What Made Us Today

6.3K 575 79
                                    

Dering khas telepon klasik sekali lagi bergerilya melewati lubang-lubang loudspeaker ponsel Naruto. Curiga jika Sai masih berusaha merusak waktu mereka, Sasuke buru-buru mengangkatnya tanpa pikir panjang.

"Hallo."

"Dimana jiji?"

Oh shit. Boruto?

Belum sempat Sasuke memilih elakan yang normal, putra sulung Naruto itu segera memotongnya tajam.

"Aku perlu bicara dengan Ayahku, Uchiha." katanya. "Sekarang."

Naruto segera menangkap ekspresi yang tidak beres pada wajah Sasuke dan langsung merebut ponselnya ketika pria itu mengeja nama Boruto tanpa suara.

"Kenapa kau tidak lihat namanya dulu, sih?!" Bisik Naruto dalam bentuk pekikan tertahan sebelum buru-buru menjawab, "Boruto? Ada apa?"

"Kalian berbisik dulu ya disitu?"

"Huh? Tidak. Kenapa?"

"Aku tidak dengar ada yang bilang kalau aku yang menelpon, kenapa kau tau kalau aku yang menelpon?"

"Jangan konyol, Boruto. Aku melihat namamu di layar." Jawabnya, jujur. Yang ngajar anak ini jadi sangat skeptis siapa sih? Pikir Naruto frustasi, lalu segera melotot penuh tuduhan pada pria di depannya.

"Kau dimana, jiji?" Tanya Boruto sinis. "Kau ternyata tidak ada di rumah sejak kemarin. Himawari mencarimu. Dia khawatir." 

Naruto selalu tau kalau Boruto tidak akan pernah mengatasnamakan dirinya sendiri untuk menyampaikan rasa khawatirnya dan selalu akan menyeret nama adiknya sebagai pengganti. "Maafkan aku."

"Lalu kau dimana?"

"Di luar kota." Naruto merespon cepat. Rumah ini berjarak 500 km dari Tokyo dan harus melewati beberapa perfektur besar untuk sampai. Jadi secara teknis ia tidak sedang berbohong.

"Dengan siapa?"

"Urm, Sasuke." Diliriknya pria tinggi di kamar itu sembari meringis awas. Kali ini ia meragu apa itu jawaban yang tepat untuk ungkapkan. Mengingat mereka masih belum tuntas meredakan mood buruk yang tercipta semenjak insiden di penginapan. Tapi pikirannya sudah cukup tidak jernih setelah kejadian itu. Ditambah apa yang terjadi kemarin.

"Dan?" suara diseberang sambungan menggantung, menginginkan ada nama lain yang disebut Naruto dalam acara 'luar kota'-nya.

Naruto tidak mungkin menyebut nama Shikamaru, Boruto akan segera tau ia berbohong. Ia telah mengajarkan putra sulung dan putri bungsu cantiknya untuk tidak pernah berbohong dalam kondisi apapun. Berbohong adalah tindakan kriminal level hina yang tidak dapat ditoleransi dan Naruto tidak ingin merusak peraturan itu sekarang, tidak ketika situasi keluarganya sedang dalam krisis kepercayaan satu sama lain seperti ini.

"....hanya, urm Sasuke."

"Hanya berdua." Suara Boruto penuh tekanan. Ini tidak bagus, batin Naruto. Apa seharusnya ia bohong saja?

"Apa yang kalian lakukan berdua di luar kota?"

"Meeting. Hanya masalah pekerjaan, Boruto. Maaf tidak memberitahumu dan Hima lebih dulu." Naruto memutar otak bagaimana caranya ia akan menjelaskan itu nanti. "Tapi kalian tidak perlu khawatir, aku akan pulang ke rumah malam ini setelah urusan di kantor selesai." dengan susah payah ia menyeret semua kewibawaan seorang kepala rumah tangga yang ia punya untuk mengucapkan semua kalimat itu dengan nada setenang mungkin. Meski rasanya begitu salah ketika ia mengatakannya justru sembari duduk di atas ranjang mengenakan kemeja seorang pria yang baru saja melakukan hal-hal 'mesum' dengannya. Apa ini termasuk selingkuh? Rasanya lebih seperti 'bekhianat' pada putranya dibanding selingkuh dari Hinata --mendiang istrinya.

THE CONQUEST. (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang