5

1.9K 98 0
                                    

Saat bangun pagi kepalaku sedikit berat, mungkin karena efek menangis semalam suntuk. Ada ratusan miss-called dan belasan sms masuk ke ponselku, namun aku tidak mau membukanya.

Aku langsung menghapus daftarmiss-called dan semua sms yang masuk. Termasuk, telepon dan sms dari Vita yang mungkin khawatir dan bingung karena ditinggalkan sendiri di mall berlantai tujuh tersebut.

Selintas aku melihat Abin menelepon hingga 101 kali. Belum lagi ada deretan sms yang dia kirim. Namun aku menolak membaca pesan tersebut.

Setelah kejadian batal pergi ke Cianjur, Abin tidak sekalipun menghubungiku. Lalu tiba-tiba aku melihatnya sedang di bioskop, berdua bersama perempuan berjilbab?

Dan sekarang dia sibuk menghubungiku? Untuk apa? Semalam aku sudah memutuskan untuk melupakan Abin.

Aku akan memulai hidupku yang baru tanpa pria berpangkat Lettu (PNB) tersebut.

Namun harus aku akui, aku memang sakit hati. Aku rasanya sedih di khianati seperti itu. Ada rasa pilu yang seperti menyayat hatiku.Apalagi aku dan Abin sebenarnya sudah membicarakan mengenai pernikahan. Selain usia Abin yang sudah diakhir 20-an, hubungan yang kami jalin pun sudah cukup lama. Kami memang sudah seharusnya melangkah ke jenjang tersebut.

Dulu, setiap kali menghadiri pesta pernikahan, aku dan Abin selalu memperhatikan dengan detail dekorasi hingga makanan yang disajikan. Tak jarang kami bertengkar kecil hanya untuk hal yang sebenarnya belum pasti tersebut. Abin yang suka warna biru, protes saat aku berencana akan menggunakan warna ungu untuk nuansa pernikahan kami.

Kami berdua bahkan sudah membicarakan mengenai tempat tinggal. Abin mengatakan, meski nanti kami akan tinggal di rumah dinas, namun tetap harus berupaya untuk membeli rumah sendiri. Rumah tersebut nantinya dapat dikontrakan. Sehingga saat pensiun, kami tidak kaget ketika harus meninggalkan rumah dinas karenatidak lagi berhak menempatinya.

Tak hanya itu, Abin meminta bila kami menikah kelak, setiap ia pergi dan pulang bertugas harus diantar dan disambut di pintu pagar rumah. Apalagi bila kelak kami sudah dikarunia keturunan.

Stop! Hentikan! Cukup! 

Aku memarahi diriku sendiri.

bersambung

Janji Cinta Abdi NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang