Hari Ketiga (Rabu)

154 33 4
                                    

Kejadian ini berlangsung dari pukul 09:00 WIB s.d. pukul 10:00 WIB

Gedung Permata Bank, ruang direktur keuangan, lantai 17, Sektor VII, Bintaro, Tangerang

Pagi yang cerah di luar sana dan suasana sejuk dalam ruangan oleh AC sepertinya tidak berlaku terhadap seorang laki-laki di usia pertengahan tiga puluhan, dia seperti galau dan gundah tak secerah cuaca pagi ini dengan keringat mengucur didahinya bak kepanasan. Laki-laki tersebut bernama Widiyono yang tengah dipanggil oleh salah satu direktur Bank Permata, Tardas Sitompul.

Tak ada yang bicara dalam ruangan tersebut. Baik Tardas maupun Widiyono sibuk dengan aktivitas masing-masing.

Lalu, perlahan-lahan dengan sorot mata tajam dan wajah mengeras, Tardas menatap Widiyono dengan membolak-balik lembar-lembar kertas yang terkumpul dalam satu berkas map. Hanya menatap diselingi dengan membaca lembaran kertas di dalam map tersebut.

Widiyono yang ditatap oleh Tardas hanya bisa menundukkan kepala dengan keringat bercucuran bak dirinya habis berolahraga. Nyali Widiyono kali ini benar-benar ciut, karena apa yang tertulis dalam lembaran-lembaran kertas yang berada di tangan Tardas turut andil menentukan nasibnya di Bank Permata, suka atau tidak suka demikian adanya.

Dalam menunggu respon Tardas dengan meremas-remas tangannya, Widiyono berdoa tentang hal yang sama berulang kali dalam hati sembari menunggu tanggapan dari Tardas.

"Semoga diriku tidak dipecat. Aamiin ya Allah aamiin."

Setelah sepuluh menit berlalu, baru Tardas membuka obrolan dengan nada yang dalam dan berwibawa.

"Jadi total kerugian kita adalah delapan milyar lima ratus juta rupiah?"

"Iya...iya...pak." Jawab Widiyono dengan nada bergetar, grogi, yang mungkin diakibatkan oleh wibawa dari Tardas atau efek dari masalah kerugian yang diderita oleh Bank Permata.

Lalu, Tardas berkata kembali.

"Semua kerugian ini diakibatkan oleh pencairan deposito dormant yang dilakukan oleh pihak tak bertanggung-jawab, begitu ya?"

Begitu mendengar nada suara dari mulut Tardas tidak keras, maka Widiyono menghembuskan napas kelegaan, dan Widiyono bersuara dalam hati, "Alhamdulillah, untung gue nggak dimarahi! Beruntung boss killer ini nggak ngamuk-ngamuk."

Melihat Widiyono tak bersuara untuk menjawab pertanyaannya malah seolah-olah sedang melamun, Tardas mengulangi pertanyaannya dengan nada sedikit keras, "Pak Widi? Semua kerugian ini diakibatkan oleh pencairan deposito dormant yang dilakukan oleh pihak tak bertanggung-jawab, begitu ya? Halo?"

Nada keras dari mulut Tardas berupa teguran, langsung membawa kembali Widiyono ke bumi, maka dengan segera dia menyahutinya.

"Betul sekali, pak. Para pemilik deposito merasa tidak pernah melakukan pencairan. Beruntungnya kita adalah mereka hanya melakukan laporan keluhan di kantor cabang terdekat dengan lokasi tempat tinggal mereka atau melaporkan keluhan melalui call center, hal itu dilakukan oleh mereka setelah mereka mencairkan deposito atas nama mereka namun ternyata deposito mereka telah raib dicairkan oleh oknum tidak bertanggung-jawab."

Sejenak Tardas termenung setelah mendengarkan penjelasan dari Widiyono selaku manager keuangan Bank Permata.

Melihat Tardas terdiam seolah memikirkan sesuatu, Widiyono berlaku sama, dia pun terdiam menunggu respons susulan dari atasannya tersebut.

Selang beberapa menit kemudian, Tardas kembali bersuara.

"Apakah para nasabah sudah melaporkan masalah ini kepada aparat hokum?"

7 Hari (Karma)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang