-kau? Ha--"
"Iya, Dhae Jhong! Aku sedang mengandung dan janin ku sekarang hampir genap empat bulan."
Damn it!
Lee Dhae Jhong semakin membuka lebar mulutnya, namun isi kepala Dokter bedah plastik itu pun cepat berputar ke masa dimana terakhir kalinya mereka masih bersama-sama bekerja di tanah kelahirannya, Seoul - Korea Selatan. Ia mencoba menghitung sesuatu dan berhasil memecahkan rasa penasarannya sendiri."Pasien face off itu kan yang menghamili mu? Yang kau bilang adalah sahabat sekaligus cinta dalam hati mu? Kemana dia sekarang, hah? Mengapa kau datang kemari bersama pasien diatas brangkar itu tadi? Siapa dia?" cecar Dhae Jhong dengan serentetan pertanyaan yang begitu menyudutkan Lusia Morgan.
Dokter kecantikan yang sering kali memainkan pisau dalam bedah plastik itu pun berniat menjawab pertanyaan Dhae Jhong dengan sebuah kebohongan lagi, namun Dokter asal Seoul itu ternyata sudah lebih dulu membuka tabir kebenaran yang berhasil membuat Lusia Morgan tertohok, diam tanpa kata.
"Kenapa kau tak jawab, hah? Apa karena pasien face off itu sudah mendapatkan kembali ingatannya yang hilang dan kembali pada keluarganya? Hehhh... Aku turut prihatin padamu, Lucy. Aku begitu ingin memiliki mu dan selalu memberi perhatian serta kebaikan lebih selama hampir tiga tahun kita bekerja dalam satu team! Tapi kau apa? Malah memilih menipu diri mu dari keadaan yang sebenarnya dan memisahkan orang itu dari keluarganya. Aku tak menyangka kau bisa setega ini, Lucy. Aku pikir seorang Lusia Morgan adalah Dokter terbaik dengan kepribadian hebat seperti visi misinya ketika pertama bekerja dulu, ternyata aku sal--"
"CUKUPPP...!" potong Lucy berteriak keras dan membuat banyak pasang mata menoleh ke arah mereka.
Namun Lusia Morgan sudah keburu terbakar emosi, hingga ia pun tak lagi memperdulikan orang-orang tersebut.
"Apa maksud ucapan mu, Dokter Lee Dhae Jhong yang terhormat? Jika kau marah padaku karena aku tak memilih mu? Harusnya kau sadar mengapa aku bisa seperti itu. Kau memang baik! Dan aku ucapkan banyak terima kasih karena telah banyak membantu ku ketika kita sama-sama bekerja di Seoul. Tapi ini tentang perasaan, Dhae! Aku mencintai Raymon Walcot dan itu sudah sejak kami masih remaja. Jadi ak--"
"What? Raymon Walcott? Masih remaja? Apa kau masih waras? Nama mu masih Lusia Morgan juga kan?" potong si Dokter bedah sedikit sinis.
Dhae Jhong masih saja tak menyangka jika Lucy tetap berupaya membodohinya, sedang ia sendiri sudah membaca berita tentang Raymon Walcott yang berseliwederan di media masa dan media online negara Ratu Elisabeth. Sementara Lusia mulai mengerutkan kening datar nan putih miliknya itu dalam-dalam, dan mencerna kembali satu demi satu perkataan Lee Dhae Jhong.
"Dhae! Apa maksud mu? Aku tidak mengerti dan tolong jangan berputar-putar seperti tadi. Katakan sekarang kemana arah bicara mu?" sinis Lusia Morgan melipat kedua lengannya di dada.
Ia menanti Dhae Jhong mengatakan maksud ocehannya, namun seorang perawat dari ruangan Intensive care unit sudah lebih dulu datang disana.
"Maaf, apakah Ibu adalah Isteri dari Tuan Nino Fernandes? Emmm... Dokter Jhonson telah menunggu anda diruangannya, Nyonya! Ada hal yang sangat penting ingin ia bicarakan dengan anda. Jadi mari ikut saya sekarang juga!"
JEDERRRRR....
Kata demi kata hasil rangkaian dari pita suara sang Perawat wanita itu? Seolah terasa seperti gigitan corba India berbisa tinggi yang baru saja mematuk pergelangan kaki sang Dokter asal Korea selatan, Lee Dhae Jhong. Ia baru berpikir jika Lusia Morgan adalah korban dari ingatan Raymon Walcott yang hilang, lalu kini telah kembali karena memiliki identitas baru sebagai Pedro Davinci. Akan tetapi sekarang ia harus menerima kenyataan bahwa ada lelaki yang sudah lebih dulu mengambil Lusia darinya. Tak ayal, Lee Dhae Jhong pun segera berbalik dan secepat kilat menjauh dari sana. Tanpa perduli Lucy berteriak memanggil namanya."DHAAAEEE... DHAE, KAU KEMANA? TUNGGU DULU, DHAEEEE....!"
Alhasil, Lucy lantas pergi mengikuti langkah kaki sang perawat wanita. Namun ia masih saja terus membatin banyak hal, terutama tentang semua ucapan-ucapan Dokter Lee Dhae Jhong.
"Sebenarnya ada apa dengan Dhae? Kenapa dia aneh sekali? Hahhh... Aku baru saja ingin menceritakan semua tentang Raymon dan Pedro, lalu memintanya menolong ku membayar biaya rumah sakit ini nanti. Huffttt... Tapi dia sudah pergi! Harus ku bayar pakai apa nanti? Ohhh... Ya, Tuhannn... Maafkan semua kesalahan ku!"
🐙🐙🐙🐙🐙🐙🐙🐙🐙🐙🐙🐙🐙🐙
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
MANCHESTER, LOVE & TEARS [END]
RomanceKonflik hati, terasa semakin pelik mana kala segala cobaan yang datang menerpa kedalaman perasaan, sama sekali tak bisa dipecahkan dengan baik. Rasa egoisme tinggi, ditambah sebuah konspirasi congkak demi kepentingan logika dan kesenangan mata duni...