Agya menatap gedung besar nan megah di hadapannya. Gedung yang berdiri tegak tersebut adalah sekolah barunya sekarang. Agya memperhatikan setiap jengkal dari sekolah barunya itu.
Gedung sekolahnya sangat besar dan megah layaknya istana. Halamannya juga sangat luas. Gedung tersebut berdiri sendiri diantara hutan belantara. Jalan masuknya pun harus menelusuri hutan terlebih dahulu.
Bangunannya masih kokoh, tetapi cat dindingnya sudah memudar dan banyak kulit-kulit gedung yang terkelupas. Warna bangunannya juga telah luntur, sehingga tidak jelas warnanya apa jika diperhatikan dengan seksama.
Jika dilihat-lihat, bangunan sekolahnya tampak seperti istana yang telah lama ditinggalkan oleh raja dan ratunya. Seperti sudah tidak ditempati lagi saking tak terawatnya sekolah itu. Halamannya pun juga dipenuhi banyak dedaunan kering akibat banyaknya pohon-pohon yang mengelilingi sekolah tersebut.
Masih memperhatikan, Agya bergidik ngeri melihat kondisi sekolah barunya. Ia masih berdiri mematung didepan bangunan tua itu. Kakinya terasa berat untuk melangkah kedepan meskipun hanya satu inchi.
Tak lama kemudian, Agya merasakan bahunya ditepuk oleh seseorang dari belakang. Bulu romanya mulai berdiri. Ia merinding.
Siapapun, tolong jangan apa-apain gue! Batinnya.
"Dek, siswa baru?"
Suara itu...
"Ehm, e-eh, iya, Pak. S-saya siswa baru disini." Katanya gelagapan. Ternyata seorang satpam yang menepuk bahunya tadi.
"Saya Anwar, satpam di sekolah ini." Kata Pak satpam tersebut sopan sambil tersenyum. Nada bicaranya ramah. Timbul satu kepercayaan bagi Agya untuk sekolah disini.
"Mau saya anterin masuk?"
"Boleh Pak." Jawab Agya tak kalah ramah.
Pak Anwar berjalan mendahului Agya. Agya mengikutinya dari belakang sambil memperhatikan gedung sekolah. Rasanya belum puas jika hanya memperhatikan bagian luarnya saja.
Pak Anwar berhenti di depan sebuah ruangan. Agya ikut berhenti.
"Disini ruang guru, dek. Nanti adek tinggal masuk aja ke dalem, terus tanya sama gurunya." Kata Pak Anwar.
"Iya, Pak."
"Boleh saya tinggal?"
"Boleh, Pak."
Pak Anwar berjalan meninggalkan Agya ke belakang menuju pintu gedung tempat Agya diantar barusan. Agya menghela napas. Kemudian ia melangkahkan kakinya masuk menuju ruang guru.
"Permisi, Bu. Saya murid baru disini. Saya mau nanya letak kelas saya. Apa ibu bisa bantu?" Agya bertanya kepada salah satu guru perempuan mengenai letak kelasnya.
Guru tersebut menoleh, "Oh, ternyata kamu murid baru disini. Kebetulan kamu anak murid saya di kelas X-IPA-1. Mari saya antarkan." Jawab guru tersebut ramah sembari berdiri dari duduknya.
Guru tersebut berjalan mendahului Agya. Agya mengikutinya dari belakang sambil celingak-celinguk menatap kesana kemari. Bagian dalam sekolah itu sangat luas sehingga tak menutup rasa keingintahuan Agya mengenai banyaknya lorong dan ruangan dalam sekolah itu.
Sampailah Agya disini, didepan banyaknya siswa yang sedang duduk rapi di bangkunya masing-masing. Seluruh pandangan menatap Agya dengan pandangan bermacam-macam. Ada yang memandang dengan penasaran, berbisik-bisik, hingga murid cowok mulai bersiul-siul tidak jelas. Jujur saja, Agya sedikit risih dipandang seperti itu.
"Oh iya, saya lupa memperkenalkan diri saya tadi. Saya Mrs Deann, wali kelas X-IPA-1. Ini kelas kamu sekarang." Mrs Deann tersenyum.
"Silakan perkenalkan diri kamu pada saya dan teman-teman baru kamu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Andromeda
Fantasy[ H I A T U S ] Perpindahan Agya menuju sekolah barunya ternyata tidak hanya untuk belajar seperti biasanya, tetapi Agya juga diajak untuk bermain-main dengan sihir. Semenjak kedatangan Rendy-murid baru di sekolah Agya-satu-persatu siswa hilang tan...