Tiga

162 24 0
                                    

"Ayoo semangat Ra!" teriak Irvan pinggir lapang sambil merekam Sara yang tengah berlari.

Mendengar teriakan Irvan, bukannya semakin bersemangat, Sara justru kesal. Irvan sih enak hanya tinggal berdiri sambil merekamnya, tidak usah cape-cape lari keliling lapang.

Flashback on.

Sara dan Irvan kini sedang berada di ruang guru, lebih tepatnya di meja Bu Mira. Setelah tercyduk bekerjasama saat ulangan tadi, mereka harus menerima hukuman dari Bu Mira.
Dan disinilah mereka sekarang, berharap-harap cemas semoga hukuman yang diberikan tidak terlalu berat.

"Sesuai konsekuensi, kalau kalian melakukan kecurangan saat ulangan pada mata pelajaran saya, kalian harus menerima hukuman." ucap Bu Mira.

Sara dan Irvan hanya diam mendengarkan Bu Mira. Tak henti-hentinya mereka berdoa semoga hukuman yang Bu Mira kasih tidak terlalu berat.

"Arana, hukuman untuk kamu adalah keliling lapangan 10 putaran. Dan untuk Irvan, kamu hanya akan Ibu kurangi nilainya saja." ucap Bu Mira.

Mendengar itu, Sara tidak terima atas hukuman yang diberikan Bu Mira. Ia merasa tidak adil. Irvan hanya dikurangi nilainya sedangkan Sara sendiri harus lari keliling lapang.
"Loh kok gitu Bu? Itu kan gak adil, Bu! Masa saya lari keliling lapang tapi Irvan cuma dikurangi nilainya aja, Bu?"

"Karena disini, yang dominan bertanya itu, kamu kan? Bahkan Irvan gak nanya apa-apa kan ke kamu? Gak bisa dibilang kerjasama sih ini sebenarnya."

Skakmat. Perkataan Bu Mira sukses membuat Sara tidak bisa berkelit lagi. Memang benar sih, yang dominan bertanya adalah Sara, Irvan bahkan tidak bertanya sekalipun padanya.

"Oh iya satu lagi, berhubung nanti ada rapat, Ibu minta tolong ya sama kamu, Irvan. Tolong kamu rekam Arana saat dia berlari. Untuk bukti kalau dia benar-benar lari 10 putaran." ucap Bu Mira sambil melirik ke arah Sara sebentar, yang disambut dengusan kecil dari Sara.

"Gaperlu direkam lah Bu, saya gaakan curang kok!"

"Ya bagus kalau gitu. Tapi Ibu tetap butuh bukti. Jangan lupa ya Irvan, nanti kamu kirimkan videonya ke whatsupp Ibu ya! Kamu punya kontak Ibu kan?" tanya Bu Mira pada Irvan.

Irvan sendiri hanya mengangguk, Ia merasa serba salah dan merasa tak enak pada Sara. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau tidak dilakukan, yang ada Bu Mira marah.

"Yasudah, kalian boleh keluar." ucap Bu Mira.

Sara dan Irvan memberikan salam lalu pergi meninggalkan meja Bu Mira.

Flashback off.

Sara terus berlari, ia sudah menyelesaikan 9 putaran, tinggal 1 putaran lagi. Nafasnya sudah ngos-ngosan, gerakannya pun semakin melambat.

"Haah..haaah cape banget!" ucap Sara dengan nafas yang terengah-engah.

"Ayoo Ra! Sedikit lagii!" teriak Irvan lagi. Saking semangatnya ia menyemangati Sara, ponsel yang ia pegang sampai goyang.

Sara mempercepat larinya, ia ingin segera menyelesaikan hukuman ini. Kakinya sudah pegal-pegal sampai rasanya ingin patah.

Sara semakin dekat dengan akhir dari hukumannya. Dengan tenaga yang tersisa, ia mempercepat larinya. Dan selesai sudah hukumannya.

Dengan kaki yang terasa ingin patah itu, Sara berjalan lunglai dengan baju yang basah oleh keringat kepinggir lapang di tempat Irvan berdiri.

"Ahh cape banget!" ucap Sara, nafasnya masih terengah-engah dan tubuhnya terlihat lemas.

"Akhirnya lo selesai juga Raa! Pasti cape banget ya? Mau ke kantin ga beli makan?" tanya Irvan.

"Boleh deh, laper gue." sahut Sara. Berlari-lari tadi membuat energinya terkuras, ia butuh makanan untuk mengembalikan energinya lagi.

Sara pun ditemani Irvan pergi ke kantin. Beruntung sudah bel masuk, jadi mereka tidak perlu mengantri lama untuk memesan makanan.

"Duduk dulu aja Ra, lo mau makan apa? Biar gue aja yang pesanin, lo pasti masih cape kan?" tawar Irvan.

"Nasi goreng aja deh, Van! Btw makasih ya Van!"

"Yoo sama-sama, gue pesen dulu ya!" ucap Irvan sambil pergi menuju tukang nasi goreng.

Sambil menunggu Irvan memesankan nasi gorengnya, Sara pun duduk  dan menidurkan kepala sambil memejamkan matanya. Ia butuh istirahat sebentar. Dan lagi, ia merasa kepalanya sedikit pusing sehabis berlari tadi.

Tak lama setelah memejamkan matanya, Sara meraskan sensasi dingin dan basah dipipinya. Sontak ia membuka matanya, dilihatnya seorang yang sangat ia kenal.

Orang itu tengah tersenyum sambil menyodorkan minuman dingin padanya. Senyum orang tersebut seakan mampu mengusir penatnya sejenak. Senyum yang manis, Sara suka senyum itu.

"Nih minum! Lo pasti haus kan?" ucap Radi.

Sara balas tersenyum pada orang itu, diambilnya minuman yang disodorkan Radi. "Makasih, ya Rad!"

Ya, nama orang itu adalah Radi. Radi sahabatnya sejak kecil, Radi yang selalu ada untuk Sara, bahkan saat Sara melewati masa-masa sulitnya.

"Tadi gue liat lo lari-larian di lapang, lo lagi ngapain sih itu? Dihukum?" tanya Radi.

Sara hanya mengangguk menjawab pertanyaan Radi. Mulutnya sibuk meneguk minuman yang tadi Radi berikan.

Kening Radi berkerut, memang bukan hal baru, sih melihat Sara dihukum. Tapi baru kali ini ia melihat Sara dihukum sampai lari keliling lapang.

"Kok bisa? Lo ngapain lagi emang sampai disuruh lari segala?"

"Gue ketauan kerjasama pas ulangan sama Bu Mira."

"Kenapa bisa ketauan?"

"Gara-gara si murid baru brengsek itu tuh!" raut wajah Sara berubah menjadi jengkel mengingat kejadian saat Saka dengan jujurnya memberi tau Bu Mira kalau ia kerjasama dengan Irvan.

Kening Radi berkerut lagi, ia baru tau sekolahnya kedatangan murid baru.
"Murid baru? Kelas lo ada murid baru? Siapa namanya?"

"Saka kalau gasalah."

"Saka? Kok kaya pernah denger ya" ucap Radi sambil mengingat-ngingat nama Saka, yang menurutnya tak asing.

"Bodo amat ah, pokonya gue kesel banget sama itu murid baru!"

"Emangnya dia ngapain sampai lo bisa ketauan Bu Mira?"

"Jadi tadi kan gue kerjasama sama Irvan. Nah Bu Mira curiga, terus dia nanya ke si Saka, gue nyontek apa ngga?"

"Terus?"

"Terus dia jawab ngga. Gue udah seneng dia bisa diajak kompromi, eh gataunya dia belum selesai ngomong,
dia malah bilang ke Bu Mira kalau gue nanya ke Irvan! Kesel kan? Yaudah deh, jadinya kertas ulangan gue disobek, terus gue dihukum lari sama Bu Mira." ucap Sara panjang lebar.

Radi hanya tertawa mendengar cerita Sara.

"Kok ketawa sih?" Sara jadi kesal melihat Radi justru menertawainya.

"Udah-udah jangan bete terus, nambah jelek loh! Hahaha!" kata Radi sambil masih tertawa.

Radi beranjak dari duduknya. Tangannya mengusap puncak kepala Sara. "Minumnya abisin ya! Jangan lupa makan, nanti lo gak gendut lagi loh! Gue pergi dulu ya! Daaah!"

"Iya iya, bawel!" ucap Sara sambil tersenyum,ia berusaha menyembunyikan rasa senangnya.

Sara memandang punggung Radi yang semakin menjauh, senyumnya terus mengembang, ia rasa penatnya sudah hilang hanya dengan perlakuan Radi tadi.

TBC.

Maaf updatenya agak telatt, semoga suka ya!!
Jangan lupa vomment yaa, thankyouu!❤

AbstrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang