Ekstra Part 1

8.4K 424 104
                                    

"Aku percaya pada kekuatan doa,
serupa embun yang disembunyikan mentari. Ia ada, meski rahasia"

"Mau sampai kapan kamu seperti ini, Mik? Ikhlaskan Nadrah. Jangan  siksa dia lagi, Nak. Sudah cukup penderitaan yang ia alami selama ini." Bu Ratri menatap penuh kesedihan pada putranya yang sedang berdiri di pinggir ranjang rumah sakit, sambil menggenggam erat tangan sosok wanita yang terbaring tak berdaya di atas kasur.

Miko tidak menanggapi. Bukan hanya mamanya,hampir semua keluarga, sahabat dan dokter pun sering memberikan nasihat yang sama. Mereka sedih dan prihatin melihat Miko seolah tidak lagi memiliki semangat hidup.

Kehidupan Miko benar-benar kacau dan tidak terurus selama enam bulan terakhir ini. Setiap hari dia berada di rumah sakit dan menyerahkan urusan kantor pada asisten kepercayaannya. Dia hanya ke kantor jika ada urusan mendesak yang memang harus diselesaikan sendiri olehnya.

Kedua anaknya bergantian diurus oleh mama dan mertuanya. Sesekali Mia juga ikut membantu. Tapi sejak Mia hamil, anak-anak lebih banyak diasuh oleh mama dan orang tua Nadrah.

Kecelakaan tragis yang menimpa Nadrah enam bulan lalu menyebabkan istrinya tersebut mengalami pendarahan otak yang parah dan berakhir koma. Menurut Dokter spesialis yang menangani, Nadrah memiliki peluang sangat kecil untuk bertahan, kecuali dia harus dibantu dengan alat bantu medis.

Selama enam bulan terbaring dengan alat penunjang kehidupan, tidak ada tanda-tanda Nadrah akan sadar, selain jantung yang masih berdetak lemah. Akhirnya para dokter pun menyarankan agar melepas semua alat bantu untuk mengakhiri penderitaan Nadrah.

Miko yang diminta untuk menandatangani surat persetujuan, dengan tegas menolak. Dia tetap yakin, istrinya akan sadar suatu saat nanti. Entah kapan, tapi dia akan tetap menunggu dan tidak siap  kehilangan Nadrah kapan pun juga.

Hal itu membuat Bu Ratri dan keluarga Nadrah semakin sedih. Mereka tidak sanggup lagi melihat penderitaan yang dialami oleh Nadrah dan Miko.

"Mama benar, Mas. Kasihan Mbak Nadrah. Kamu harus merelakan dan mengakhiri penderitaannya. Mas Miko juga harus melanjutkan hidup dan memikirkan anak-anak. Mereka membutuhkan Mas Miko." Mia yang sejak tadi berada di ruang perawatan Nadrah mengelus lengan Miko, yang kemudian tangannya ditepis kasar oleh pria itu.

"Menjauhlah, Mia! Kau jangan lupa, siapa penyebab semua ini terjadi. Jika bukan karenamu, Nadrahku tidak akan mengalami hal buruk hingga koma. Jadi jangan pernah mengatakan apa pun padaku!" Bentakan Miko membuat Mia tersentak kaget.

"Mas, aku ...." Mia tercekat melihat tangan Miko terangkat. Air mata membanjir di pipinya. Selama enam bulan ia disalahkan atas kejadian yang menimpa Nadrah. Hal itu sangat melukai perasaannya.

"Cukup, Mia. Pergilah dari sini!" Suara datar dan dingin Miko begitu mengintimadasi, membuat Mia bergidik.

Mia menatap Nadrah dengan tatapan sedih.

'Bangunlah, Mbak. Jangan membuatku dihantui oleh rasa bersalah dan dibenci seumur hidup oleh Mas Miko' bathin Mia lalu pergi dengan rasa perih di hatinya.

Miko mendengus kasar. Dia menunduk lalu mengecup dahi dan kedua mata istrinya yang terpejam rapat.

"Nad, buka matamu. Jangan hukum aku seperti ini, Sayang. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi." Miko menangis. Entah ini air mata yang ke-berapa yang dia alirkan sejak istrinya koma.

Bu Ratri yang sejak tadi memperhatikan sikap putranya, mendekat lalu menepuk pundak Miko.

"Kamu tak seharusnya sekasar itu pada Mia, Mik. Bagaimana pun juga, dia tidak bersalah atas kejadian yang menimpa Nadrah. Ini semua sudah ketetapan Tuhan, Nak. Ingat, Mia sedang hamil. Hal buruk juga bisa menimpa kandungannya jika dia terlalu stress."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senandung Cinta NadrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang