Enam

86 11 3
                                    

Tin-tin!

Suara klakson motor Sara yang nyaring, membuat Pak Edi--satpam rumah Sara buru-buru membuka gerbang. Ia tau betul kalau anak majikannya itu tidak suka menunggu.

Setelah gerbang terbuka, Sara segera masuk dan menaruh motornya lantas turun dengan langkah gontai ke dalam rumah. Tubuhnya terasa remuk setelah hari-hari yang melelahkan di sekolah, ditambah dengan nyeri akibat datang bulannya.

"Non, kok tumben pulangnya sore?" tanya Bi Marni yang sedang menyiapkan makan malam.

"Iya, tadi aku kerja kelompok dulu." jawab Sara. Ia mengambil gelas yang ada di meja makan, lalu mengisinya dengan air yang ada teko.

"Oh iya Non, tadi Non Zetta nelpon. Katanya ia sudah diperjalanan pulang."

Deg!

Sara sedikit kaget mendengar ucapan Bi Marni tadi. Ia merasa, hari ini begitu sial. Masalah-masalah disekolah tadi sudah cukup membuatnya lelah. Dan sekarang, ditambah lagi dengan berita bahwa Zetta akan pulang hari ini.
Ia masih belum siap bertemu orang itu. Bukan karena ini pertama kali untuknya. Tapi, ia masih belum tau harus bagaimana setiap bertemu dengan orang itu. Harus bersikap bagaimana? Harus bicara tentang apa?

Itulah yang selalu membuat Sara tidak siap bila harus bertemu dengan Zetta. Mungkin lebih tepatnya takut. Ia takut akan respon yang akan Zetta berikan.

"K-apan kira-kira sampainya Bi?" tanya Sara dengan suara yang sedikit tercekat.

"Kata Non Zetta kira-kira besok pagi." jawab Bi Marni. Ia sudah beres menyiapkan makan malam.

Sara hanya menyahut jawaban Bi Marni dengan anggukan. Ia lalu berjalan menuju kamarnya.

Setelah sampai dikamar, Sara merebahkan tubuhnya dikasur berukuran kingsize dengan sprai berwarna hijau tosca bermotif bunga sakura.

"Haaah." Sara menghela napas cukup panjang.

Ia masih kepikiran tentang kepulangan Zetta. Sudah sebulan Sara tidak bertemu Zetta karena gadis itu mengikuti program pertukaran pelajar di Singapura. Dan selama sebulan itulah Sara merasa dirinya 'bebas'. Karena jujur, kehadiran Zetta sering kali membuat Sara frustasi. Zetta selalu membangun dinding diantara dirinya dan Sara. Dinding yang membuat hubungan diantara keduanya kian merenggang. Sara sudah berusaha menghancurkan dinding itu selama ini, tapi usahanya sia-sia.

"Haaah." Sara menghela napas lagi.

Kenapa hidupnya harus serumit ini? Kenapa dekat dengan Zetta saja ia tak mampu? Padahal dulu, ia dan Zetta begitu dekat. Malahan, dulu Zetta yang selalu ingin dekat dengannya. Oh, sepertinya Sara tau jawabannya. Semua jawaban dari 'kenapa' nya itu, adalah karena 'hal itu'. Hal yang membuat hidupnya berubah 180°. Hal yang sampai saat ini berusaha ia lupakan.

Tapi, semakin ingin kita melupakan, bukankah semakin kita mengingatnya?

Ah, Sara tidak tau. Ia terlalu lelah untuk memikirkan itu. Dan sekarang, Sara memilih memejamkan matanya. Meskipun tubuhnya sedikit lemas karena belum makan, tapi menurutnya tidur akan jauh lebih baik. Yaa, setidaknya dengan tidur, masalahnya bisa ia lupakan tanpa harus ia ingat.

••••

Sekarang waktu menunjukan pukul lima pagi. Terlalu pagi untuk seorang
Arana Sara Aurora. Lihat saja, ia yang langgangan terlambat sekolah, sudah bangun subuh-subuh begini. Bahkan matahari saja belum menunjukan dirinya.

Tapi, bukan tanpa alasan Sara sudah bangun sepagi ini. Setelah diberi tau Bi Marni bahwa Zetta akan pulang hari ini, Sara memutuskan untuk bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan untuk Zetta. Walaupun sebenarnya Sara tidak tau, Zetta sudah pulang atau belum. Tapi menurut perhitungannya, kira-kira jam 6 nanti Zetta sudah sampai.

AbstrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang