Hanya karena seulas senyuman, yang biasanya sok cool jadi mati kutu, yang biasanya jail jadi beku, yang biasanya cerdas mendadak bodoh.
Mereka menyebutnya itu adalah salting.***
Aryan merebahkan tubuh di kasur, menatap langit-langit dengan hati yang entah kenapa membuatnya ingin terus mengembangkan senyum. Si gadis keran bocor itu memenuhi isi otaknya, hanya ada kepingan ingatan di Pesantren kilat lima tahun yang lalu tentangnya.
Aryan tidak menyangka Aisyah bisa menjadi dokter seanggun itu. Tutur katanya, perlakunnya berbeda jauh dengan ketika pertama kali Aryan bertemu dengannya. Yah... meskipun masih tetap cengeng. Tetapi, menurut Aryan, Aisyah tetap imut.
"ARYAN!!!"
Teriakan Mama membuatnya tersadar dari bayang-bayang Aisyah. Sebenarnya jika laki-laki itu mengatai Aisyah keran bocor sama dengan mengatai mamanya sendiri. Karena mereka sama-sama memiliki suara toa masjid, kencang sekali.
Aryan meraih satu bungkus cokelat dari kantong Betamart, mengupasnya lalu melahapnya. Cokelat SilverKing ini memang jadi favorite Aryan semenjak Ryana sering masuk rumah sakit. Melihat Ryana tergeletak di atas tempat tidur rumah sakit membuat hatinya sakit. Jika dulu Aryan tidak kelayapan dan terus menjaga adiknya, mungkin gadis itu takkan menderita penyakit gagal ginjal. Sebagai kakak Aryan merasa gagal. Kalau saja ginjalnya cocok, Aryan rela mendonorkan ginjalnya buat dia dua-duanya. Aryan tidak peduli mati pun, asal Ryana bisa seperti teman-temannya, bisa sekolah umum, main ke mall, dan menikmati hidup seperti remaja pada umumnya.
"Aryan!"
Merasa jengkel, Aryan turun dari tempat tidur, kemudian menghampiri mamanya.
"Apa sih, Ma, teriak-teriak?"
"Ikut Mama ke Gereja, ada doa bersama sekarang.Udah berapa bulan kamu tidak ke Gereja?"
Aryan mengembuskan napas panjang, "Entah, lupa."
"Sekarang ganti baju! Ikut mama ke Gereja!"
"Aryan mau jenguk Ryana di Rumah sakit gantiin Papa," kata Aryan mengelak.
"Kamu kenapa sih, di ajak ke Gereja malasnya minta ampun?" mata mama menyipit, menatap sengit. "Di ajak ibadat, kok, selalu aja banyak alasan. Tidak terima kasih banget udah dikasih hidup enak sama Tuhan," omelnya.
"Terima kasih, Tuhan," kata Aryan sambil menyatukan jari dan mendongak, "tuh, udah bilang terima kasih, ngapain jauh-jauh ke Gereja," lanjutnya sembari melanjutkan langkah ke arah kamar. Aryan mengorek telinga dengan jari telunjuk, membiarkan suara omelan mama seperti kaset rusak.
Aryan menyambar tas dan kunci motor, setelah itu melenggang pergi keluar rumah. Dia memacu gas motor KLX melaju kencang ke jalanan. Malam ini dia ingin menginap di rumah sakit menemani adiknya.
***
"Dek, Abang kuliah dulu," Aryan mengacak lembut rambut Ryana. Si empunya rambut membuka mata dan langsung menghujaminya tatapan tajam.
"Pergi, pergi aja kali, Bang, nggak usah pake ganggu manusia yang lagi asyik bermimpi," protesnya.
"Lo pikir abang jin?"
"Bukan Jin, tapi, setan," cibirnya.
Aryan hanya meliriknya sebentar, lalu menyambar tas."Jangan lupa makan itu cokelatnya, Abang bawain varian baru," katanya sembari melangkah.
"Ih, Abang. Ryana nggak suka cokelat tauk!" pekiknya.
"Bodo," jawabnya asal sebelum kakinya keluar dari ruang perawatan.
Tidak membutuhkan lama untuk sampai di kampus. Saat ini Aryan berjalan gontai ke arah lantai dua gedung Fakultas Ekonomi. Dia kuliah di jurusan Manajemen, Aryan pikir masuk manajemen jurusan yang lumayan santai, hanya mengelola data dan bla-bla.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DSS 2] ME AFTER YOU : 1 AMIN 2 IMAN
SpiritualAisyah, dokter muda yang selalu membuat drama dengan residen killernya itu merasa beruntung bertemu dengan Aryan, pemuda konyol yang gemar memakai jeans robek. Masa pendidikan co-ass yang semula menyeramkan itu berubah menjadi menyenangkan saat pemu...