Rifkih memijat pelipisnya pelan, melelahkan sekali. Hari ini dia baru masuk kerja dan sudah menangani operasi besar.
Karena operasi ini pula, rencana pindah rumahnya dengan zahra harus di tunda."Dok, pasien mengalami pendarahan lagi, "ujar suster berjilbab yang menjabat sebagai asisten rifkih dirumah sakit tiara sela.
Rifkih yang mengalami sedikit pusing pun hanya mengangguk pelan dan berdiri dari duduk nya.
"Tolong di urus sebentar sus, saya harus meredahkan sakit dikepala saya, "ujar rifkih pelan.
"Tapi tidak bisa dok, pasien kekurangan banyak darah, "ujar suster itu lagi.
"Baiklah, kita segera kesana, "jawab rifkih.
Rifkih pun berjalan cepat dengan kondisi kepala yang masih pusing.
Bagaimana pun kondisinya, menyelamatkan pasiennya jauh lebih penting.Saat di perjalanan menuju ruang pasien, handphone rifkih berbunyi.
Dilihatnya sekilas, dan tertera nama zahra di layar handphone."Maaf sayang, mas sekarang sedang sibuk. Nanti mas telfon lagi, "ujar rifkih dan langsung mematikan handphonenya.
Rifkih pun menambah kecepatan langkahnya dan memasukkan handphone ke dalam jas dokternya.
"Dok, stok darah A habis, "ujar suster berjilbab itu.
"Tidak ada cadangan?, "tanya rifkih.
Suster itu pun hanya menggeleng lemah.
Sontak rifkih kebingungan.
"Ya Allah apa yang harus hamba lakukan, selamatkan dia ya Allah, "gumam rifkih pelan.
Rifkih dan dua suster pun berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan pasien tersebut.
Tapi Allah berkehendak lain, pasien yang mengalami pendarahan hebat itu meninggal dunia.
Rifkih yang merasa gagal pun mengeluarkan sedikit air matanya. Dia berjalan gontai menuju pintu keluar.
Apa yang harus dia katakan kepada keluarga pasien, jujur rifkih benci tangisan, saat dia menjelaskan berita duka tersebut pasti akan banyak air mata yang berjatuhan, akan timbul rasa bersalahnya sebagai seorang dokter.
Rifkih teringat ucapan uminya dulu.
كَفَى بِالمَوْتِ وَاعِظًا
"Cukuplah kematian sebagai peringatan (berharga)." (Diriwayatakan oleh Al Baihaqi)
Betapa mengerikannya sakratul maut, betapa ruginya jika kita belum menyiapkan apa-apa sebagai bekal di akhirat nanti.
Usai memberitahu kabar duka kepada keluarga korban, rifkih berjalan gontai menuju ruangannya.
Dilepasnya jas yang sejak pagi tadi telah melekat di badannya.
Bebannya bertambah berat saat keluarga korban tidak terima atas takdir yang rifkih sampaikan tadi.
Yang lebih parahnya lagi, keluarga korban malah menyalahkan rifkih sebagai penyebab kematian keluarganya.Penat rasanya, rifkih pun segera menuju ke mushola untuk sholat dan mengadu kepada sang pencipta.
Saat sudah merasa agak tenang, rifkih pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruangannya.
Teringat akan istri tercinta, rifkih pun membuka Handphone dan mencari nomor zahra.
Beberapa detik kemudian, dring telfon berganti dengam suara perempuan yang sangat rifkih cinta.
Penat di hatinya pun terobati karena mendengar suara lembut zahra. Satu senyuman manis pun terbit dari bibir rifkih.