Akhirnya aku tiba di rumah. Jarak rumah dengan sekolahku sangatlah jauh. Bahkan dengan mobil saja, butuh waktu sejam, belum macet.
Apalagi Jakarta yang sangat terkenal dengan kemacetan, kepadatan, dan kepenuhan masalah di dalamnya. Tapi aku tetap suka disini, apalagi malam. Jakarta memberikan keindahan kota yang luar biasa, dengan terang lampu kota.
"Aku pulang, Mi."
Hanya sapaan pulang, siapa tau Mami lupa punya anak. Kaki ku melangkah masuk menuju kamarku. Berganti pakaian niatnya, tapi nyatanya kasur lebih menggoda untuk di tiduri.
Dengan cepat aku melangkah menuju kasur, merebahkan diri sambil menutup mata. Pikiranku melayang menuju ingatan tentang pertemuan aku dan Josh di halte busway.
"Astaga ini anak perawan! Bukannya mandi ganti baju terus makan, malah tidur-tiduran. Udah tau busway kotor, bukannya bersih-bersih dulu," oceh Mami.
Aku mendengus kesal, suara itu benar-benar merusak hari. Namun mau bagaimanapun, aku pasti bangkit dan mengikuti kemauannya. Kalau tidak, ya siap-siap aja diocehin sepanjang hari.
Dengan cepat, aku melakukan ritual mandi, berpakaian, lalu keluar menuju ruang makan. Ternyata perutku juga sudah meraung-raung minta diisi.
"Masak apa, Mi?"
"Liat aja sana! Ga ush banyak tanya, kayak tamu aja," gerutu Mami.
Tuh kan, aku dah bilang belom? Mami tuh selalu gitu, sekalinya marah ya marahnya sampe sehari. Salah dikit aja udah kena semprot. Untung aku sudah biasa, bagaimana kalau tidak?
Badanku rasanya remuk semua, baru hari pertama sekolah padahal. Aku makan dengan cepat. Baru semenit, aku meninggalkan kasurku. Tapi aku sudah kangen, efek jomblo banget ya.
Kalo kata orang, masa SMA itu masa yang paling menyenangkan karena bisa mengenal cinta. Tapi hampir dua tahun, aku menjadi anak SMA belum pernah mengenal cinta tuh. Jangan-jangan hoax.
Sebelum menutup mata, aku sempatkan mengecek ponsel. Ya siapa tau ada yang ngajak pacaran, eits kan siapa tau. Boleh dong berharap?
Aku mendapatkan satu notif yang sangat mencuri perhatianku.
Joseph Christyhans has request to follow you.
Seketika, bayang wajahnya, senyumannya terlintas di otakku. Dia tampan dan baik. Tapi aku masih belum tertarik. Hanya sebatas teman saja, dia asik.
Aku hanya melihat-lihat timeline instagram. Hidupku memang se- membosankan ini. Hingga pada akhirnya, aku terlelap.
***
Clarissa Aurellie
Vir.
Viraaa
ViraaaaAgatha Savira
Apaan sih?
Ga boong, lu si spam banget
Aku tersenyum membaca pesan masuk dari Vira. Sepertinya, ia sedang menggerutu kesal di ujung sana.Clarissa Aurellie
Dasar kan gue lagi ngambek! Kok lu ga bujuk-bujuk gue.
Malah marah-marah.Agatha Savira
Ngapain gue bujuk-bujuk. Ini aja lu dah ga ngambek.
Mana bisa lu marah lama-lama.Iya, Vira benar sepertinya aku emang tidak pernah bisa marah lama-lama dengan orang lain. Apalagi sama Vira, kayaknya mustahil.
Tiba-tiba rasanya aku malas mengetik. Jadi, aku telpon saja dia.
"Ngapain lu telpon-telpon?" Semprot Vira dari ujung sana.
Seketika itu juga, aku jauhkan pinselku dri telinga. Karena kalo tidak, aku harus siap pergi ke dokter THT. Vira akan mengoceh panjang kali lebar kali tinggi.
"Gapapa, bosen aja. Males ngetik juga," potongku dengan cepat. Daripada makin panjang kan masalahnya.
"Cari pacar sana! Jadi kan bukan gue terus yang lo gangguin."
Aku mendengus kesal, lagi-lagi pacar dan pacar. Aku tahu aku jomblo tapi ga diperjelas juga. Makin kesel deh aku sama ini anak.
"Ga usah sombong punya pacar lo! Liat aja nanti gue punya pacar kaget lagi," tantangku.
Aku ngomong apasih ini. Gimana caranya dapet pacar elah. Cowo yang ngedeketin aja engga ada.
"Bener ya! Gue liatin sini," balas Vira semangat. "Kalo ga lo sama Josh aja sana. Jomblo tuh."
Tertiba aku jadi teringat lagi dengan lelaki itu.
"Woi, sadar-sadar!"
Aku bisa mendengar derai tawa dari ujung sana.
"Eh Vir, Sabtu ke rumah gue ya?"
Aku hanya berharap anak itu mengatakan 'ya'. Aku butuh seseorang saat ini sepertinya.
"Hmm boleh sih."
Aku bersorak kegirangan, "Yes, akhirnya."
Vira mendengus kesal, "Sa, Cari cowo gih. Gue jadi takut."
"Bodo amat, Vir."
Akhirnya semuanya berlanjut dengan obrolan yang ngalor ngidul seperti biasanya. Tapi aku bersyukur memiliki teman seperti dia. Bisa aku ajak gila bareng sampe pagi buta.
Dulu aku pernah mempunyai, masalah kelam dengan persahabatan. Aku tidak ingin sebut nama, yang pasti dia mengkhianatiku. Padahal aku sudah sangat peduli dan mempercayai dia, nyatanya ia menghancurkan segala kepercayaanku.
Maka dari itu, aku sangat berhati-hati saat berteman. Sampai-sampai pernah, aku sangat kaku saat awal berteman dengan Vira dan yang lain. Sekarang sih engga, aku udh biasa dan sepertinya mereka menerimaku apa adanya.
Mungkin kalian berpikir, ini berlebihan. Tapi menurutku, teman atau sahabat seperti mereka itu penting. Karena disaat kamu nanti terlibat masalah, hanya mereka yang akan maju untuk berada didepanmu.
Aku tidak ingin menyia-nyiakan teman yang sudah ada disampingku selama ini. Sesibuk-sibuknya aku, sahabat adalah prioritas.
Tbc yaaa guys!!
Semoga menghibur ini aku publish semua yang udh selesai aku tulis heheheheheh. Semoga suka ya :)
Vote and comment terus ya 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay, please
Teen FictionAku hanyalah anak SMA biasa. Tidak punya kelebihan yang menonjol. Aku hanya punya teman-teman yang sangat peduli denganku. Dan aku bersyukur memiliki itu. Awalnya, masa SMA ku terkesan biasa saja, layaknya cerita anak SMA biasa. Tapi kedatangan lel...