Chapter 30: I Hate You

7 4 0
                                    

Berjalan perlahan dengan kaki yang terasa berat, semakin berat saat dia melihat kakaknya. Masih tak menyadari, Sun Woo terus mengutarakan isi kepalanya kepada Yoon. Jin Hee menghampiri Sun Woo dan Yoon yang tengah bercerita di ruang tamu. Pikirannya berantakan menciptakan sebuah rasa yang sulit diungkapkan. Pelan-pelan Jin Hee menarik napas yang terasa sesak, berucap dengan lembut penuh dengan rasa penasaran.

"Benarkah yang kau katakan itu, Kak?"

"Jin Hee!" Sun Woo terkejut melihat sosok yang datang tak diundang.

"Apa aku tidak salah dengar?"

"Kapan kau datang?" tanya Yoon.

"Ibu Min Joon, bukan hanya penyebab kecelakaanmu. Dia juga yang sudah membunuh orang tua kita? Apa itu benar? Bukan Kak Min Joon atau Paman?" timpal Jin Hee menghampiri Sun Woo dengan wajah kalut, "Dia sakit? Benarkah?" lanjut Jin Hee melemah.

Hening. Tak ada balasan dari Sun Woo. Kini, Jin Hee mencoba menyadarkan dirinya. Wanita gila itu bukan membicarakan Min Joon tapi dirinya sendiri.

"Tapi, kenapa orang itu tidak memberitahukannya padaku? Dia hanya--"

"Kau bertemu Ibu Min Joon?" sela Sun Woo.

"Kenapa dia terlihat baik-baik saja? Apa dia sedang melindungi orang tuanya?"

"Hah?" Sun Woo lantas terdiam sejenak. "Aku mohon jangan terlibat dengan Min Joon biarkan dia menanggung semua kesalahan orang tuanya!" lanjutnya.

"Kak?" panggil Jin Hee menatap kakaknya. "Aku membencinya. Dia diam tanpa wajah bersalah, menyapaku dan memberikan kotak itu. Tanpa tersirat sedikit pun di wajahnya jika ingin minta maaf atau pun bersamaku! Apa dia manusia?"

"Jin Hee ...," panggil Sun Woo menenangkannya. Jin Hee menatap tajam. "Aku tidak tahu," ucap Sun woo memeluk Jin Hee.

"Aku mengerti sekarang, dia akan menyelamatkan Ibunya! Benarkan! Untuk itu dia bersikap seperti itu padaku! Pria jahat!" ungkap Jin Hee melepaskan pelukan yang diberikan Kakaknya.

"Aku yakin dia melakukannya karena mereka adalah orang tuanya."
"Tidak apa-apa! Ini jauh lebih baik! Buktinya sudah kuat!" Jin Hee meracau seperti orang gila.

"Bukti? Apa kau tetap ingin memasukkan orang sakit ke dalam penjara? Apa kau gila!" seru Sun Woo. Jin Hee terdiam dengan wajah yang memerah, "Jin Hee!" panggil Sun woo mencoba menyentuh JinHee. Namun, Jin Hee tetap masih tak percaya dengan apa yang didengarnya seharian ini.

"Kau bukan Kakakku! Jangan menyentuhku!" marahnya jatuh ke lantai.

"Jin Hee!" ratap Sun Woo sedih mendengar umpatan yang keluar dari mulut adik tirinya, membuat rasa bersalah semakin memuncak. "Maafkan aku! Seharusnya aku menceritakan semuanya kepadamu sejak kita bertemu pertama kali!" ungkap Sun Woo terdengar menyesal.

"Lupakan!" ucapnya berdiri dan mencoba tenang, "Ayo Yoon! Kita pergi dari tempat ini," ajaknya pergi meninggalkan Sun Woo.

Sun Woo tak mampu membela dirinya dan merasa bingung kenapa adiknya justru marah karena sebuah hal seperti itu, ini sebuah kejujuran yang terbuka. Jin Hee dan Yoon pergi meninggalkan Sun Woo begitu saja.

"Apa dia bertemu Min Joon? Kenapa Jin Hee tiba-tiba menggila?" gumamnya melihat Jin Hee yang terburu-buru masuk ke mobilnya. "Aaah ... mereka seperti anak-anak!" gerutunya.

***

Jin Hee berada dalam dilemanya sendiri, sedih, sesal, kesal, kalut, dan sesuatu rasa yang tak bisa dilukiskan begitu melekat di tubuhnya. Bagaikan debu yang sangat halus dan tak terhitung jumlahnya.
***

Jepang, Februari 2014.

Akhir tahun 2013, Jin Hee memutuskan meninggalkan Sun Woo dan kembali ke Jepang. Dia ingin menenangkan diri dari kebingungan yang didapatkannya. Mencoba menguraikan tiap kata dan kalimat yang keluar dari Sun Woo dan Ibu Min Joon.

Membawa semua rasa sakit, Jin Hee mencoba lebih dewasa dalam menghadapi masalah membingungkan. Sebulan sudah Jin Hee kembali ke Jepang, musim dingin pun hampir berlalu namun tubuh ini masih terasa kaku dan berat.

Komunikasi kakak beradik itu masih lancar. Jin Hee pun sudah meminta maaf atas kelakukan kasarnya tempo hari. Bahkan sampai memutuskan meninggalkan Korea. Jin Hee sudah menemuinya beberapa minggu setelah kembali ke Jepang. Keputusan Jin Hee disambut baik sang Kakak.

Min Joon? Jangan ingat lagi tentang orang tak berperasaan itu, begitu yakin Jin Hee.

"Apa yang bisa kulakukan untukmu? Oh ya... seperti yang kau inginkan aku sudah minta libur kepada manager Go dan minggu depan kita bertemu di sana!" Suara di balik sana terdengar senang.

"Baguslah, jadi aku bisa segera melihatmu!" jawabnya mengambil sebuah kuas dan duduk kembali di tempat semula.

"Oh ya, tentang kasusmu?" sela kakaknya terhenti.

"Kenapa?" tanya Jin Hee mencampur beberapa cat air dengan bantuan Yoon di sebelahnya.

"Pengadilan tidak bisa memberikan hukuman kepadanya karena gangguan kejiwaan yang dideritanya!"

"Baguslah!" ucapnya lega. Perlahan menorehkan cat ke kanvas yang sedang dilukis.

"Sudah kubilang, kau akan menyesal!" goda Kakaknya tertawa.

"Kau tidak pernah bilang ...," jawab Jin Hee dengan nada tinggi. Melihatnya Yoon mengisyaratkan untuk tidak berteriak dengan mengayunkan jari telunjuk dan menggelengkan kepalanya sambil mengedipkan matanya beberapa kali. Jin Hee yang melihatnya hanya mengangguk.

"Lalu kapan kau akan datang kemari?" lanjut kakaknya.

"Mungkin awal musim panas ini, kau tahu aku harus memberikan koleksi musim panas langsung kepada nona Go!" ungkap Jin Hee tersenyum dan mengakhiri percakapan telepon antar Negara.

Sentuhan demi sentuhan kuas menekankan warna natural dalam lukisannya, menciptakan sebuah visual yang menggambarkan kesederhaan sikap. Perlahan lukisan yang telah dikerjakan selama beberapa hari itu telah menampakkan wujud.

Sebuah kotak emas terlihat nyata dalam lukisan, mencoba melupakan memori singkat akan kotak itu. Namun, begitu berat untuk dilakukan.

"Sepertinya aku mengerti lukisanmu kali ini?" Yoon meletakkan palette dan menatap Jin Hee yang tengah berkonsentrasi mengukir imajinasi di kanvas. "Kau yakin akan membuangnya!" lanjut Yoon membungkukkan badannya.

"Ini akan menjadi kenangan bagiku," singkatnya.

"Bagaimana dengan benda ini?" tanya Yoon mendekati sebuah kotak emas di hadapannya, objek lukisannya saat ini.

"Jangan menyentuhnya!" ucap Jin Hee menatap Yoon dengan tatapan tajam.

"Kapan kau akan membuangnya?" tanya Yoon lagi terdengar mulai mengganggu.

"Itu urusanku."

"Tidak bisakah kau membuangnya di sini?" Jin Hee mulai merasa risih. Segera meletakkan kuasn dan melihat Yoon tampak tersenyum dengan pertanyaannya.

"Untuk apa aku membuangnya di Jepang! Ini tentang ingatanku di tempat itu, maka bukan di sini aku harus melenyapkannya. Aku akan membuangnya saat kembali ke Korea."

"Maksudku, membuangnya di sini," ralat Yoon menyentuh dadanya sendiri.

"Pergi, jangan menggangguku!" pinta Jin Hee dengan pipi yang bersemu saat melihat sikap Yoon terus mengganggu dan menggoda.

"Baiklah, kakak! Kakakku tersayang," rayu Yoon mengalah. "Selamat bekerja," lanjutnya beranjak meninggalkan ruang kerja Jin Hee.

"Katakan pada ayah jangan mengangguku, aku akan menyelesaikannya malam ini. Kau mengerti!" teriak Jin Hee pada Yoon yang semakin membelah jarak dan melanjutkan aktivitasnya.

"Baik Kak!" jawab Yoon menutup pintu ruangan dan pergi meninggalkan Jin Hee yang sedang melampiaskan perasaan melalui lukisan.

Ini hanya soal waktu. Jin Hee berhasil membawa wanita itu ke pengadilan. Sidang pertama beberapa hari lalu hanya dihadiri Sun Woo. Hatinya mendadak gelisah, merasa tenang saat wanita itu dimasukkan ke pusat rehabilitas dibandingkan penjara.

Rasa aneh antara dirinya dan Min Joon telah menciptakan tanda berbahaya di hatinya. Tanda yang sepertinya akan sulit dihilangkan. Seberapa besar pun Jin Hee membenci Ibu Min Joon, hatinya masih terlalu lembut untuk membalaskan dendam yang tak beralasan itu.

Selama berminggu-minggu Jin Hee merenungkan sikap bodohnya. Bersembunyi hanya untuk menyusun rencana balas dendam adalah kesalahan terbesarnya sebagai seorang anak.

"Aku terlalu malu kembali ke sana. Aku terlalu bodoh hingga percaya pada hal yang ingin kupercayai. Seharusnya aku mendengarkan Min Joon, bukan meninggalkannya. Aku membencimu. Tapi, aku lebih membenci diriku sendiri saat ini." Jin Hee menitikkan air mata, jemarinya gemetar dan memaksa melanjutkan pekerjaan indah itu.

***

Pusat Rehabilitas-Seoul, Februari 2014.

Di sebuah ruangan dingin, dua pria duduk menunggu seseorang. Tak lama, sosok lusuh nan lemah menghampiri, didampingi perempuan berpakaian rapih. Perawat mendudukkan wanita dengan tatapan kosong di kursi, dihadapkan pada dua pria yang tampak bahagia melihatnya.

Min Joon menggenggam tangan wanita tua itu. Memanggilnya berkali-kali, wanita itu mulai menangis dan memertanyakan apakah dirinya memang baik-baik saja atau tidak.

"Kau pasti senang gugatan Jin Hee ditolak pengadilan?" ucap ayah Min Joon membelah percakapan Ibu dan anak. Tak ada jawaban, matanya hanya tertuju pada Min Joon.

"Min Joon," panggilnya melihat Min Joon yang sedari tadi menatapnya sendu.

"Jika aku keluar dari tempat ini, apa kau mau memaafkanku?"

"Aku sudah memaafkanmu, Bu!" Min Joon tersenyum menggenggam tangan Ibunya. Pertemuan yang berlangsung singkat mampu menumbuhkan rasa kekeluargaan yang terpecah, menambahkan satu kata yang mengandung kekuatan; Pengorbanan.

Hari itu Jin Hee menyeret Ibu Min Joon yang ada di rumah sakit menuju kantor Polisi, bukan atas dasar tuduhan masa lalu. Melainkan karena kasus tabrak lari Sun Woo. Kemarahan dan ketidakpercayaannya bahwa wanita gila itu benar-benar gila membuat Jin hee bertindak nekad. Bukan hanya itu, sikap Min Joon saat bertemu dengannya menjadi pemicu. Pertemuan Jin Hee dan Min Joon seharusnya tidak sedingin es.

Pengadilan pada akhirnya menolak tuntutan Jin Hee karena Ibu Min Joon terbukti mengidap Bipolar dan terdeteksi sebagai psikopat. Pertimbangan inilah yang menjadi dasar wanita tua itu tak dipenjara. Anehnya, Jin Hee tak mengajukan naik banding, karena batinnya tak tenang setelah melakukan hal itu.

~~~~~♪♪♪~~~~~

To be continued!!! Keep reading girls!

Love Sign [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang