Kringg.. kringg..
Bel istirahat pertama berbunyi, Ana dan Rina sedang berada diperpustakaan sekolahnya sejak jam pelajaran ke dua berlangsung. Mereka membolos. Lebih tepatnya dipaksa membolos.
Rina sungguh kesal hari ini. Moodnya turun drastis. Ia menatap kedua laki-laki yang sedang bermain games dihandphone mereka. Kedua laki-laki itu lah yang memaksanya dan Ana membolos. Rina sungguh tidak rela, ia bahkan harus membolos dijam mata pelajaran yang sangat disukainya.
"Kenapa kalian gak bisa berhenti main itu sih!" Rina yang kekesalannya tengah memuncak itu mengambil handphone kedua laki-laki itu.
"Woy! Balikin dong!" Sahut Dewa tak terima.
"Dikit lagi itu! Kita capek-capek ngepush rank. Eh, lo enak banget langsung ngambil tuh hp. Balikin!" Timpal Daffa.
"Heh, kalian harusnya tuh mikir ya. Gue sama Ana mau belajar! Bukan mau disini, ngeliatin lo berdua yang main tuh game sampai teriak histeris kayak banci gak dapet orderan. Gue mau balik!"
"Kemana?" Pertanyaan polos Dewa hanya membuat Rina semakin emosi.
BRAK!
"Ya gue mau balik ke kelas lah. Otak lo ditaruh dimana sih? Gak ada pikirannya sama sekali."
Tanpa ketiga orang itu sadari. Sepasang mata menatap mereka datar. Yang melihat ketiganya itu hanya menghembuskan nafasnya kasar. Ia benci tidurnya diganggu, terlepas dari siapapun yang mengganggunya. Ia sungguh membencinya.
Ketiga orang itu langsung menegang. Mereka mendengarnya. Hembusan nafas itu, pasti milik sesosok naga yang tidur abadi secara menyeramkan. Sekarang naga itu bangun dari tidurnya. Oh, tidak! Ini siaga satu!
Mereka menoleh ke sumber helaan nafas itu.
"Puas berisiknya?"
Naga itu benar-benar bangun!
"Naganya bangun.." Dewa langsung menutup mulutnya rapat. Ia sungguh merutuki dirinya. Daffa dan Rina langsung menoleh kearahnya dengan tatapan membunuh.
"Sorry" hanya itu yang dapat diucapkannya.
"Lem tuh mulut makanya." Daffa benar-benar tak habis pikir mengapa Dewa bisa kelepasan dan membuat yang dimaksud naga tadi memasang ekspresi semakin datar.
"Eh, ada Ana. Lo udah bangun Na?" Daffa mengambil sisi kosong dibangku panjang yang diduduki Ana sekarang. Daffa sungguh tidak tahu. Mengapa ada wanita sedatar ini. Sungguh sangat flat.
"Buta?"
Ketiga orang yang mendengar itu bungkam. Lidah mereka serasa kelu. Nada itu... jauh lebih datar dan dingin dari sebelumnya.
Ana yang melihat ketiga orang dipandangannya ini menjadi patung hidup, seketika beranjak meninggalkan ruangan perpustakaan. Meninggalkan patung hidup itu yang hanya melihat punggungnya menjauh.
"GAWAT!!!" Pekik Daffa, Dewa, dan Rina bersamaan. Ketiganya langsung mengikuti kemana Ana akan pergi.
Pak Hadi sedang berada disalah satu ruangan perpustakaan ini, untuk memeriksa buku yang baru saja tiba. Itu sebabnya mereka tidak ada yang memarahi ketika berdebat tadi.
~○~
Seorang gadis berdiri ditepi rooftop dengan tangan yang direntangkan. Tak lupa earphone yang menghiasi kedua telinganya.
"ANA!!" Teriak ketiga orang yang baru saja memasuki area rooftop.
Mereka sungguh tak menyangka pemandangan didepannya ini.
"TOLONGIN! ITU ANA MAU BUNDIR! CEPET TOLONGIN. IH LO BERDUA MALAH NGELIATIN! BEGO AH!" Rina yang sekarang tengah histeris itu berusaha menahan air matanya. Ia tidak akan kuat melihat Ana seperti sekarang.
Dewa yang melihat Rina di kondisi seperti itu menggenggam tangannya. Laki-laki itu hanya bisa berusaha membuat tenang gadis disampingnya ini.
Keduanya terdiam, melihat Daffa yang berjalan menghampiri Ana. Sudah Rina pastikan teriakkannya tadi tidak bisa didengar Ana. Bagaimana tidak? Earphone yang dipakainya bervolume full.
Lagi-lagi, keduanya dibuat terdiam dengan pemandangan didepannya ini. Tidak, lebih tepatnya mereka mematung. Apa yang ada didepannya ini diluar yang mereka perkirakan.
Daffa, laki-laki itu sungguh berani. Dia memeluk pinggang hana dari belakang. Tidak! Ana tidak pernah dipeluk seperti itu oleh laki-laki. Bahkan kepalanya dielus oleh lawan jenisnya pun tak pernah. Termasuk Ayahnya sendiri.
Hal itu membuat Rina khawatir. Ana akan marah setelah ini. Tidak! Daffa terlalu gegabah. Harusnya tidak seperti ini.
"Jangan terjun, jangan pergi!"
Beberapa kata yang Daffa ucapkan membuat Dewa dan Rina kembali mematung. Tak hanya mereka. Bahkan, Ana bisa mendengarnya. Daffa melepas earphonenya sebelum mengucapkan kata-kata itu. Bagaimana Ana tidak bisa mendengarnya?
Ucapan Daffa membuatnya kembali merasakan rasa yang telah lama tidak ia rasakan. Hatinya menghangat mendengar kata-kata itu. Ia serasa kembali.. hidup.
"Please.." Lirih Daffa ditelinga Ana. Hal itu membuat Ana menegang.
Daffa bisa merasakannya. Yang laki-laki itu lakukan hanya membenamkan kepalanya diceruk leher Ana.
Ana sadar. Ini tidak bisa dibiarkan! Dia tidak boleh mengizinkan laki-laki yang memeluknya ini bertindak lebih jauh lagi.
Ana menyentak tangan Daffa yang berada diperutnya. Hal itu tentu saja membuat Daffa tekejut. Ana berbalik menghadapnya dengan tatapan membunuh. Daffa memundurkan kakinya perlahan. Ia tau ia salah.
Harusnya gue bisa ngendaliin diri. Ini belum saatnya. Batinnya menyesal.
Ana melangkah mendekati Daffa. Daffa semakin memundurkan langkahnya. Daffa sadar, ia tidak bisa mundur lagi. Ia berhenti dengan Ana yang berjarak hanya 30 cm didepannya.
Daffa memberanikan diri menatap Ana dengan tatapan lembutnya. Ana yang melihat itu hanya terus menatapnya dengan tatapan membunuh. Ekspresinya sungguh datar. Rina tidak pernah melihat Ana seperti ini sebelumnya.
Prakk
"Tindakan lancang lo diperpus."
Prakk
"Soto yang lo ambil"
Prakk
"Back Hug pertama gue."
"Sekali lagi lo bertindak lebih jauh, jangan harap lo bisa bernafas!" Desis Ana dingin.
Tiga tamparan Ana membuat Daffa merasa senang sekaligus sedih. Senang karena itu back hug pertama gadisnya. Tapi.. mana ada istilah back hug pertama yang telah direbut?
Senyum Daffa mengembang. Sepertinya tamparan kencang Ana telah membuat Daffa kehilangan kewarasannya.
Dengan penuh semangat dan senyum dibibirnya Daffa menyusul Ana dengan berlari kecil. Rina dan Dewa berpandangan. Keduanya sungguh tak percaya dengan yang baru saja dilihat mereka.
"Amazing."
~○~
Maaf ya kalo ceritanya gaje hehe. Cerita pertama, jadi maklumi aja. Jangan lupa tinggalkan jejak kak hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAT
Teen FictionApa jadinya jika seorang cewek super dingin yang membenci cowok, dikejar-kejar the most wanted sekolah?