"Yang terpenting dalam kehidupan bukan kemenangan. Tetapi, bertanding dengan maksimal- Merry Riana"
Aryan menunggu jawabannya. Sejak tadi malam Aryan sudah memikirkan ini, mengajaknya pergi rooftop untuk melihat pemandangan matahari terbit. Atau lebih tepatnya ingin mendengarkan Aisyah mencurahkan hatinya yang Aryan tahu tengah berantakan sedari tadi malam.
Arah pandang gadis itu mengarah ke Ryana, dia tampak kebingungan.
Aryan paham dengan sikapnya. Baru juga saling sapa, Aryan sudah mengajaknya pergi ke suatu tempat yang mungkin tidak biasa buat Aisyah. Bukan karena matahari terbitnya ataupun rooftopnya, tetapi, karena yang mengajaknya adalah Aryan. Seorang laki-laki.
"Oke."
Aryan mengangkat alis, "Oke?" Sebetulnya Aryan paham apa maksudnya, tetapi, sengaja aja biar Aisyah jelas mengatakan mau.
"Ya, oke."
"Ya, oke?"
"Ke rooftop."
Aryan menarik ujung bibirnya. Kemudian, perlahan dia melepas tangannya dari Ryana, "Ayo," ajaknya.
Aryan berjalan lebih dulu, mereka menaiki lift. Aisyah terlihat sekali menjaga jarak dari Aryan, Aisyah tidak ingin mereka terjebak dalam satu ruangan yang hanya menyisakan mereka berdua. Aisyah menyuruh Aryan untuk naik lift duluan, setelahnya dia akan menyusul.
Sekitar lima menit Aryan menunggu Aisyah, akhirnya pintu lift terbuka. Setelah melihatnya keluar dari lift, Aryan kembali melangkah menaiki tangga. Di ujung tangga ada pintu.
Aisyah merasakan kulitnya disapa hawa dingin setelah menapaki lantai rooftop. Bentangan langit berwarna gelap beradu dengan warna oranye terlihat dari ufuk timur. Sebentar lagi matahari akan terbit sempurna. Rooftop ini bukan yang paling tinggi, bahkan rooftop ini masih terlihat dari balkon gedung lain dari rumah sakit. Di atas rooftop ini biasanya digunakan keluarga pasien untuk menunggu, lebih banyak penunggu pasien HCU yang membatasi kunjungan keluarga. Ada beberapa orang di sana, mereka tidak hanya berdua saja.
"Uwaahh!" Aisyah takjub.
Aryan langsung membalikkan badan saat mendengar seruan Aisyah. Tak menyangka bahwa mulutnya yang kecil itu membulat Aryan gemas, apalagi dengan dua bola matanya yang menatap binar bentangan langit pagi.
"Belum pernah ke sini?"
Aisyah tidak menjawab, malah berlari ke tepian gedung. Menatap hamparan perkotaan yang sebagian lampunya masih menyala.
"MasyaAllah..." ucapnya dengan mata terkagum-kagum.
"Beneran belum pernah ke sini?" tanya Aryan kembali.
Aisyah menggeleng, masih dengan wajah berseri-seri.
"Aku sering ke sini, sejak Ryana di rawat intensive selama beberapa bulan ini," kata Aryan tanpa ditanya. "Tempat tujuanku setelah Ryana mengalami drop. Alam seolah membuatku tenang," lanjutnya.
Aisyah masih menikmati pemandangan sang Surya yang perlahan mengintip bumi.
"Teriaklah."
Detik berinyatnya, Aisyah menoleh ke arah Aryan dengan tatapan heran. "Buat apa?"
Aryan berjalan mendekatinya, dia selalu tersenyum simpul saat Aisyah mencoba menjaga jarak dengannya. Aryan paham dia seperti apa, Aryan takkan merusak bentengnya.
"Mengeluarkan sesak di dada," jawabnya.
Aisyah menghela napas, sorot matanya menunjukkan kerapuhan. Menatap getir ke arah benda langit yang memancarkan rasa hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DSS 2] ME AFTER YOU : 1 AMIN 2 IMAN
SpiritualAisyah, dokter muda yang selalu membuat drama dengan residen killernya itu merasa beruntung bertemu dengan Aryan, pemuda konyol yang gemar memakai jeans robek. Masa pendidikan co-ass yang semula menyeramkan itu berubah menjadi menyenangkan saat pemu...