Satu

282 32 9
                                    

Waktu menunjukan pukul 07:00. Menandakan bahwa bel masuk sudah berbunyi 15 menit yang lalu.

Seorang gadis justru berjalan santai menuju gerbang meskipun sudah mengetahui dirinya terlambat.

Saat sampai di gerbang, dengan riang gadis itu menyapa penjaga sekolah yang tengah mengunci gerbang.
"Pagi Mang Toto!" sapa gadis itu.

"Eh Neng Sara, pagi juga neng.." sahut Toto-penjaga sekolah pada gadis yang ternyata bernama Sara itu.

Sara melihat gerbang sudah terkunci, lalu tersenyum. Ia senang gerbang sudah terkunci, menandakan tidak ada toleransi baginya karena sudah terlambat. Dengan begitu, Sara tidak jadi sekolah dan bisa segera pulang melanjutkan tidurnya.

"Mang, saya telat lagi ya?" Sara bertanya pada Mang Toto,memastikan dirinya benar-benar telat dan bisa segera pulang.

"Iya neng, sudah telat 15 menit."

Senyum gadis itu mengembang, inilah saat yang ia tunggu. Pulang kerumah, melanjutkan tidurnya dan tidak usah pusing-pusing belajar Matematika.

"Yaudah, kalau gitu saya pulang lagi aja ya Mang! Daah Mang Toto!" ucapnya sembari membalikan badan dan berisap untuk pulang.

"Arana Sara!" ucap seseorang dibelakanngnya, membuat langkah gadis itu terhenti.

Sara tau suara ini, suara yang dianggapnya menyeramkan. Pelan-pelan ia membalikkan tubuhnya.

"Mau kemana kamu?" tanya orang itu dengan nada yang tegas.

"Pu-pulang bu.." sahut Sara. Tepat didepannya kini, ada seorang yang ia anggap menyeramkan. Dia adalah Bu Rani, kepala sekolah.

"Siapa yang menyuruh kamu pulang?" tanya Bu Rani. Tatapan mata kepala sekolah ini begitu tajam. Sara kesal sekaligus takut melihatnya.

"Saya kan telat Bu, melebihi batas toleransi malah. Berarti saya harus pulang kan, Bu?"

"Tidak, kamu harus masuk. Mang Toto, tolong buka gerbangnya!" ucap Bu Rani sambil mendekati Mang Toto dan menyuruhnya untuk membuka gerbang.

"Tapi kan saya telat Bu, nanti anak lain bisa-bisa sirik sama saya, kalau saya dibolehin masuk." Sara mencoba merayu kepala sekolahnya itu, berharap ia akan mengizinkannya untuk pulang.

"Tidak, kamu harus masuk! Ayo ikut ke kantor ibu!"

Hilang sudah harapan Sara untuk melanjutkan tidurnya dan melarikan diri dari Matematika. Dengan langkah terpaksa, ia berjalan memasuki sekolah menuju ruangan Bu Rani.

•••

Kini Sara tengah berada di ruangan kepala sekolah. Ruangan ini sering ia datangi untuk 'persidangan'-nya.

Bu Rani mempersilahkan Sara duduk. Berbeda dengan murid yang lain, Sara tidak disilahkan duduk dikursi, melainkan di sofa.

"Sara, mau sampai kapan kamu kaya gini terus?" tanya Bu Rani. Berbeda dengan tadi, tatapannya kini tak lagi tajam, bicaranya pun menjadi lembut.

"Sara gatau." sahut Sara cuek. Dia sendiri memang tidak tau mau sampai kapan ia seperti ini.

"Tante tau kamu sedih, tapi mau sampai kapan? Kamu harus bisa lupain semuanya Sara.." ucap Bu Rani.

Ya, Bu Rani adalah kepala sekolah sekaligus tantenya Sara. Bu Rani adalah adik dari mamanya Sara.

"Tante tau kan, aku gaakan bisa lupain itu semua."

"Iya tante tau, tapi kamu jangan kaya gini terus.. Kamu sering banget kesiangan, sering bolos, kadang juga gak sekolah tanpa keterangan. Ini gak baik buat masa depan kamu."

"Aku gak berharap masa depanku baik kok tante."

Bu Rani memandang Sara dengan tatapan sendu. "Kamu harus kasian sama papa dan mama kamu Sara, mereka nitipin kamu ke tante supaya kamu ada yang merhatiin.."

Sara memutar bola matanya bosan, bukan itu yang ia inginkan.
"Bukan perhatian tante yang Sara mau. Tante tau itu."

Bu Rani menghela napas. Ia tau Sara akan selalu seperti ini tiap kali ia nasehati.

"Kamu udah kelas dua Ra, kalau kamu gini terus, bisa-bisa kamu gak naik kelas.. atau bahkan bisa dikeluarkan dari sekolah.." ucap Bu Rani, berharap Sara akan mengerti.

Ini semua demi masa depan Sara. Ia tak ingin masa depan keponakannya itu hancur hanya karena terlalu terjebak dalam masa lalunya.

Sara hanya diam. Ia malas mendengarkan perkataan tantenya. Baginya, kalau harus dikeluarkan justru suatu hal yang bagus. Karena dengan begitu, dia tidak perlu susah-susah mencari gara-gara untuk melanggar peraturan sekolah.

Sara benci aturan dan tidak suka dikekang. Itulah alasan kenapa ia selalu mencari gara-gara seperti sengaja datang terlambat atau bolos sekolah.

"Tante harap, kamu bisa mikirin ini semua baik-baik. Tante cuma mau Sara baik-baik aja. Karena tante tau kok, Sara gak senang kan sebenernya seperti ini?" ucap Bu Rani.

Tok-tok-tok.

Terdengar bunyi ketukan pintu.
Mendengar itu, Bu Rani menyudahi pembicaraannya dengan Sara. Berharap anak itu mau memikirkan lagi nasihatnya.

"Yasudah kita sudahi dulu, nanti kita bicarain lagi ya, tante ada tamu. Kamu boleh keluar, belajar yang rajin ya.." ucap Bu Rani sambil tersenyum.

Sara tertegun sesaat mendengar itu. Merindukan kata-kata itu keluar dari mulut mamanya, bukan dari tante atau kepala sekolahnya.

Ketika keluar, Sara berpapasan dengan dengan seorang lelaki, disamping lelaki itu ada Pak Amir-wakil kepala sekolah.
Sara tidak terlalu memperdulikan itu, ia terus berjalan malas menuju kelasnya. Berharap guru Matematikanya tidak datang, supaya ia bisa melanjutkan tidurnya dikelas.


AbstrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang