Siang hari, sekitar pukul satu. Gadis berkerudung dan bercadar ini berjalan kaki di komplek rumahnya. Kedua tangannya menenteng beberapa plastik putih berlogo salah satu minimarket di depan kompleknya.
Baju gamis panjang berwarna gelap, kerudung dan cadar yang senada menjadi ciri khas dari gadis itu. Tak banyak yang mengenalnya. Karena gadis itu baru saja pindah rumah ke komplek ini bersama kedua orang tuanya dan satu kakaknya tiga minggu yang lalu.
Sesampainya di depan gerbang rumah, gadis itu menyimpan terlebih dahulu tentengan belanjaan yang ia bawa di bawah dekat kakinya kemudian tangannya membuka gerbang rumah.
"Assalamu'alaikum," salamnya.
Meski tak ada yang menjawab, Afanin tetap mengucapkan salam. Kedua orang tuanya tengah pergi ke luar kota. Hanya tinggal ia dan satu Kakak laki-lakinya yang saat ini tengah bekerja.
Afanin membawa tentengan belanjaannya lagi kemudian menutup gerbang menggunakan kaki tanpa menguncinya. Lagi-lagi hal seperti tadi terulang ketika ia membuka pintu.
Ketika sudah di dapur, Afanin atau sering Umi dan Abi, dan Kakaknya panggil Fanin itu merapihkan belanjaannya di dapur. Memasukkan beberapa cemilan kesukaannya ke dalam kulkas. Dan menyimpan beberapa makanan kucing ke box khusus yang ada di bawah kompor dapurnya.
"Assalamu'alaikum, Fanin?"
"Wa'alaikumussalaam, aku di dapur,"
"Lagi ngapain, De?" Fanin menolehkan kepalanya, disana Kakanya berjalan seraya membuka jas dan dasi nya.
"Beresin makanan, tadi abis belanja, Bang," kata Fanin. Nasim, sang kakak pun menganggukkan kepala tanda mengerti seraya menarik kursi di bawah meja makan yang ada di dapur untuk ia duduki.
"Abang tumben jam segini udah pulang?" Fanin menggulung plastik bekas belanjaanya dan menyimpannya di plastik besar yang ada di dekat tong sampah.
"Abis meeting sama client baru, terus agak gak enak badan gitu. Jadi pulang aja, udah bilang kok sama Abi," Fanin menganggukkan kepalanya. Ia membuka cadarnya kemudian melipat cadarnya tersebut.
"Mau di bikin teh manis atau kopi?"
"Teh manis aja," Fanin kembali mengangguk mengiyakan. Ia mengambil teh celup dan dua sendok gula yang ada di kulkas dan menuangkan air panas pada cangkir, dan sedikit mencampurnya dengan air dingin, agar tak terlalu panas.
"Maaf ya, hari ini aku gak pergi ke kantor. Gak tau kenapa, aku ngerasa males aja buat pergi ke kantor, hehehehe," Nasim tersenyum, ia mengelus kepala adiknya lembut.
"Gak apa-apa. Gak dipotong kok gaji nya," Nasim dan Fanin pun tertawa. Mereka memang selalu akur, saling menyayangi dan melindungi.
"Mau minum obat gak, Bang?" tanya Fanin.
"Udah kok, cuma tinggal istirahat aja," Fanin mengangukkan kepalanya. Ia mengambil cadar yang tadi ia simpan di meja, kemudian memakainya kembali.
"Kamu mau kemana?" tanya Nasim.
"Mau ke rumahnya Nabila dulu, aku lupa ada janji sama dia mau ngajarin Nabila Matematika," Nasim mengangguk.
"Hati-hati ya," kata Nasim mengusap kepala adiknya. Fanin tersenyum, ia mencium tangan sang Kakak. Kemudian, beranjak pergi keluar rumah.
"Kak Fanin!" Afanin menolehkan kepalanya ke arah luar pagar rumahnya, ia melihat Denada sedang berlari ke arahnya dari sebrang rumahnya.
Fanin tersenyum di balik cadarnya, Denada datang dan langsung menarik dan mencium tangan Afanin. "Assalamu'alaikum, Kak Fanin,"
KAMU SEDANG MEMBACA
RECONDITE [TAMAT]
SpiritualCERITA PINDAH KE DREAME (Jumat, 06 Maret 2020) Di zaman sekarang ini, siapa sih yang mau di jodohkan dengan orang tak di kenal. Siapapun pasti tidak mau. Termasuk Afanin, sekertaris kakaknya di kantor itu harus menikah dengan orang yang tak ia kena...