Hari Ketujuh (Minggu)

142 29 6
                                    

Kejadian ini berlangsung dari pukul 07:00 WIB s.d. pukul 08:00 WIB

Apartemen Permata Hijau, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

Selepas menyantap menu sarapan, Esti menatap layar televisi yang menyajikan berita tentang terbunuhnya Naufal dan Edi di rumah Kaswadi. Ternyata, dengan ekspresi dingin dan datar saja, Esti menanggapinya.

Malah dalam ocehan yang tertuju kepada diri sendiri, "Terima kasih mas. Dengan tewasnya mas membuat diriku semakin kaya dan tentunya tak perlu repot-repot lagi untuk selalu melayani mas di tengah-tengah rasa capek sehabis bekerja!"

Kemudian berhubung sudah bosan menyaksikan acara televisi, Esti pun mematikan televisi selanjutnya mengkontak Astuti yang dia ketahui adalah simpanan Naufal via What's Ap.

Dalam benak Esti ketika menghubungi Astuti terucapkan, "Sekarang giliran simpananmu, mas! Dia juga harus diberikan pelajaran pahit seperti kamu bahkan lebih pahit lagi seperti sakit yang kurasakan sekarang!"

Tak berlama-lama segera diketikkan pesan tertuju kepada Astuti. Dia berpura-pura ingin menikmati layanan ranjang seperti iklan Astuti dalam akun twitter-nya.

Ma'af, mbak Tuti. Apakah ada slot untuk siang ini? Saya ingin short time dengan mbak Tuti. Di mana kita bisa bertemu, mbak?

Setelah itu Esti mengirimkan pesan tersebut namun pending, rupanya Astuti masih mematikan ponsel.

Esti mendengus kesal dengan pending-nya pesan yang dikirimkan lalu untuk menghibur hati yang kesal, dia memutuskan untuk keluar apartemen sambil menunggu pesannya dibalas oleh Astuti.

= oOo =

Perumahan Asri Griya, Sawangan, Depok, Jawa Barat

Pagi itu dalam kesunyian suasana rumah berhubung ibu dan bapaknya keluar rumah untuk berkunjung ke rumah keluarga di kawasan Tangerang, Soegiyono memilih menyaksikan acara yang tersaji di televisi.

Dan, ternyata acara pertama yang dilihatnya adalah berita tentang terbunuhnya dua bersaudara di rumah Kaswadi. Nama Naufal yang disebutkan oleh reporter disertai sketsa foto profil dengan segera dikenali oleh Soegiyono sebagai pria yang dia buntuti hingga berpisah di kawasan rest area toll Jakarta-Cikampek.

Menyaksikan sendiri kekejaman Naufal yang membunuh kurir lalu menguburkan mayatnya di kawasan hutan lindung Cikampek serta sekarang menyaksikan kondisi terkini, Soegiyono langsung berseru dengan nada lantang, "Alhamdulillah, akhirnya terbalaskan dendam non Oktavia dan tentunya korban-korban dia sebelumnya."

Kemudian dilanjutkan dengan gumaman kepada diri sendiri disertai oleh matanya yang berkilat-kilat tajam, "Berhubung ancaman terhadap keselamatan diriku sudah tidak ada. Maka sekarang aku tinggal membereskan satu orang saja sebagai pelampiasan dendam non Oktavia. Hutang nyawa bayar nyawa, hai Annie Subroto!"

= oOo =

Perumahan Pondok Indah, Pondok Indah, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

Pagi itu setelah olah TKP yang dilakukan oleh pihak kepolisian, terlihat Kaswadi tengah menikmati segelas teh manis hangat dengan duduk di kursi yang berada di teras depan rumah ditemani oleh Mintarti, istrinya.

Dengan pelan-pelan disesapnya teh manis hangat untuk meredakan rasa shock yang masih menghantui pikiran. Pikiran tentang trauma membunuh seseorang. Padahal tak pernah terpikirkan oleh Kaswadi untuk merenggut nyawa seseorang, hal yang dilakukan tadi malam hanyalah spontanitas berhubung dirinya terancam untuk dibunuh oleh Naufal, demikian nama pembunuh yang menyatroni rumah.

Dalam keheningan di teras depan rumah, tiba-tiba saja ponsel milik Mintarti, istrinya berdering keras.

Dilihat oleh Kaswadi, Mintarti mengangkat telepon tersebut dengan wajah berseri-seri menandakan bahwa pihak yang menelepon tentu sangat dikenal oleh istrinya tersebut.

7 Hari (Karma)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang