Part 26

3.6K 195 0
                                    

"Aku membahasakan pagi adalah sebuah pertemuan, akan ada gerimis yang mengantarnya menuju gulita, dan aku memaknai senja sebagai sesuatu yang mengingatkanku perihal perpisahan. Akan selalu ada gelap menjemput fajar di ufuk timur"

Miko yang mengerti bahasa tubuh Nadrah rasanya ingin melonjak kegirangan. Ingin rasanya ia memeluk Nadrah, akan tetapi situasi tidak memungkinkan.

Sekarang dia harus menjelaskan tentang hubungannya dengan Nadrah pada keluarga istrinya tersebut.

"Em ... Tante ... ada yang ingin saya katakan." Miko berusaha menenangkan debarannya.

"Eh, iya Nak Miko, mau bilang apa?" tanya Bu Hernilam.

Nadrah tegang. Apa yang akan dikatakan Miko pada mamanya? Dirasakan tangan Wisnu menggenggam erat tangannya.

Tenanglah. Ingat janinmu!

Dia seperti merasakan Wisnu mengucapkan kalimat itu lewat genggamannya.

Nadrah mengelus perutnya. Ia mencoba menenangkan diri sambil menunggu apa yang akan keluar dari mulut Miko.

"Hemhh itu Tante ... tujuan saya ke sini hemhh anu ...,"

Miko merasa seperti orang bodoh. Ini pertama kali dia merasa sangat susah untuk berbicara di hadapan orang lain.

Diliriknya Nadrah dan Wisnu bergantian. Istrinya itu tampak sangat tegang. Sementara Wisnu menatapnya dengan tenang.

Dia melihat Wisnu mengangguk. Apa maksud dari anggukannya? Mungkinkah pria itu sudah tahu tujuan ia datang?

Sekali lagi ia melirik Wisnu. Kali ini ada senyuman di bibir lelaki itu.

Miko menyadari sesuatu. Tidak salah lagi. Bagi orang-orang sepertinya dan Wisnu-- mereka bisa melakukakan apa saja untuk sebuah informasi.

Miko kembali memfokuskan diri pada ibu mertuanya.

"Saya ingin menjemput Nadrah, Tante." Kali ini kalimat itu mengalir begitu saja tanpa hambatan.

Nadrah yang mendengar perkataan Miko, langsung menatap suaminya dengan tatapan yang sulit dibahasakan. Ada berbagai rasa yang bercampur jadi satu.

"Menjemput? Maksud Nak Miko, ingin menikahi Nadrah? Tapi dia masih berstatus sebagai istri orang, Nak. Walau suaminya adalah lelaki yang tidak bertanggungjawab." Bu Hernilam berkata sinis.

Kalimat terakhir menohok jantung Miko. Lelaki tidak bertanggungjawab?

Miko kembali melirik Nadrah yang tampak salah tingkah setelah mendengar ucapan mamanya.

Tapi mengingat kelakuannya yang telah mengusir dan mengabaikan istrinya selama sebulan lebih, Miko memaklumi jika nada suara mertuanya mendadak berubah begitu.

"Bu--bukan, Tante ... ssa-saya dan Nadrah ud--ud--ah menikah."

Dengan susah payah kalimat itu akhirnya terlontar juga dari bibir Miko.

"Sayalah suami yang tidak bertanggungjawab itu, Tant. Saya ke sini ingin meminta maaf sekaligus mengajak Nadrah pulang."

Kalimat berikutnya mengalir lancar saat dia melihat Wisnu seperti sedang menahan tawa melihatnya mati kutu di depan mama mereka.

"Ap-paaa? Bagaimana bisa?" Bu Hernilam terkejut. Dia terduduk di sofa.

Wanita itu tidak percaya. Miko yang dulu pernah dikecewakan dua kali, sekarang malah jadi suami dari putrinya?

Takdir apa yang sudah dan sedang berputar-putar mempermainkan mereka?

Pikiran Bu Hernilam berusaha mencerna apa yang sedang terjadi.
Otaknya mengaitkan situasi sekarang dengan cerita yang pernah diceritakan oleh Wisnu dan Nadrah sendiri.

Senandung Cinta NadrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang