Part 19

3.4K 206 0
                                    

"Berilah ruang pada hatimu
Saat kau butuh jawaban dari Tuhan"
-----

Miko diizinkan pulang setelah beberapa hari dirawat. Untuk sementara, dia dianjurkan istrahat di rumah, dan ia harus patuh dengan saran dokter, jika tidak ingin jahitan di perutnya robek.

Untuk menghilangkan kejenuhan selama berada di rumah, dia sering mengajak Kiara main. Kebencian terhadap anak itu selama ini, berubah menjadi rasa sayang melihat kelucuannya yang menggemaskan.

Kiara juga tampak senang dan nyaman di dekat Miko. Hal itu terlihat jelas saat dia tertawa renyah begitu Miko menggodanya.

Sejak kejadian Kiara diculik, sikap Miko yang awalnya kasar, memang sedikit berubah. Walau tidak bisa dikatakan dia menjadi pria yang hangat. Toh, bukan Miko namanya kalau sifat dinginnya mencair. Beruang kutub tetaplah beruang kutub.

Nadrah memperhatikan keakraban suami dan anaknya. Dalam hati, dia bersyukur. Namun, terkadang wanita itu merasa khawatir, jikalau sewaktu-waktu Miko berubah lagi, mengingat bagaimana temperamen lelaki itu selama ini.

Walau tidak diizinkan keluar rumah, setidaknya Nadrah bisa bernapas lega, karena tidak lagi dikurung di kamar. Dia bebas ke mana-mana selama tetap di dalam lokasi rumah.

Nadrah menjalankan tugas dan perannya. Dia menyiapkan segala kebutuhan Miko, walau di hati sangat susah menerima keberadaan lelaki itu. Miko juga tidak pernah memperlakukan dia layaknya sebagai seorang istri. Tetap dingin dan datar.
___

Nadrah sedang menidurkan Kiara, saat Miko masuk dengan membawa kotak yang dibungkus rapi. Ini pertama kalinya lelaki itu mendatangi kamarnya, setelah kejadian Erlan dan Dela bertamu, pas hari Kiara diculik.

"Kalau Kiara dah tidur, kamu bersiap-siaplah! Malam ini ada undangan perjamuan di rumah relasi bisnisku," kata Miko datar.

Bungkusan diletakkan di atas kasur, "Pakai ini!"

Nadrah sedikit tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Miko mengajaknya keluar rumah? Mimpi apa dia? Diliriknya bungkusan di atas kasur, yang ia yakin itu adalah gaun pesta.

"Hmm ... iya. Tapi aku boleh tidak, memilih sendiri gaunnya?" tanya Nadrah ragu. Dia takut Miko marah karena permintaannya.

"Tenang saja. Itu gamis lengkap dengan jilbabnya. Pakai saja itu."

"Terima kasih, Mas."

Lalu hening beberapa saat. Suasana menjadi sangat beku.

"Bersiap-siaplah sekarang. Aku akan menyuruh Bi Ina untuk menunggui Kiara di sini."

Miko meninggalkan kamar setelah mengelus lembut pipi Kiara.

Nadrah menyelimuti putri mungilnya, kemudian menuju kamar mandi untuk membersihkan badan lalu bersiap-siap, sebelum Miko kesal karena menunggu lama.
____

Perjamuan bisnis itu terlihat eksklusif. Banyak pengusaha sukses yang hadir.
Sebuah meja besar di sudut ruangan menyajikan berbagai jenis makanan mewah. Pelayan sibuk hilir mudik melayani tamu.

Kaki jenjang Nadrah mengikuti langkah Miko. Gamis yang ia pakai tampak sangat cocok di badannya. Ditambah dengan balutan jilbab yang menutupi rambut panjangnya, memperlihatkan kecantikan yang selama ini tersembunyi. Beberapa pasang mata memperhatikan kedatangan mereka.

Miko mengajak Nadrah ke tengah ruangan, memperkenalkannya dengan beberapa orang tamu undangan.

"Tunggu di sini, sebentar. Aku mau ke sana," kata Miko lalu mendekati salah satu relasi bisnisnya.

Nadrah menunggu suaminya sambil memperhatikan sekitar ruangan. Dulu dia sering menghadiri perjamuan seperti ini bersama papa dan mamanya.

Nadrah jadi teringat kembali masa-masa dia masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Ada perasaan rindu yang tiba-tiba mengetuk hati Nadrah. Entah bagaimana kabar mereka sekarang?

"Sedang apa pelayan sepertimu berada di tempat ini?"

Seseorang dari arah samping mengajukan pertanyaan yang membuat Nadrah harus menoleh.

Dilihatnya sosok wanita yang berpakaian seksi dengan make up sedikit tebal menatap sinis padanya.

Wulan. Nadrah mengingat pernah sekali bertemu dengan wanita itu di resto. Dialah yang mengusir Nadrah dari kantor Miko waktu itu.

"Kamu pelayan, kan? Harusnya kamu melayani tamu. Kenapa berdiri di sini dengan pakaian seperti itu? Sana, ambilkan minuman!"

Wulan mendorong Nadrah hingga terjatuh ke lantai. Belum cukup dengan itu, wanita berdandan menor tersebut menyiram Nadrah dengan senampan minuman yang dia ambil dari pelayan yang lewat.

"Harusnya kamu tau diri dan tau posisimu," ujar Wulan memancing keributan.

Nadrah diam saja. Bukan karena takut pada Wulan, tapi perasaan malu mencegahnya untuk mengangkat wajah yang merah seperti kepiting rebus.

Semua mata yang ada di dekat mereka, tertuju pada Nadrah. Mereka berbisik-bisik melihat keributan yang diciptakan Wulan.

Nadrah semakin menunduk. Ada air mata yang tidak bisa ditahannya untuk tidak mengalir.

"Nadrah? Sedang apa kamu di sini?"

Nadrah mengangkat kepala mendengar seseorang menyebut namanya. Dia melihat wajah yang sangat dikenal sedang jongkok di depannya.

"Mas Wisnu ...." gumamnya dengan air mata berlinang.

"Kamu baik-baik saja, kan? Ayo kita pergi dari tempat ini." Lelaki yang dipanggil Wisnu memakaikan jasnya pada tubuh kuyup Nadrah, lalu membantu Nadrah berdiri.

"Jaga sikapmu, Nona! Berbuat kasar seperti itu memperlihatkan kualitas dirimu," sindir Wisnu menggeser Wulan agar memberi jalan. Dia membawa Nadrah meninggalkan ruangan itu.

Miko pun tidak luput menyaksikan kejadian itu. Dia terpaku melihat istrinya dipermalukan oleh Wulan. Ketika baru saja hendak mendekat, langkahnya terhenti. Ia melihat seseorang telah membantu dan membawa Nadrah pergi.

Tanggannya terkepal. Wajah tampan pria itu tampak mengelam menahan amarah.
___

Miko setengah menyeret tangan Wulan, meninggalkan ruangan perjamuan. Dibawanya ke sebuah ruangan kosong, kemudian dalam sekali gerakan, dia menampar Wulan dengan keras, membuat wanita itu kaget.

"Jangan pernah mengusik Nadrah lagi, jika kau ingin hidup tenang!" desis Miko emosi.

"Mas Miko! Apa salahku? Kau memilih membela pelayan itu?" tanya Wulan gusar sambil memegang pipinya yang terasa panas.

"Jaga ucapanmu! Nadrah bukan pelayan. Status sosialnya jauh lebih tinggi di atasmu."

Wulan terdiam. Dia tidak berani membantah ucapan Miko lagi. Hatinya ketar-ketir melihat kemarahan pria itu.

"Sekali lagi kuperingatkan. Jangan ganggu Nadrah! Kamu itu hanya wanita murahan, yang menempeli pengusaha-pengusaha kaya. Kau tidak sebanding dengannya. Paham?" bentak Miko membela harga diri istrinya yang dilecehkan.

Entah kenapa, Miko merasa ikut terhina jika ada yang melecehkan Nadrah. Perasaannya sakit.
___

Usai mengurus Wulan, Miko pulang ke rumahnya. Dia tidak berniat untuk bergabung lagi di acara perjamuan. Suasana hatinya sedang buruk.

Pikirannya kacau memikirkan pria yang membawa pergi istrinya. Melihat Nadrah dipegang oleh pria lain, dadanya terasa panas. Siapa dia dan ke mana dia membawa Nadrah? Hati Miko semakin terbakar.

Setibanya di rumah, Nadrah belum pulang. Miko bolak-balik di depan pintu.

Kenapa selarut ini Nadrah belum kembali? Apa yang dilakukannya di luar sana bersama pria tadi? Bagaimana jika dia tidak mau pulang dan memilih pergi dengan pria itu? Melihat situasi di perjamuan tadi, sepertinya mereka saling kenal dan sangat dekat. Apakah mungkin mereka punya hubungan? apa yang akan dia lakukan jika Nadrah benar-benar meninggalkannya? Apakah dia harus menculik lagi istrinya sendiri? Mengapa hatinya segelisah ini?

Semua pertanyaan tersebut menyerang pikiran Miko. Dia tidak pernah setakut itu kehilangan sesuatu. Bahkan kehilangan tender ratusan juta rupiah pun, dia tidak segelisah itu.
____

Senandung Cinta NadrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang