True Colour

8.5K 683 132
                                    

Kantor berlantai dua yang dibangun tepat di perbatasan kota dan desa kecil adalah posisi paling strategis untuk sebuah kantor advokasi. Suasananya damai, sangat cocok untuk menghadapi para klien emosional sembari menyesap teh di sisi jendela dengan panorama hijau dan angin semilir. Itu akan membuat mereka tersugesti untuk bersikap tenang selama sesi pertemuan berlangsung. Atau setidaknya itu yang Yamanaka Ino pikirkan ketika ia memilih bangunan bercat merah bata tersebut sebagai sarana untuk pengembangan karirnya.

"Aku harap kau tau apa yang kau minta," Ino menyesap teh untuk pertama kalinya setelah 45 menit penuh mengerahkan keahliannya sebagai pendengar yang baik untuk sahabat yang sedang mencurahkan isi hatinya sore itu.

Setelah belasan tahun menikah, Haruno Sakura, sahabatnya, nyaris tidak pernah mengunjunginya untuk urusan bisnis seperti ini. Dulu ia berkali-kali menolak saran Ino untuk meninggalkan suaminya sebelum terlambat, sebelum ada buah hati yang akan memberatkan mereka nantinya. Karena mau dilihat dari sudut manapun, hubungan mereka sangat berat sebelah.

Namun setelah berkali-kali nasihatnya diabaikan mentah-mentah, akhirnya Ino pun menyerah. Sungguh! Jika saja batu gunung bisa berkembang biak, maka Ino tidak akan terkejut jika suatu hari terbongkar fakta bahwa Sakura lahir dari batu. Keras kepalanya itu sangat dan sangat kronis.

"Aku tau apa yang aku inginkan." Tandas wanita bergaun satin lumut dihadapannya. Ia tidak menyentuh tehnya sama sekali, bukan pertanda bagus, pikir Ino. "Kau harus membantuku." Ia memaksa.

Ino merebahkan punggungnya ke sandaran, mencari jalan keluar, bagian belakang tubuhnya terasa begitu tegang. "Kau akan dirugikan, Sakura. Sadar tidak?"

"Dirugikan? Apa maksudmu dirugikan? Aku yang menderita disini! Aku korbannya!"

"Oke, dengar, ya. Aku mengerti apa yang kau rasakan, percayalah. Aku berada di pihakmu. Tapi bukan berarti aku akan membodohi diriku dengan mengabaikan kemungkinan buruk yang sudah bisa kutebak kedepannya hanya karena aku ingin membuatmu merasa lebih baik." Kilah Ino, "tapi coba kau bayangkan," lanjutnya, diletakkannya kedua telapak tangan putih itu ke atas meja lalu merunduk mendekat lebih persuasif. "Aku mengabulkan permohonanmu untuk menuntut Sasuke atas dasar penipuan, bahwa ia menipumu untuk menikah dengannya dan akhirnya malah membuatmu menderita setelah tau dia punya kelainan seksual, anggap saja aku sudah mengajukan tuntutanmu, oke?" terdengar tegukan udara sejenak sebelum ia menarik nafas, "yang harus kau ketahui, masalah terbesarnya bukan pada kerumitan pengajuannya, atau memanipulasi fakta untuk memberatkan dia." Ino meluruskan. "Yang jadi concern terbesar disini adalah...Dia itu seorang Uchiha, Sakura. In case kau lupa, klan besar Jepang yang terhormat ini adalah marga suamimu. Belum lagi kau harus menyeret nama CEO perusahaan raksasa yang berkontribusi sangat besar pada perekonomian Jepang sejak satu dekade yang lalu. Aku juga tidak akan membiarkanmu lupa di dalam perusahaan itu ada putra tunggal pria dengan kekayaan yang menjijikkan siap untuk membela Uzumaki Naruto dengan gagah berani, pria merah itu tidak akan tinggal diam, aku berani taruhan. Dia ancaman besar, kuasanya tidak cuman di Jepang." Ino sekoyong-koyong mengulurkan tangannya untuk meraih kedua tangan sahabatnya sebelum memberikan fakta yang paling menyakitkan yang akan menusuk lubang telinga wanita itu, "Sakura, aku takut kau akan...kalah telak."

Sentakan kasar membuat Ino meringis. Wanita di hadapannya berdiri, nyaris mementalkan kursi yang didudukinya. Wajah itu kini penuh murka. "KAU INI SAHABATKU ATAU BUKAN, HAH?!!" Bentaknya. Kerongkongannya nyeri seketika, ia berdumel sangat banyak dalam lubuk hatinya namun hanya bisa mengeluarkan satu kalimat teriakan yang melengking yang tidak menolong. Ia benar-benar tidak percaya sahabatnya sendiri menyakinkannya untuk menjadi pecundang.

"Sakura, kau tidak mengerti. Berurusan dengan orang-orang bernama besar bukanlah ide yang waras! Bahkan jika kau punya bukti kuat mereka memutilasi tanganmu dan menjadikannya makan malam di depan matamu sekalipun, kau akan tetap menjadi pihak yang kalah. Mereka akan membayar semua orang untuk menyelesaikanmu tanpa mereka sendiri harus hadir di pengadilan! Kau bahkan akan langsung kalah sebelum maju ke sidang kedua!" Ino mengerang.

THE CONQUEST. (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang