[ 2 ] Das Buch "Magie"

223 27 21
                                    

Malam ini resmi sudah Agya satu kamar dengan Elsey di asrama. Kamar asrama disini bersih. Dindingnya masih bercat putih. Kulit-kulit dinding juga tidak ada yang terkelupas. Bahkan kasurnya pun empuk. Lemari, meja, kursi, dan peralatan lainnya sangat layak ditempati.

Gedung luar asrama dan sekolah sangat berbeda dengan dalamnya. Jika luarnya mengerikan, maka dalamnya akan memberikan kesan aesthetic. Setiap orang yang memasuki wilayah sekolah dan asrama lalu menjelajah isi dalamnya, maka ia akan berpikir bahwa sekolah dan asrama ini jauh dari kata buruk seperti penampilan luarnya. Suasana kenyamanan akan tercipta bagi setiap orang yang mengunjungi bagian dalam sekolah dan asrama. Begitu pula yang dirasakan oleh Agya sekarang.

Meskipun Agya masih merasa asing berada di sekolah dan asrama itu, tapi ia mencoba untuk berinteraksi. Sekarang, Agya sedang tidur-tiduran di kasurnya. Sedangkan Elsey sedang membaca sebuah novel di kasurnya pula. Kamar asramanya memiliki dua kasur.

Agya masih memperhatikan langit-langit ruangannya yang ber-plafon putih. Sepertinya seluruh cat dalam ruangan kamar asrama memang dicat putih. Tak lama kemudian ia mendengar suara telepon berdering.

Kriiing... kriiing...

Agya bangkit dari acara tidur-tiduran-nya dan segera mengangkat gagang telepon yang berada di atas nakas.

"Halo?"

"Gia?" Tanya suara di seberang sana.
Agya mengenal suara itu...

"MAMA!" Agya bersorak.

"Gia, kamu apa kabar? Mama kangen, loh,"

"Yaah, Mama. Baru satu hari ditinggal juga udah kangen aja."

Terdengar suara cekikikan di seberang sana, "Iya. Kamu baik-baik, ya, disana? Mama selalu doain kamu."

"Iya, Ma, Gia baik. Mama sendiri gimana?"

"Mama juga, baik. Gimana sekolahnya? Enak, nggak? Udah dapet temen?"

"Sekolahnya sih, enak, Ma. Kalo temen, hm, baru satu."

"Lah, kok, sedikit banget? Mama kira kamu udah dapet lebih dari sepuluh. Kamu kurang bergaul sama anak-anak lain, ya?"

"Ih, Mama! Namanya juga baru satu hari masuk. Besok-besok juga Gia bakal punya temen lebih dari sepuluh, kok."

"Hahaha. Yaudah, kalo gitu. Mama mau masak dulu buat Papa kamu. Jangan tidur terlalu malam, ya? Besok bangunnya harus pagi. Jangan lupa makan. Dan, itu, solatnya juga jangan.."

"Iya, Mama bawel."

Suara orang diseberang sana tertawa, "Okee. Mama matiin, ya? Goodbye, sayang."

"Goodbye, Mom." Setelah itu Agya meletakkan gagang telepon pada tempatnya semula. Sudut bibirnya membentuk senyuman. Terbesit bayangan wajah Mamanya di pikirannya.

Mama memang selalu bawel. Katanya dalam hati.

"Gia? Itu nama panggilan, lo?" Tanya Elsey. Tatapannya masih tak beralih sedikitpun dari novel yang ia baca.

Agya mengalihkan pandangannya kearah Elsey, "Iya. Cuma panggilan rumah, doang."

Kali ini Elsey menatap Agya, "Oh. Jadi boleh, dong, gue panggil Gia? Ya, supaya singkat dan lebih akrab juga, sih."

AndromedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang