Chapter 22: Min Joon?

9 4 0
                                    

Akhirnya author bisa update kisah Min Joon dan Jin Hee nih. Oh ya, mungkin tampilan chapter kali ini agak berbeda dibanding sebelumnya. Karena kali ini diupdate via hp, sedangkan chapter sebelumnya diupdate via pc. Selamat membaca ya...

***

Perlahan tetesan salju mulai membasahi wajah, Jin Hee terbangun saat merasakan kedinginanan di seluruh badan. Dia membuka perlahan mata kecil itu dan mendapati dirinya berada di sebuah lantai yang sangat tipis dan bisa melihat beberapa ekor ikan tengah berenang di bawah lantai. Benak Jin Hee melayang. Mimpikah? Imajinasikah? Atau sedang berada dalam lukisan?

Namun, Jin Hee segera mengerti bahwa dirinya berada di sebuah danau yang membeku. sebuah pohon tua dan kering tanpa daun terlihat diselimuti salju yang memutih di atas. Nuansa itu membuatnya merinding, aneh tapi ini sedang terjadi.
Jin Hee duduk di sebuah tempat yang tak pernah didatangi sebelumnya dan menyadari bahwa dirinya tak sedang memakai mantel ataupun jaket untuk melindungi tubuh dari udara dingin. Hanya memakai dress panjang berwarna biru langit, ia perlahan berdiri dan berjalan dengan hati-hati mengikuti guguran bunga berwarna putih di sepanjang jalan. 

Sebuah suara lembut terdengar memanggilnya, “Anakku?” Jin Hee memperhatikan sesosok perempuan cantik yang menghampiri.
“Ibu? Itu kau?” kagetnya saat melihat sosok perempuan itu.
“Iya Nak,” jawab perempuan itu mengulurkan tangan putihnya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Jin Hee mencoba menggapai tangan perempuan yang dipanggilnya Ibu.
“Aku baik-baik saja, kumohon berhenti sebelum kau memulai semuanya,” jawab ibunya terdengar membingungkan.
“Apa aku sudah—”
“Tidak, kau belum mati sayang,” sela ibunya memotong pemikiran Jin Hee.
“Lalu tempat apa ini?” tanya Jin Hee bingung.
“Tempat yang ingin kau tuju? Sebuah dendam demi aku, demi kami!” ucapnya memeluk Jin Hee.
“Apa?”
“Tempat ini indah bukan? Penuh dengan kebekuan yang sangat dingin. Keinginannmu untuk balas dendam sama seperti tempat ini, kau akan menyesal di saat kau terbangun dari tidurmu! Kau akan merasa senang hanya untuk sesaat, setelah itu kau akan mengalami kebekuan sayang. Jika tak ada cinta lagi di hatimu, lalu apa namanya hidup?” ungkap ibunya bersemangat.
“Haruskah aku mengurungkan niat untuk balas dendam? Dan bagaimana kau tahu hal ini?”
“Berhentilah sebelum kau memulainya! Dengarkan Ibu,” lanjutnya mengecup kening Jin Hee,
“Ibu …,” panggil Jin Hee tak percaya dengan apa yang dirasakannya saat ini.
“Jika kau melanjutkannnya, hatimu akan membeku seperti tempat ini! Beginilah hatimu, jika kau akan membalas mereka dengan kebencian. Bangunlah temui kakakmu, minta maaf padanya dan ceritakan apa yang menjadi rencanamu!” lanjut Ibunya dengan senyuman dan membelai rambut lurus Jin Hee.
***

“Ibu!!!” Jin Hee terbangun dari mimpi, ia segera menyelimuti tubuh karena merasakan dingin yang teramat sangat.

Jam menunjukan hampir pukul 4 sore, Jin Hee pergi untuk pergi menemui Ji Yeon di restoran. Lalu meninggalkan Yoon yang tertidur, juga para pengawal yang berada di kamar lainnya, pergi menaiki taksi menuju tempat Ji Yeon bekerja.
Sempat terpikir olehnya untuk menelepon Ji Yeon menggunakan ponsel Yoon, tapi ragu karena takut mengganggu Yoon. Yoon telah sangat kelelahan.
***

Pukul 16:24 KST.
Dia tiba di restoran. Tempat ini mulai tampak sepi, mungkin karena dinginnya salju pertama hari itu. Jin Hee menghampiri petugas kasir yang ditemuinya pagi tadi. Dia tampak melayani tamu dan tidak berada di belakang meja kasir.
Mereka bercakap sejenak. Memertanyakan apa pesan yang ditulisnya sudah diterima Ji Yeon.

Setelah menunggu selama 15 menit, wanita itu belum datang juga. Menurut Nona Shin, Ji Yeon keluar 20 menit yang lalu, tepatnya 5 menit sebelum kedatangan Jin Hee dan meminta untuk menunggu sedikit lagi.

Dua puluh menit telah berlalu.
Secangkir teh hangat telah habis diminumnya, namun Ji Yeon belum juga datang, membuat kesabaran wanita berusia 27 tahun ini sedikit diuji. Jin Hee memutuskan menghubungi Yoon dan meminta untuk segera menjemputnya di restoran Jepang itu.

Seorang anak kecil terlihat berdiri di depan restoran, tepat di depan kaca jendela tempat Jin Hee duduk, terkesan bersembunyi dari terpaan salju. Jin Hee memerhatikan anak yang kelihatannya mau menyeberang, tapi sedikit takut untuk melakukannya. Jin Hee pun tergerak dan pergi keluar membawakan payung berwarna hitam, mencoba untuk menemui anak itu.
“Adik kecil, apa kau butuh bantuan?” tanya Jin Hee ramah menghampiri bocah  yang tampak kedinginan. Anggukannya pun tampak lucu. “Apa kau tersesat? Atau kau membutuhkan sesuatu?” lanjut Jin Hee perhatian.
“Aku ingin menyeberang ke sana, tapi hujannya terlalu deras!” 
“Hujan? Kau butuh payung?” ucap Jin Hee sedikit tertawa.
“Terima kasih, Kak!” ucapnya membungkukkan badannya.
“Kau lucu sekali! Mari kuantarkan kau menyeberangi jalan!”
“Hati-hati licin!” seru bocah perhatian, membuat Jin Hee menaikkan sudut bibir. Digandengnya tangan bocah itu dan berjalan menyeberang bersama.

Saat tiba di depan tempat penitipan anak-anak, Jin Hee mengantarkan bocah itu sampai tepat di depan pintunya.
“Apa Ibumu sedang bekerja? Seharusnya dia menjemputmu di sini ‘kan? Oh ya, siapa namamu?” tanya Jin Hee akhirnya.
“Lee Min Joon!” jawabnya dengan ringan.
“Min Joon?” lanjutnya heran, Jin Hee tertampar. Nama itu. kenapa harus nama itu? “Namamu sangat jelek!” ejeknya tertawa. Anak itu memasang tampang bingung. “Aku bercanda. Masuklah! Jangan berkeliaran saat hujan begini, itu sudah sore segera minta petugas penitipan untuk menghubungi Ibumu. Kau mengerti 'kan?”
“Ya ... terima kasih!” jawabnya membungkuk dan bergegas masuk.  
Jin Hee tidak bisa menahan senyuman itu, tersenyum lebar saat berbalik arah untuk pergi menyeberang jalan dan kembali ke restoran tempat dia menunggu.

Gleekk!
Satu hal membuat raut wajah putih itu berubah secepat kilat, Jin Hee menoleh kembali ke arah bocah kecil bernama Min Joon dan mengembalikan pandangan pada sosok pria di seberang jalan, tepat di depan restoran Jepang. Pria yang tampak memasukkan kedua tangan dalam saku jaket, menatapnya dalam, sangat dalam hingga membuatnya merasa tak nyaman.

Jin Hee perlahan menghampiri sosok pria berjaket kulit tanpa sarung tangan atau pun syal yang melekat di tubuh sehat itu. Dia mendekatinya dengan hati-hati, dan terkejut saat menjumpai sosok itu adalah orang yang pernah dirindukannya.
“Nona Kim Jin Hee?” panggilnya tersenyum santai. Jin Hee menghiraukan panggilannya, dia melewati tubuh yang berdiri tegap di bawah payung putih.

Lembut.
Sentuhan dingin terasa dari tangannya, tangan yang membeku menembus lengan baju Jin Hee. Saat orang itu menolehkan badan mengikuti Jin Hee yang mencoba melewati begitu saja, dia mulai berharap Jin Hee akan menyambut kehadirannya.
“Maaf, kau siapa?” kata Jin Hee dengan santainya.
“Jin Hee?” panggilnya sedikit terkejut dengan reaksi Jin Hee. Wanita bermantel merah itu melirik Min Joon dengan tatapan penuh kebencian yang bercampur rasa rindu serta sedih yang tersembunyi dalam matanya. “Apa kabar?” lanjut Min Joon memandang wajahnya.
“Lepaskan.”
“Maaf!” ucapnya kikuk, segera melepas genggaman tangan saat mendengar perintah Jin Hee.

Mobil berwarna hitam berhenti di depan restoran, tepat di sisi keduanya berdiri. Yoon membuka jendela mobil dan melihat Jin Hee sedang beradu tatapan tak nyaman bersama Min Joon.
Yoon menghampiri Jin Hee dan berkata, “Nona? Aku sudah datang!”
“Kita masuk ke dalam, aku masih menunggu Choi Ji Yeon!” ucap Jin Hee memalingkan wajah dan tubuhnya dengan ringan, seringan debu yang tertiup angin dengan halus.
“Maaf, bisakah bicara sebentar?” cegat Min Joon tak membiarkan kesempatan pergi begitu saja.
“Yoon?” panggilnya masuk ke restoran yang hangat.
“Ya, aku mengerti …,” jawab Yoon mengisyaratkan bahwa dia mengerti perintahnya. “Maaf, Tuan! Sepertinya Nonaku tidak mengenalmu, permisi!” ungkapnya pada Min Joon ringkas, singkat dan langsung pada intinya.
“Kau rekannya?” tanya Min Joon melihat gadis berpayung hitam di depannya dengan tatapan meminta belas kasihan. “Berikan aku waktu bicara dengannya sebentar saja? Kumohon….”
“Maafkan aku!” ucap Yoon masuk mendekati Jin Hee yang sudah berada di mejanya.

****

Love Sign [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang