Part 2

9 2 0
                                        

"Gila! Serem banget cerita lo!" kometar Tania—sebenarnya gue lebih suka memanggilnya Tatan—setelah gue menceritakan kejadian tadi malem. Ya, gue emang cerita. Dan asal kalian tau, sampai sekarang gue masih nggak tau itu apa. Sebenarnya gue nggak yakin sih itu hantu. Hantu mana coba yang berbaik hati matiin lampu kamar gue? Apa mungkin itu Papa, ya? Duh, kualat deh gue ngatain Bokap sendiri hantu. Tapi kok waktu gue suruh masuk, Papa tetap ngetuk ya? Jangan-jangan Papa sleepwalking lagi?!

Lambaian tangan di depan wajah gue berhasil mengembalikan gue ke dunia nyata.

"Jangan melamun. Ntar kesambet lho!" Zach! Yang bicara itu tadi Zach!

Ya ampun! Gue kira lambaian tangan tadi itu punya Tania, ternyata Zach! Eh, sejak kapan dia di sini? Tania mana?

"E-eh? Zach? Sejak kapan lo di sini? Tanianya mana?" tanyaku heran dengan wajah yang dapat kupastikan terlihat bodoh.

Zach terkekeh lalu menarik kursi di depanku untuk diduduki. "Gue di sini dari tadi. Lo aja yang melamun sampe nggak sadar ada gue. Oh iya, Tania tadi ke toilet," ucapnya. Zach tersenyum. Aaa senyumnya!

"O-oh," gue melempar senyum terbaik pada Zach. Yes, dia tangkap! Dan gooool!! Eh?

Gue merogoh kantung baju dan rok gue untuk mancari surat yang tadi malam gue tulis, tapi suratnya nggak ada! Gawat! Apa gue nggak ingat bawa? Ah! Pasti gue lupa buat ambil surat itu. Dan suratnya sekarang masih ada di atas meja belajar kamar gue! Ya ampun, nasib.

"Kenapa?" tanya Zach. Sepertinya dia menyadari gerak-gerik gue yang kehilangan sesuatu.

"Eng ... gapapa, kok, Zach." jawab gue dibarengi senyum.

Zach balas tersenyum.

"Oh, ya udah. Gue balik ke kelas duluan ya, Vi. Pengen nyalin PR Edgar." katanya yang disusul dengan kekehan. Zach berdiri dari kursinya dan meninggalkan gue sendiri di kelas. Tak lama setelahnya Tania datang dengan membawa dua botol air minum kemasan.

"Kemana lo?" sambar gue langsung waktu Tania mengambil kursi dan duduk di samping gue.

"Toilet. Habis itu ke kantin bentar buat beli ini," jawabnya seraya menunjukkan dua botol fresfeá yang salah satunya tinggal setengah, "gue haus banget tadi."

Gue ber-oh ria menanggapi jawaban Tania.

"Gimana tadi sama Zach? Lo jadi kasih dia surat?" goda Tania seraya menyikut lengan gue pelan.

Gue menggeleng lemah, "Suratnya ketinggalan. Zach juga mampir bentar doang, habis itu balik ke kelasnya," ucap gue seadanya.

Tania memasang ekspresi sedih seraya berkata, "Cup, cup, cup! Udah ya jangan sedih. Mungkin nanti ada kesempatan buat nyatain cinta lo ke dia. Dan mungkin waktu itu bukan sekarang,"

Gue menunduk dan berkata dalam hati, "Iya. Mungkin sekarang bukan waktunya."

Vivian's LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang