Part 4

14 1 0
                                    


Gue bosen banget. Saking bosannya gue sampai nekat kabur dari eskul paduan suara. Bukan kabur juga sih. Kita break lima menit, tapi sekarang udah lima menit lewat dan yang lain juga nggak tau ke mana. Jadi gue mutusin buat keliling bentar.

"Hai, Vi!" sapa Zach dari lapangan basket.

Zach?!

Kenapa dia di sini? Bukannya ini di ... oh, pantas. Gue berjalan di koridor yang menghadap ke lapangan basket. Tempat di mana anak-anak basket pada latihan dan kumpul. Kok gue bisa sampai kemari ya?

"Y-yo, Zach!"

Gue berjalan mendekat ke lapangan. Zach sama temen-temen satu timnya lagi pada latihan. Ya, Zach ikut eskul basket. Beda banget sama gue yang ikut paduan suara. Gue ikut paduan suara juga karena terpaksa.

Salah satu alasan gue ikut paduan suara karena jadwal latihannya barengan sama eskul basket. Ya. Kalian benar. Gue ikut paduan suara karena pengen liat secara langsung waktu Zach latihan. Kenapa nggak ikut eskul basket aja? Itu karena gue nggak bisa main bas— Bugh!

"Aduh ...," gue meringis kesakitan.

"Sorry, Vi! Kita nggak sengaja!" seru salah seorang di lapangan sana.

Sial. Ada bola basket nyasar ke muka gue. Gue malu banget ...

"Lo gapapa?" tanya Zach cemas seraya berlari ke arah gue.

"I-iya. Gue gapapa," jawab gue pelan sambil mengusap-usap muka gue yang sakit, pedih, dan panas. Ya ampun, hidung gue berasa patah.

"Vivian! Hidung lo berdarah!" seru Zach yang sukses bikin gue kaget. Bener aja, gue mimisan.

Duh, kepala gue pusing ...

"Gue bawa lo ke UKS ya?" tanya Zach cemas.

Iya.

Gue menggeleng. "Gausah. Gue gapapa. Lo latihan lagi aja,"

"Serius, lo gapapa? Gue bisa anter lo ke UKS,"

Nggak.

Gue mengangguk. "Iya, gapapa, kok. Gue sendiri aja."

"Oh yaudah. Maaf ya, Vi. Kita tadi nggak sengaja. Gue duluan, ya!" ucapnya seraya berlari menjauh kembali ke lapangan. Gue mengangguk pelan.

Hipokrit, huh?

Gue menahan darah yang keluar dengan satu tangan. Dengan langkah tergesa gue berlari menuju UKS. UKS sepi banget. Nggak ada penjaga maupun siswa yang sakit. Cuma ada gue sendiri di sini.

Gue membuka kotak P3K yang tertempel di dinding di samping lemari obat. Sebelum ini, gue nggak pernah mimisan. Ini kali pertama. Kayaknya bola basket tadi kenceng banget dah kena hidung gue. Sakitnya juga masih kerasa.

Setelah gue pastikan darahnya udah berhenti keluar, gue berjalan dengan pelan meninggalkan UKS. Duh, gue pasti dihukum karena kelamaan istirahat. Dan yang pasti sekarang latihan udah mulai tanpa gue. Nasib....

"Vivian!"

Renata—teman satu eskul gue—berhenti berlari menghampiri gue dengan napas yang nggak teratur.

"Kenapa, Ren? Kok lo di sini? Emang nggak latihan, ya?" tanya gue tanpa jeda.

Dia menggeleng. Renata terlihat mengatur napasnya sejenak.

Setelah napasnya teratur barulah dia berkata, "Latihannya bubar. Katanya Kak Dito ada urusan mendadak. Eh, lo dari mana, sih? Gue nyariin lo daritadi!"

Vivian's LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang