2 : Gadis Keran Bocor

160K 12.1K 608
                                    

"Karena telah tertulis di Lauhul Mahfudz, meski telah terpisah jarak dan waktu, takdir akan selalu mempertemukan."

***

Aryan melihat Aisyah berjalan dirangkul oleh sahabatnya. Setelah melihat Aisyah hilang dibelokkan koridor, Aryan kembali melanjutkan langkahnya untuk pulang. Aryan tertawa kecil sembari mengingat kejadian lima tahun silam,

Waktu itu Aryan merasa kesepian di rumah. Dua sahabatnya, Wildan dan Genta mengikuti Pesantren Kilat setiap bulan Ramadhan tiba. Ya, meski hanya satu minggu, Aryan merasa hambar jika tidak main bareng sama mereka. Mereka sudah seperti bapak dan ibunya. Wildan sebagai bapak dan Genta sebagai ibu. 

Wildan selalu melarangnya ini dan itu, melarang main clubbing, melarang balapan liar, melarang gonta ganti pacar, kalau Aryan ketahuan dia bakal mengamuk, persis seperti papanya. Sedangkan Genta, dia selalu menyarankan Aryan untuk makan tepat waktu, mengingatkannya belajar, melarangnya makan makanan instan. Ketika Aryan sakit, Genta pasti mengomel persis seperti mamanya. Semenjak kelas 2 SMP, mereka selalu bersama.

Ramadhan di penghujung kelas tiga SMA, Wildan dan Genta ikut Pesantren Kilat. Aryan yang berbeda keyakinan dengan mereka terpaksa tidak ikut dan merasa kesepian di rumah. Karena merasa bosan, Aryan menekat menyusul mereka ke Pesantren Kilat, tempatnya lumayan jauh, di daerah puncak dekat pegunungan. Aryan berangkat sendiri memakai motor.

Sesampainya di depan Pesantren, Aryan menepikan motornya di warung sebelah tembok besar pesantren, setelah itu Aryan perlahan mengendap-endap kearah tembok belakang. Setelah berhasil memanjat dan turun dengan mulus, tiba-tiba bahunya dipukul memakai sapu lidi oleh seseorang, sontak Aryan mengumpat.

"Ini dia maling jemuran semalem!" katanya sembari terus memukul pakai sapu lidi. "Pak Kyai! Malingnya ketemu!" teriaknya.

"Apa-apa'an, sih, lo! Gue bukan maling!"

"Aelah, Bang, maling mana mungkin ngaku. Kalo maling ngaku, penjara lebih gedhe dong daripada Mal!" balas gadis pemilik bibir yang mungil dengan suaranya yang ceking, "Pak Kyai, di sini malingnya!"

"Eh, Dek. Gue berani sumpah, gue bukan maling."

Gadis setinggi bahu Aryan itu super mengeyel, Aryan mengira dia pasti masih SMP, wajahnya masih kayak anak kecil, suaranya membuat Aryan sakit telinga.

"Pak Kyai! Pak!" teriaknya dengan nada toa masjid, sontak Aryan membekap mulutnya.

"Emmm...emmmm," erang gadis itu mencoba teriak sambil terus berusaha melepas tangan Aryan dari mulutnya.

"Diem nggak lo! Diem!" perintahnya dengan nada sedikit mengancam. Aryan tidak mau mati konyol hanya karena diteriakin maling terus dibakar, padahal dia tidak melakukan apa-apa.

Setelah mendapat sedikit tekanan, gadis itu diam.

"Gue jelasin ya sama lo, gue bukan maling. Gue punya teman di dalam, namanya Wildan dan Genta. Gue ke sini nyusulin mereka. Jelas?"

Gadis itu mengangguk.

"Gue lepasin nih, tapi lo jangan coba-coba teriak lagi. Paham?"

Dia menganguk lagi. Jika dilihat-lihat, gadis itu cukup menggemaskan. Wajahnya bulat, matanya lebar, berhidung mancung khas orang timur namun dengan bibirnya yang mungil. Bisa di bilang, dia imut. Didukung dengan tubuhnya yang kecil berbalut baju gamis yang lebar dan panjang berwarna pink.

Aryan pun perlahan melepas tangannya dari mulut gadis itu.

"PAK KYAI! MALINGNYA PELECEHAN SEKSUAL!!"

[DSS 2] ME AFTER YOU : 1 AMIN 2 IMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang