Kesedihan

20 0 0
                                    

(1)
Puisi terlahir dari tangan telaten seorang penyair mengolah kata
Maka kesedihan berawal dari jiwa-jiwa kesepian yang mengolah rindu menjadi sebuah puisi
Sebab kesedihan itu tidak terdefinisi
Kecuali memang mereka dilukiskan oleh tangan-tangan yang mahir
Dan tak ada yang lebih mahir selain penyair

Beri salam buat kesenduan yang coba merasuk ke dalam raga
Setiap insan yang hatinya sedang patah karena dikecewakan
Karena dengan itulah gemeretak patah hati mereka terdengar bagai gema yang menghibur mereka yang bahagia
Kau tahu, terkadang orang perlu sedih untuk bisa merasakan hidup
Atau sekadar untuk menghadirkan Tuhan

(2)
Darah-darah muda yang belum bisa mengendalikan rasa
Tahu apa tentang sedih?
Paling-paling hanya karena gadis cantik yang berpaling muka dari dirinya
Atau lelaki-lelaki tangguh yang menolak berjalan dengan gadis kikuk macam mereka
Yang begitu hanya sebagian kecil dari kepedihan dunia
Tak sampai seperseratus dari kandungan uap neraka

(3)
Bocah-bocah yang berlarian di sisi jalan
Menyebar ke empat penjuru mata angin
Mengais secuil rezeki dari para kapitalis di kota metropolitan nan megah bagai kerajaan Sulaiman

Namun setiap kapitalis paling merasa jijik dengan bocah-bocah kumuh yang berlarian
Kalaupun mereka tewas tertabrak mobil mewah nan elegan, cukup digeser saja seperti mayat kucing yang dilindas motor tua

Para kapitalis itu
Takkan merasakan kesepian dan kesedihan
Sebab kesedihan itu
Sudah dibayar lunas dengan uang

(4)
Bagaimana dengan proletariat yang siang malam banting tulang
Sampai-sampai gemeretaknya terdengar saat berjalan?
Mereka hanya bisa pasrah menerimanya

Mungkin nasib masa ini memang begitu
Ketika kapitalis berkuasa dan komunis hanya sok-sokan membela kaum buruh dan tani untuk mengkudeta kekuasaan
Menjual nama-nama kami hanya untuk sekadar mencabut agama dan iman kami dari dalam dada setiap insan

Bagi mereka sedih itu nikmat
Sebab Tuhan selalu mendampingi orang-orang yang sedih
Persis seperti firman-Nya dalam al-Qur'an:
Laa tahzan, innallaha ma ana.

(5)
Untuk generasi selanjutnya
Siap-siap angkat senjata
Sebab kesedihan sedang mengancam kita
Mereka-mereka yang sedang menangis karena khawatir kekuasaan direbut kaum Muslimin
Melancarkan fitnah terhadap umat
Sekaligus menyerang para ulama

Tetes air mata kita
Atas kepergian para ulama
Yang dipaksakan melalui pembunuhan-pembunuhan
Mesti bermetamorfosis menjadi taring singa yang siap mengancam
Ubahlah kesedihan itu menjadi amarah atas darah yang ditumpahkan
Dan majulah sebagai pahlawan

(6)
Anak kecil yang menangis sesegukan
Diujung ruangan
Mencoba menafsirkan sendiri
Apa yang ada dihadapannya:
Mayat bapaknya yang menggantung didepan pintu
Bersama hangus jasad ibunya yang terbakar karena kesedihan yang mendalam
Lalu kemana sang bocah mesti mengadukan tangisnya?

(7)
Di singgasana
Tuan raja sedang bersedih
Kekuasaan sebentar lagi habis

Rakyat tak lagi percaya
Maka ia impor rakyat-rakyat dari luar yang percaya padanya
Supaya ia bisa naik tahta lagi

Bisikan DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang